Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Event Moge Itu Bagus juga Buat Pariwisata Yogyakarta

18 Agustus 2015   01:41 Diperbarui: 18 Agustus 2015   03:38 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini yang sedang menjadi trending topik adalah Aksi berani Elanto Wijoyono yang menghadang rombongan moge. Semua itu berangkat dari kejengahan melihat arogansi dan dan kurang santunnya pengendara moge selama ini. Plus rasa kekecewaan terhadap pemanfaatan fasilitas negara yaitu voorrijder yang tidak pada tempatnya.

Kehadiran moge dan komunitas bikers di Yogyakarta sendiri untuk memeriahkan event Jogja Bike Rendezvous. Sekaligus memeriahkan perayaan HUT RI ke-70 yang dipusatkan di Candi Prambanan. Beberapa kalangan menilai bahwa moge-moge tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat Yogyakarta. Kecuali polusi suara dan mungkin juga kecemburuan sosial.

Sempat saya baca di sebuah artikel media online, Elanto mengatakan “Tanpa Moge, Wisata Yogya Tetap Hidup”. Benar sekali, tidak bisa dipungkiri memang dari dulu Yogyakarta punya magnet tersendiri untuk menarik wisatawan. Wisatawan lokal maupun manca negara. Wisata Yogya memang hidup, tapi hidup yang seperti apa dulu?

"Warga itu tidak peduli dengan keuntungan itu, yang kami tahu, kami yang mendapatkan dampak negatifnya." Kata Elanto, yang saya kutip dari sini.

Jika hanya melihat dampak negatif dan menutup mata pada dampak positif ya tentu saja akan selalu membuat sikap penolakan. Koq rasanya egois sekali ya.

Kebetulan saya cukup lama tinggal di Yogyakarta dan sempat merasakan bekerja di sebuah hotel di kota pelajar tersebut. Event-event yang diadakan di Yogyakarta adalah berkah bagi orang-orang yang terlibat dalam industri ini. Baik itu langsung maupun tidak langsung.

Hotel-hotel di Yogyakarta yang jumlahnya semakin bertambah itu hanya ramai saat-saat tertentu saja. Yaitu libur akhir tahun, lebaran, dan libur sekolah. Selain itu hotel boleh dikatakan sepi, kecuali hotel-hotel yang punya jaringan dan marketing bagus.

Okupansi mencapai 50% saja sudah bagus, belum lagi jika kejadian tidak terduga seperti bencana alam atau aksi terorisme. Yang terjadi adalah perang harga, dan ini merugikan semua pihak. Kalau tidak percaya silakan cek di sini.

Jika hotel ramai berarti service charge akan naik. Imbasnya tentu pada para karyawan hotel. Gaji pokok pekerja hotel itu tidak besar 'lho. Jangan dipikir mereka yang bekerja di hotel bintang lima maka gajinya tinggi.

Mereka selalu berharap dari service charge. Makanya mereka selalu bekerja sebaik mungkin agar image hotel mereka bagus dan tamu akan kembali. Bagi pekerja hotel kasual alias bukan pekerja tetap pun sama. Semakin banyak tamu, semakin besar kans untuk mendapatkan uang sampingan dari tips misalnya. Sampai ada yang rela nyuci atau bersihin motor-motor tamu demi mendapatkan uang tambahan. Bayangkan jika ada 4 ribuan biker yang datang ke Yogyakarta!

Ini berkah juga bagi sopir taksi maupun tukang becak yang mangkal di sekitar hotel. Belum lagi tukang jual gudeg, bakpia atau cinderamata. Sedangkan bagi obyek wisata dan pelaku usaha di sana pasti ketiban rejeki. Mereka itu juga bagian dari masyarakat Yogyakarta, dan orang-orang kecil yang hidup dari pariwisata Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun