Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gadis Berhijab pada Misa Sore itu

3 Juli 2016   05:12 Diperbarui: 3 Juli 2016   15:38 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang gadis berhijab tampak tampak ragu untuk masuk ke dalam Gereja Maria Annai Velangkani Sabtu sore. Di dalam  terdengar umat sudah sedang bernyanyi lagu pembukaan tanda Misa baru akan dimulai.

“Nggak apa-apa….” jawab perempuan seusianya, menjawab keraguan gadis tersebut. Rupanya gadis itu tidak datang sendirian.

Gadis berhijab itu maju-mundur untuk mengikuti temannya masuk ke dalam. Petugas gereja keturunan India, yang biasa bertugas menjaga ketertiban di situ  kemudian mendekat.

“Boleh ..boleh..masuk saja.” katanya dengan ramah.

(dok.pri)
(dok.pri)
Saya kemudian tidak terlalu memperhatikan karena beralih tempat untuk menyimpan sepatu. Di Gereja ini umat dan pengunjung lain yang ingin masuk memang diwajibkan untuk melepas alas kaki. Gadis itu tampak berjalan perlahan masuk mengikuti temannya. Mereka lalu mengambil tempat duduk di bangku deretan belakang.

Sungguh sebuah pemandangan menarik ketika ada saudara dari agama lain mengikuti sebuah Misa. Sebenarnya cukup sering saudara yang beragama Islam, Buddha, atau Protestan berkunjung ke Gereja Maria Annai Velangkani. Karena Gereja ini sepertinya sudah menjadi obyek wisata religi bagi siapapun. Sebagian besar dari mereka memang melihat dari dekat keunikan Gereja Maria Annai Velangkani yang mengadopsi budaya India pada arsitekturnya.  Dan beberapa yang lain sengaja berdoa lewat perantaraan Bunda Maria.

Rumah ibadah menjadi tempat yang mendamaikan
Rumah ibadah menjadi tempat yang mendamaikan
Kembali ke gadis berhijab tadi. Dalam perjalanan saya ke bangku setelah menyambut komuni saya coba melihat ke arah tempat gadis itu duduk. Tenyata ia masih di situ. Tahan juga ia mengikuti ritual yang hampir 1,5 jam lamanya itu. Rasa bosan mungkin menghampiri, tapi semoga saja tidak.

Saya coba menebak apa yang ada dalam pikiran gadis itu? Duduk mengamati upacara agama lain mungkin menarik. Menemukan sesuatu yang baru. Pastinya sangat berbeda dengan apa yang ada dalam agamanya. Saya pikir gadis itu punya keberanian untuk sebuah keingintahuan.

Pasti akan timbul banyak pertanyaan-pertanyaan. Sama seperti ketika dulu saya mesti ikut yasinan selama 7 hari ketika KKN  dulu. Atau melihat dan mendengar ibadah Sholat Jumat dari parkiran karena menunggu teman yang sedang beribadah. Bisa juga ia menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan tentang orang Katolik. Atau ia merasa bahwa apa yang selama ini ia pahami tentang Kristen ternyata berbeda.

Pastinya ia pun akan mengamini tentang ajaran tentang kasih dan persaudaraan. Tentang perdamaian dunia. Nilai-nilai kebaikan universal manusia yang beradab. Tentang pentingnya kita mengucapkan syukur atas rahmat-Nya.  Tentang Tuhan yang maha Rahim, maha pengampun dosa-dosa manusia yang pastinya diikuti dengan pertobatan.

Syukurlah kelompok koor pada Misa itu  tampil cukup bagus sehingga tidak akan membuat siapapun yang mengikutinya menjadi mengantuk. Salah satu lagu yang mereka bawakan berjudul  “Keluarga Tanda Cinta”.  Dimana keluarga adalah gereja kecil (Ecclesia domestica) tempat iman tumbuh dan bersemi dalam cinta kasih. Sesuai dengan tema Sinonde VI Keuskupan Agung Medan

Rasanya kita pun setuju  bahwa keluarga adalah rumah Masjid, Vihara, atau Pura kecil.Saya jadi ingat pernah seorang teman mengatakan bahwa orang yang meruntuhkan keluarga ibaratnya meruntuhkan sebuah Masjid.

Ketika menulis pengalaman ini saya tiba-tiba membayangkan situasi ketika momen “Salam Damai” sesuai Doa Bapa Kami. Pada momen tersebut umat biasanya bersalaman  dengan orang-orang yang dudukya berdekatan. Apakah gadis tersebut ikut saling memberikan salam? Entahlah…

Misa usai, umat biasanya melakukan doa pribadi sejenak. Setelah berdoa saya coba melihat kebelakang. Bangku si gadis tampak kosong, sepertinya ia sudah pulang. Sebenarnya ingin rasanya menemuinya dan bertanya sedikit-sedikit tentang pengalaman barunya itu. Karena ini sungguh menarik untuk tahu alasan disebalik kehadirannya itu.

Pastinya tidak ada terlintas dalam benak bahwa gadis tersebut akan masuk Katolik. Jelas bukan sebuah perkara yang mudah untuk menjadi Katolik. Bagi saya adalah hal yang mustahil dia menjadi murtad, melepaskan hijabnya hanya karena mengikuti upacara ibadah agama lain.  

Saya salut akan keberaniannya. Bagaimana jika teman-teman atau keluarganya tahu ia ‘ikut’ Misa? Salut dengan keberaniannya menjadi minoritas dalam sebuah kerumunan.  Tetap pada identitasnya sebagai seorang Muslim. Seorang gadis yang berani untuk menjadi ganjil dengana alasan yang mungkin dia dan Tuhan saja yang tahu.

Salam Damai….Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun