Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Pertama dalam Sejarah, Pengungsi Tampil di Olimpiade

7 Agustus 2016   02:57 Diperbarui: 7 Agustus 2016   15:58 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yolande Mabika dan Popole Misenga (foto:nytimes.com

Pertama kali dalam sejarah penyelenggaraan Olimpiade, terdapat kontingen yang atlet-atletnya bukan dari sebuah negara tertentu. Kontingen ini disebut 'Tim Pengungsi' (Refugee Olympic Team) karena para atletnya adalah para pengungsi dari berbagai negara yang disatukan menjadi sebuah tim.

Dari laman resmi IOC (International Olympic Committee) disebutkan bahwa 10 atlet pengungsi yang berpartisipasi dalam Olimpiade RIO diharapkan dapat menjadi simbol pengharapan bagi para pengungsi di seluruh dunia. Di samping itu kehadiran tim ini bisa menarik perhatian dunia yang lebih besar terhadap krisis pengungsi yang semakin terjadi saat ini.

Rami Anis (foto:sportskeeda.com)
Rami Anis (foto:sportskeeda.com)
Rami Anis mungkin tidak menyangka bahwa dirinya bisa ikut Olimpiade Rio karena statusnya sebagai seorang pengungsi. Atlet renang berbakat Suriah ini terpaksa mengungsi ke Turki ketika kampung halamannya hancur karena perang. Di Turki ia sempat berlatih di pusat olahraga Galatasarai. Namun karena bukan warga negara Turki ia tidak dapat mengikuti perlombaan renang internasional. Tahun lalu dengan menggunakan perahu karet ia pun menyeberang ke Pulau Samos, Yunani. Dari situ ia memulai perjalanan melewati daerah Balkan hingga akhirnya ia bisa menetap di Belgia. Di negara ini Rami Anis berjumpa seorang pelatih renang, Carine Verbauwen, mantan atlet renang olimpiade Belgia, yang sekaligus mengijinkannya untuk berlatih di klub renang miliknya.

“Saya berharap dari hati yang paling dalam tidak ada pengungsi lagi dan kami bisa kembali dan berpartisipasi atas nama negara kami sendiri,” kata Rami Anis. Atlet renang spesialis gaya kupu-kupu 100 meter itu akan bersaing dengan favorit juara Michael Phelps.

Cerita yang tidak kalah menarik datang atlet renang pengusi asal Suriah Yusra Mardini (18). Bersama kakaknya, Sarah, keduanya adalah atlet Suriah yang sangat bersinar sebelum perang menghancurkan segalanya. Yusra pernah mewakili Suriah dalam kompetisi renang tingkat dunia pada tahun 2012.

Tahun lalu, dua kakak beradik ini bersama sekitar 20 orang meninggalkan Suriah lewat jalur laut menggunakan perahu kecil. Di tengah perjalanan perahu yang mereka naik kemasukan air. Malangnya sebagian besar dari pengungsi tidak bisa berenang. Lewat aksi heroik, Yusra dan Sarah turun ke air lalu berenang dan memandu perahu tersebut menuju Pulau Lesbos Yunani. Dari Yunani kemudian bersama pengungsi lain berjalan kaki melewati Macedonia, Serbia dan Hungaria. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di Jerman.

Dalam konferensi pers beberapa hari yang lalu Yusra mengungkapkan, “Saya ingin mewakili semua pengungsi. Karena saya ingin menunjukan pada semua orang bahwa setelah penderitaan dan badai akan datang saatnya hari-hari yang cerah. Saya ingin bisa menginspirasi para pengungsi yang lain untuk melakukan sesuatu yang baik dalam hidup mereka.”

Selain Rami Anis dan Yusra Mardini yang berstatus pengungsi Suriah. Terdapat beberapa atlet dari Benua Afrika yang berlaga di cabang atletik. Mereka adalah atlet yang berasal dari Sudan Selatan yaitu Angelina Nada Lohalith untuk lari 1500 meter putri, Paulo Amotun Lokoro (1500 m), Rose Nathike Lokonyen (800 m), Yiech Pur Biel (800 m), dan James Nyang Chiengjiek (400 m).

atlet pengungsi dari Africa (foto:theatlantic,com
atlet pengungsi dari Africa (foto:theatlantic,com
Kelima atlet asal Sudan Selatan akan ditemani Yonas Kinde, seorang pelati marathon asal Ethiopia yang saat ini berlatih dan menetap di Luxemburg Serta dua pengungsi asal Republik Demokratik Kongo yang berlaga untuk cabang Judo. Mereka adalah atlet putra Popole Misenga yang akan turun di kelas 90 Kg dan Yolande Bukasa Mabika kelas 70 Kg.

Yolande Mabika dan Popole Misenga (foto:nytimes.com
Yolande Mabika dan Popole Misenga (foto:nytimes.com
Yolande Mabika sendiri punya kisah yang tidak kalah memilukan sebagai atlet. Ketika masih kecil ia terpaksa harus terpisah dengan keluarganya akibat konflik di Kongo. Ia dibawa oleh sebuah helikopter ke Kinshasa. Di sana ia ditempatkan di kamp khusus lalu dilatih sebagai atlet Judo. Namun sistem pelatihannya sangat keras dan tidak manusiawi. Jika gagal mendapatkan medali maka atlet akan dijatuhi hukuman dengan dimasukkan ke dalam sel dan hanya diberi sedikit makan dan air selama beberapa hari.

Seperti yang terjadi di tahun 2013 saat kejuaraan dunia Judo di Brazil, pelatih merampas passport dan membatasi makannya. Dalam kondisi kelaparan ia berhasil kabur dan mencari makan dan pertolongan. Lalu meminta suka ke pemerintah Brazil.

Perang saudara selama beberapa dekade di mana akhirnya memecah Sudan menjadi Sudan Utara dan Sudan Selatan. Konflik antar suku yang juga kerap terjadi di beberapa negara Afrika membuat ribuan orang terpaksa mengungsi ke negara-negara Afrika lainnya yang lebih aman.

Potensi luar biasa Benua Afrika pada cabang atletik tidak bisa disangkal. Atlet-atlet dengan bakat alam yang luar biasa terpaksa harus mengubur hararapan untuk bisa berlaga di Olimpiade karena terpaksa menjadi pengungsi.

Kesepuluh atlet yang berlaga di Olimpiade ini juga harus melewati seleksi, jadi bukan asal comot. Dan layaknya kontingen perwakilan negara, tim Pengungsi ini juga dipimpin oleh seorang Chef de Mission yaitu mantan atlet Olimpiade dan pemegang rekor dunia marathon asal Kenya, Tegla Loroupe. Pada pembukaan Olimpiade Rio 2016, defile Tim Pengungsi masuk sebelum kontingen dari tuan rumah Brazil.

kontingen tim pengungsi (foto:dailymail.com
kontingen tim pengungsi (foto:dailymail.com
Semoga atlet-atlet Tim Pengungsi Olimpiade mampu memberikan yang terbaik. Syukur bila bisa mendapatkan medali. Jika tidak, kehadiran mereka sudah memberi inspirasi bagi siapapun. Membuka mata dunia bahwa mereka-mereka yang mengungsi bukan manusia-manusia tanpa prestasi. Konflik harus diakhiri demi kemanusiaan dan juga agar mereka bisa kembali membela negara asal mereka.

Sumber: satu, dua, tiga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun