Jumat (17/3) Kongres MAN (Masyarakat Adat Nunsantara) yang berlangsung di Kampung Tanjung Gusta, Deli Serdang Sumatera Utara resmi dibuka. Presiden Jokowi yang diharapkan hadir ternyata berhalangan. Beliau diwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepala Staff Kepresidenan Teten Masduki.
Beberapa peserta dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Adat Penunggu yang sedari pagi Presiden Jokowi merasa kecewa. Padahal foronya sudah menghiasi baliho-baliho disekitar perhelatan itu. Tetapi sepertinya perserta bisa  memaklumi ketidakhadiran Jokowi yang sepertinya punya agenda lain di Kalimantan.
Menteri KLHK Siti Nurbaya dan Gubernur Sumatera Utara Teuku Erry Nuradi baru tiba di lokasi kongres sekitar pukul 9.30 WIB. Kampung Tanjung Gusta adalah tempat tinggal Masyarakat Adat Penunggu terletak di lahan eks HGU PTPN II yang sempat terjadi konflik beberapa waktu lalu. Perjalalan agak terhambat akibat kondisi jalan terbilang parah karena belum diaspal. Apalagi malam harinya hujan mengguyur lokasi kongres.
Kedatangan ibu menteri dan bapak gubernur disambut dengan tarian penyambutan. Lalu diarak dengan meriah oleh berbagai masyarakat adat menuju tempat duduk tamu kehormatan di muka panggung utama.
Di Penjuru Nusantara, Dengan Keberagaman, Membangun Persatuan
Demi Kedaulatan Kemandirian, Martabat Masyarakat Adat, Dan Bangsa Indonesia
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Setia Menjaga dan Memelihara Bumi
Wilayah Adat Kita yang Lestari, Setia Menjunjung Nilai Adat dan Budaya
Membela Hak Asasi Manusia, Bersertah kepada Yang Maha Kuasa
Kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonensia Raya. Â Melihat begitu saudara-saudara dari berbagai suku adat di Indonesia menyanyikan bersama lagu kebangsaaan, Â sungguh pengalaman yang luar biasa. Bangga rasanya menjadi bagian dari bangsa ini.
Kongres MAN ke-5 mengambil tema "Laksanakan Perubahan Negara dengan Tindakan Nyata". Diihadiri seluruh anggota Masyarakat Adat yang ada di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 2000 orang. Â Tercatat peserta dari Provinsi Jambi sendiri hadir 100 peserta, Kalimantan Barat 90-an peserta, Kalimatan Timur 80 peserta, NTT 42 orang, Papua mengirim 13 peserta kongres.
Selain itu hadir juga peninjau dari luar negeri seperti dari Amerika Latin, Amerika Tengah. Beberapa peserta di barisan tamu undangan tampak hadir anggota para Bupati, DPRD, utusan dari Kedutaan Besar Norwegia, utusan PBB, serta beberapa NGO. Total acara ini melibatkan kurang lebih 5 ribu orang, termasuk panitia.
Dalam sambutannya Sekjen AMAN, Abdon Nababan menegaskan AMAN menagih komitmen pemerintah terhadap Masyarakat Adat. Masyarakat Adat tidak akan mengedepankan konfrontasi, tetapi tetap mengedepankan dialog-dialog sebagai alat perjuangan atas hak-hak Masyarakat Adat. AMAN berharap ada realisasi nyata dari pemerintah terhadap apa yang menjadi hak masyarakat adat.
Pemerintah juga akan akan melanjutkan proses pengembalian hutan adat seluas 7.000 Ha dari PT TPL (Toba Pulp Lestari) yang selama ini menjadi permasalahan. Desember 2016 lalu pemerintah berhasil membebaskan 5.100 Ha juga dari PT.TPL. Â Sepertinya langkah serupa akan dilakukan Presiden Jokowi terhadap hutan-hutan adat yang selama ini dikuasai oleh korporate tertentu akan dikembalikan kepada Masyarakat Adat.
Presiden Jokowi juga menginginkan dilakukan pemberdayaan ekonomi produktif baru bagi masyarakat. Presiden tidak menginginkan tanah/lahan yang sudah dilepas kepada masyarakat nantinya kembali jatuh kepada pemilik modal karena masalah ekonomi yang dialami masyarakat seperti yang terjadi pada banyak kasus.
Maka dari itu pemerintah berusaha untuk membuka akses pasar terhadap Masyarakat Adat. Hasil-hasil hutan, ladang, atau kerajinan tidak akan berarti jika tanpa akses pasar. Karena pasarlah yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat.
Sejauh ini pemerintahan Jokowi tetap berkomitmen untuk menjalankan moratorium pembukaan lahan perkebunan sawit. Sesuai dengan UU Kehutanan dan Tata Ruang dimana luas hutan di sebuah pulau adalah 30 persen dari luar daratan. Sedangkan persoalan tanah dan hutan ulayat yang menjadi hak Masyarakat Adat pemerintah mengakui bahwa itu bukan perkara yang mudah. Perlus sinergisitas antara Kementerian LHKK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang ATR), serta Kementerian Dalam Negeri.
Sedangkan MoU dengan KOMNAS HAM menitikberatkan pada perlindungan terhadap Masyarakat Adat, tradisi luhur, dan hak kepemilikan tanah ulayat sesuai dengan apa yang telah diatur dalam keputusan MK no 35 2012 mengenai Hutan Adat. KOMNAS HAM juga ingin memperkokoh Kesadaran pemerintan masyarakat umum soal masyarakat adat, Masyarakat adat bukan hanya soal tanah dan hutan. Masyarakat Adat memikiki hak-hak asasi yang sama seperti warga negara yang lain.
Kongres sendiri dijadwalkan akan berlangsung hingga tanggal 19 Maret mendatang. Diharapkan kongres dapat menjadi momentum untuk melakukan refleksi dan konsolidasi masyarakat adat yang ada di nusantara.
Apa yang ingin dihasilkan dari kongres adalah rumusan sikap dan pandangan politik masyarakat adat terhadap hak-hak mereka dalam berbangsa dan bernegara. Disamping itu, lahir kerangka kerja bersama dalam perjuangan masyarakat adat di Nusantara yang lebih sistematis dan terkoordinasi dengan baik. Terakhir, kongres akan menghasilkan tatanan organisasi dan mekanisme kerja AMAN untuk masa yang akan datang.
(dokumentasi pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H