Pertama kali dalam sejarah penyelenggaraan Olimpiade, terdapat kontingen yang atlet-atletnya bukan dari sebuah negara tertentu. Kontingen ini disebut 'Tim Pengungsi' (Refugee Olympic Team) karena para atletnya adalah para pengungsi dari berbagai negara yang disatukan menjadi sebuah tim.
Dari laman resmi IOC (International Olympic Committee) disebutkan bahwa 10 atlet pengungsi yang berpartisipasi dalam Olimpiade RIO diharapkan dapat menjadi simbol pengharapan bagi para pengungsi di seluruh dunia. Di samping itu kehadiran tim ini bisa menarik perhatian dunia yang lebih besar terhadap krisis pengungsi yang semakin terjadi saat ini.
“Saya berharap dari hati yang paling dalam tidak ada pengungsi lagi dan kami bisa kembali dan berpartisipasi atas nama negara kami sendiri,” kata Rami Anis. Atlet renang spesialis gaya kupu-kupu 100 meter itu akan bersaing dengan favorit juara Michael Phelps.
Cerita yang tidak kalah menarik datang atlet renang pengusi asal Suriah Yusra Mardini (18). Bersama kakaknya, Sarah, keduanya adalah atlet Suriah yang sangat bersinar sebelum perang menghancurkan segalanya. Yusra pernah mewakili Suriah dalam kompetisi renang tingkat dunia pada tahun 2012.
Tahun lalu, dua kakak beradik ini bersama sekitar 20 orang meninggalkan Suriah lewat jalur laut menggunakan perahu kecil. Di tengah perjalanan perahu yang mereka naik kemasukan air. Malangnya sebagian besar dari pengungsi tidak bisa berenang. Lewat aksi heroik, Yusra dan Sarah turun ke air lalu berenang dan memandu perahu tersebut menuju Pulau Lesbos Yunani. Dari Yunani kemudian bersama pengungsi lain berjalan kaki melewati Macedonia, Serbia dan Hungaria. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di Jerman.
Dalam konferensi pers beberapa hari yang lalu Yusra mengungkapkan, “Saya ingin mewakili semua pengungsi. Karena saya ingin menunjukan pada semua orang bahwa setelah penderitaan dan badai akan datang saatnya hari-hari yang cerah. Saya ingin bisa menginspirasi para pengungsi yang lain untuk melakukan sesuatu yang baik dalam hidup mereka.”
Selain Rami Anis dan Yusra Mardini yang berstatus pengungsi Suriah. Terdapat beberapa atlet dari Benua Afrika yang berlaga di cabang atletik. Mereka adalah atlet yang berasal dari Sudan Selatan yaitu Angelina Nada Lohalith untuk lari 1500 meter putri, Paulo Amotun Lokoro (1500 m), Rose Nathike Lokonyen (800 m), Yiech Pur Biel (800 m), dan James Nyang Chiengjiek (400 m).
Seperti yang terjadi di tahun 2013 saat kejuaraan dunia Judo di Brazil, pelatih merampas passport dan membatasi makannya. Dalam kondisi kelaparan ia berhasil kabur dan mencari makan dan pertolongan. Lalu meminta suka ke pemerintah Brazil.
Perang saudara selama beberapa dekade di mana akhirnya memecah Sudan menjadi Sudan Utara dan Sudan Selatan. Konflik antar suku yang juga kerap terjadi di beberapa negara Afrika membuat ribuan orang terpaksa mengungsi ke negara-negara Afrika lainnya yang lebih aman.
Potensi luar biasa Benua Afrika pada cabang atletik tidak bisa disangkal. Atlet-atlet dengan bakat alam yang luar biasa terpaksa harus mengubur hararapan untuk bisa berlaga di Olimpiade karena terpaksa menjadi pengungsi.
Kesepuluh atlet yang berlaga di Olimpiade ini juga harus melewati seleksi, jadi bukan asal comot. Dan layaknya kontingen perwakilan negara, tim Pengungsi ini juga dipimpin oleh seorang Chef de Mission yaitu mantan atlet Olimpiade dan pemegang rekor dunia marathon asal Kenya, Tegla Loroupe. Pada pembukaan Olimpiade Rio 2016, defile Tim Pengungsi masuk sebelum kontingen dari tuan rumah Brazil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H