Dalam hati saya mengamini jawabannya. Alangkah indah menyambut Idul Fitri dengan hati yang bersih. Saya tahu teman ini meminta maaf dengan tulus. Walau gayanya dan tampangnya kayak preman. Kalau nyetatus bikin sebal orang tapi sesungguhnya hatinya baik. Sama dengan tone suaranya di telpon itu yang penuh kehangatan.
Sebuah permintaan maaf dari Riyadh yang bikin hati saya terharu. Betul, hati saya berdebar mendengar permintaan maaf itu. Bagaimana bisa teman ini bisa tiba-tiba ingat saya. Saya percaya dia telpon bukan karena kesepian berada di negeri orang. Itu semua karena dia ingin menyambut Idul Fitri dengan hati yang bersih.
Setelah 1 bulan menjalani kewajiban agamanya untuk berpuasa Ia ingin melengkapinya dengan pembersihan hati. Manusia yang kembali pada fitrahnya. Buat saya ini 'sesuatu' sekali.
Terima kasih teman atas telponnya. That’s a big surprise. I really appreciate it. Berharap dirimu bisa menemukan kembali mood untuk menulis di Kompasiana. Saya tahu dirimu salah satu penulis jenius yang pernah ada di rumah sehat kita ini.
Selamat Idul Fitri teman yang jauh di perantauan. Ijinkan saya mohon maaf juga, lahir dan bathin. Eh sekalian ucapan yang sama untuk segenap admin Kompasiana Kang Pepih, Bang Isjet, Mas Nurul, Mbak Ella...dll. Dan tidak ketinggalan pada para sahabat penulis Kompasiana yang merayakan.
Â