Ketika pemerintah mencanangkan “Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah” para orang tua menyambut dengan positif. Tidak sedikit dari mereka yang jauh hari mengambil jatah cuti demi bisa mengantar anak ke sekolah di tahun ajaran baru. Instansi dan perusahaan swasta juga tidak ketinggalan mengapreasiasi dengan memberi kelonggaran bagi mereka yang datang terlambat.
Di satu sisi, kampanye besar Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, hendak menyampaikan bahwa negara hadir. Negara tidak abai, Pemerintah bukan sekedar administrator semata. Gerakan ini hendak mempertegas hubungan tidak terpisahkan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat (Trisentra Pendidikan) demi kemajuan pendidikan nasional.
Mengantar anak di hari pertama sekolah mereka bukan sekedar kewajiban atau tradisi semata. Ini adalah hari yang menjadi pintu masuk terciptanya sebuah sinergi antara anak, orangtua, dan pihak sekolah dalam hal ini diwakili oleh guru yang akan berhubungan langsung dengan anak didik.
Urusan pendidikan tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah dan sekolah saja. Namun harus ada sinergi dan kolaborasi berkelanjutan sepanjang tahun. Komunikasi aktif 2 arah akan menjadi kunci kemajuan anak didik baik secara mental maupun intelektual.
Mengantar anak bukan sampai gerbang atau pintu kelas saja. Ini juga momen yang baik yang tepat untuk mengajari anak mulai memberi salam dan ucapan selamat pagi pada guru. Termasuk guru yang bukan wali kelas mereka. Budi pekerti anak-anak harus ditanamkan sedari awal. Di samping itu buat suasana di mana anak nyaman masuk ke dalam keluarganya yang baru.
Ketika sudah di dalam kelas, bisikan pesan-pesan, doa, dan dukungan moril kita agar mereka bersemangat dalam belajar. Ini salah satu bentuk kepedulian dan kehadiran kita walau tidak ada disamping mereka. Sederhana tetapi akan sangat menguatkan anak-anak kita. Tanamkan pada anak bahwa guru adalah orangtua mereka di sekolah.
Kebetulan saya berkesempatan berbincang dengan wali kelas anak yang baru masuk SD. Pertama saya menanyakan respon terhadap himbauan pemerintah yang sedang hangat. Ia mengatakan bahwa semua guru sangat menyambut positif. Karena saat yang tepat untuk saling mengenal.
Ia menambahkan bahwa guru akan sangat senang dan terbantukan jika para orangtua aktif menjalin komunikasi. Maka sejak hari pertama ia sudah menempelkan nomor hp di muka kelas agar semua orangtua bisa menghubungi kapan pun. Ia juga terbuka atas kritik maupun saran dari orangtua.
“Orangtua sekarang kritis dan terbuka. Mereka banyak tahu dari internet. Kalau saya malah senang mendapat masukan begitu. Silakan.”
Wanita yang lebih 20 tahun berprofesi sebagai guru itu menambahkan bahwa nanti semua siswa wajib memiliki buku komunikasi. Semacam agenda harian yang berisi apa saja PR dan tugas anak di rumah. Jadi nantinya orangtua harus memberi tandatangan pada PR dan juga agenda anak.
“Kami juga secara aktif mencatat perkembangan siswa dalam buku khusus. Jika anak tidak membuat PR maka akan dicatat lalu dikomunikasikan dengan orangtua.”
“Bukan sekedar perkembangan akademik semata. Tetapi juga prilaku siswa juga menjadi perhatian. Kita sama-sama mencari penyebab masalah untuk dicari solusi yang terbaik bagi anak-anak.” tambahnya.”
“Apa permasalahan yang terlihat dari para orangtua selama ini?” tanya saya.
“Soal rangking. Banyak orangtua yang menginginkan anaknya harus rangking. Minimal masuk 10 besar. Padahal saya selalu menekankan pada anak-anak dan orangtua bahwa tidak ranking tidak apa-apa. Karena sering anak menangis jika tidak masuk rangking. Saya sering bilang pada mereka tidak masuk 10 besar tidak apa-apa. Mudah-mudahan semester berikut bisa. Kelas 1 tidak juara, tapi bisa jadi nanti di kelas 2 bisa juara.”
“Anak turun ranking dari 3 ke 5 saja orangtua bisa uring-uringan. Kasihan anak-anak jika terlalu dipaksa untuk menjadi juara kelas. Karena kemampuan anak berbeda-beda.”
“Pokoknya yang penting bapak sebagai orangtua mendampingi mereka. Tidak lepas tangan.Itu akan sangat membantu anak dan juga kami sebagai guru.” pesannya kepada saya.
“Oh ya, di sini anak-anak yang belum dijemput akan saya jaga di kelas sampai ada yang menjemput. siapa yang menjemput pun harus saya kenal dengan baik. Ya demi keamanan.”
“Untuk pelajaran, jika anak ada kesulitan membaca, menulis, berhitung. Saya akan memberi tambahan selepas sekolah….tentu nanti ada pemberitahuan. Di kelas 1 yang lain juga sama.”
Sebagai penutup saya memberitahukan pada ibu guru tersebut bahwa anak saya mempunyai kendala 'takut ketinggian’. Kebetulan kelasnya berada di lantai 1. Jadi saya meminta perhatian beliau terutama pada masa istirahat. Dan beliau dengan senang hati akan memperhatikan dan mencoba melatih keberanian sang anak.
Terus terang sebagai orangtua saya merasa senang guru anak saya mau membuka diri. Saya sebagai orangtua merasa dihargai. Bukan karena uang sekolah yang saya bayarkan. Tetapi karena semua pihak menyadari bahwa pendidikan anak bukan tanggungjawab salah satu pihak semata. Dan ini tentu saja harus berkelanjutan.
Jadi boleh dikatakan percuma ketika orangtua ikut gerakan ini tetapi melupakan kesempatan untuk berbicara dan mengenal guru anak mereka. Berkomunikasi dengan guru jangan hanya pada waktu pengambilan raport semata. Atau berkomunikasi jika mengabarkan anak mereka tidak dapat masuk kelas karena sakit.
Kepada anak juga harus ditekankan bahwa guru adalah orangtua mereka di sekolah.Orang yang harus sama-sama dihormati dan didengar nasehatnya. Dia diberi pengertian bahwa ia disekolahkan bukan sekedar untuk menjadi pintar tetapi harus memiliki perilaku yang baik baik itu pada guru maupun sesama warga sekolah yang lain..
Sebagai orangtua diharapkan tidak hanya menjalin komunikasi tidak dengan guru saja, Bukalah relasi dengan orangtua siswa yang lain. Berkenalan, saling menyapa, atau bila perlu bertukar nomor telepon akan bermanfaat. Hubungan ini akan menumbuhkan rasa persaudaraan, saling peduli dan ikut bertanggungjawab terhadap anak kita.
Selain dengan sesama orangtua, jalinlah hubungan dengan warga sekolah yang lain seperti mereka yang bertugas menjaga keamanan. Katakan pada mereka bahwa kita ‘titip’ anak kita. Ada baiknya perkenalkan juga anak-anak dengan mereka. Terangkan kepada anak apa saja tugas mereka. Anak harus paham bahwa tugas petugas keamanan bukan sekedar menjaga kendaraan. Tanamkan rasa hormat walaupun mereka bukan guru.
Jika anak melihat bahwa orangtua mereka mempunyai hubungan yang baik dengan guru, anak akan merasa nyaman dan juga aman. Terutama anak-anak yang baru mengenyam bangku sekolah. Karena ini adalah rumah kedua mereka.
Pihak orangtua yang membiayai dan menyekolahkan anak pasti mempunyai harapan bagi putera-puteri mereka. Dan pihak sekolah pun sama, mereka ingin bisa mengemban tanggungjawab yang diberikan oleh orangtua anak didik dengan sebaik mungkin.
Kuncinya ada pada hubungan yang saling bersinergi satu sama lain. Dan itu idealnya memang dimulai ketika para orangtua mengantar anak mereka di hari pertama sekolah. Mengantar anak demi sekedar mendapatkan bangku terdepan lalu pulang tidak akan berdampak besar bagi pendidikan anak.
Satu hari yang istimewa ini akan memberi impact baik itu pada mental dan intelektual pada anak didik selama satu tahun kedepan. Kuncinya adalah hubungan humanis antara semua pihak dengan saling mendekatkan dan membuka diri. Ingatlah bahwa anak-anak bukan robot dan sekolah bukan mesin pencetak orang pandai. Semuanya dimulai sejak hari pertama sekolah.
Silakan simak video pengalaman mengantar anak di hari pertama sekolah https://youtu.be/gJZhFTvKXRQ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H