Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Pandang Sebelah Mata Pasar Rakyat

27 Januari 2017   18:29 Diperbarui: 27 Januari 2017   18:34 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut Pasar Sei Kambing (foto:venusgazer)

Menjelang Imlek suasana pasar yang terletak di Jalan Thamrin Medan ini lebih ramai dari biasanya. Saya pun harus rela saling berdesak-desakan  di lorong-lorong yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter itu. Betul-betul sesuai dengan namanya, “Pasar Ramai”! Salah satu pasar tertua dan terkenal di Kota Medan. Walau Pasar Ramai termasuk pasar tradisional, tetapi pengunjungnya modis-modis. Lengkap dengan tas tangan merek terkenal.

Pasar 2 lantai ini bersebelahan dengan sebuah mal. Uniknya kehadiran mal sama sekali tidak membuat Pasar Ramai sepi. Kedua pusat perbelanjaan ini hanya dipisahkan oleh tembok dengan pintu kecil yang hanya bisa dilalui 2-3 orang saja. Tetap, orang sampai rela anti dan berdesak-desakan untuk bisa menyeberang dari area mal ke Pasar Ramai. Seperti sedang antri sembako saja.

Salah satu lapak penjual manisan (foto:venusgazer)
Salah satu lapak penjual manisan (foto:venusgazer)
Salah satu daya tarik Pasar Ramai adalah aneka manisan khas Medan yang konon bisa dikatakan paling lengkap. Jadi untuk kebutuhan hari raya Imlek semua kebutuhan masyarakat khususnya warga Tinghoa dapat diperoleh dengan mudah di sini. Selain itu, jika mencari obat-obatan khas Cina bisa dibillang cukup komplet baik itu herbal-herbalnya. Maklum saja mayoritas pengunjung berasal dari etnis Tionghoa.

Lantai 2 sepertinya diperuntukan bagi gerai-gerai penjual pakaian. Asal pandai-pandai menawar tentu akan mendapatkan harga yang lebih murah daripada di mal. Dari segi model kekiniannya pun sama saja. Cuma bedanya di pasar ini tanpa mesin penyejuk atau kipas angin. Betul-betul  membuat pengunjung kegerahan. Tetapi itu bukan masalah sama sekali!

Terus terang saya tidak habis pikir mengapa orang harus rela panas-panasan dan berdesak-desakan ke Pasar Ramai. Bukankah lebih nyaman berbelanja sekaligus cuci mata di mal yang adem?

“Rasanya kalau belum ke Pasar Ramai belum lengkap. Apalagi mau Imlek gini” kata seorang Ai (bibi) yang duduk disebelah saya. “Soal harga ya sebenarnya tidak jauh berbedalah dengan tempat lain.” tambahnya.

(foto:venusgazer)
(foto:venusgazer)
Lap Choi (foto:venusgazer)
Lap Choi (foto:venusgazer)
Sambil sama-sama menyantap Lap Choi, kuliner khas Medan, saya sempatkan untuk berbincang dengannya yang datang bersama beberapa wanita seusia. Mereka sepertinya habis berbelanja kue-kue kering dan pernak-pernik Imlek. Oh ya, Lap choi sendiri adalah kuliner berupa rebusan kangkung, tahu,tauge, dan sepotong cumi yang dikukus. Kemudian disiram dengan kuah asam manis kental. Jika ingin pedas tinggal kasih sambal diatasnya. Boleh dikatakan hampir mirip dengan Tau Kua He Ci, kuliner yang juga terkenal di Medan dan sekitarnya.

Medan punya banyak pasar, tetapi mengunjungi Pasar Ramai seperti sebuah keharusan. Menjadi tradisi menikmati atmosfer pasar yang sudah ia rasakan sejak masih kecil. “Dulu saya datang sama orangtua. Sekarang bawa anak dan cucu.” katanya sambil tersenyum ramah.

“Itu Acek (om/paman) yang jual itu pun sudah lama sekali di sini. Lima belas tahun ada lho. Bisah lebih malah.” katanya sambil menunjuk lelaki tua yang sibuk menyiapkan Lap Choi pesananan. Bermodal sepeda kumbang tua dengan kotak kayu berlapis alumunium sebagai tempat bahan-bahan, lelaki yang rambutnya sudah memutih itu cekatan melayani pelanggan.

Acek tersebut menumpang berjualan di lapak yang menjual makanan dan minuman. Ada simbiosis mutualisme yang kental di sana. Pengunjung yang menikmati Lap Choi otomatis pesan minumnya pada si empunya lapak. Begitu pula yang terjadi dengan penjual makanan-makanan lainnya.

Acek penjual Lap Choy (foto:venusgazer)
Acek penjual Lap Choy (foto:venusgazer)
Inilah hebatnya kehidupan di pasar dimana semua rela berbagi. Di lapak-lapak lain pun begitu. Jika ada kekurangan barang bisa ‘pinjam’ dulu ke lapak sebelah. Sebuah kearifan yang sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat kita sejak dulu.Tidak ada persaingan karena semua merasa bahwa rejeki itu sendiri-sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun