Mohon tunggu...
Venty Nilasari
Venty Nilasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Lagi Kerangka Pendidikan di Sekolah, Mungkinkah?

18 April 2024   20:18 Diperbarui: 18 April 2024   20:18 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Courtesy: Tirto.id

Bulan depan, kita akan memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei. Menyoal dunia pendidikan memang tidak akan habis dibahas. Borok dunia pendidikan yang sudah lama menjangkit, semakin menganga lebar dengan terjadinya pandemi dalam kurun waktu hampir 2 tahun. 

Selama ini, pendidikan Indonesia yang  kehilangan rohnya hanya menghasilkan generasi minim kapasitas dan moralitas. Degradasi ini mudah terlihat dampaknya di berbagai sektor, mulai dari yang berat sampai hal yang tampak "sepele". Dari korupsi, kekerasan di sekolah, sampai plagiarisme dan maraknya berita hoax. Semua hal tersebut menjadi sebab musabab dalam lingkaran setan pendidikan yg sakit ini.

Fenomena gunung es dalam dunia pendidikan harus segera mendapat penanganan. Masalah demi masalah harus "dipetani", dikembalikan ke jalur yang benar agar pendidikan kembali mengemban tugas mulianya. 

Saya sebagai seorang pendidik telah merasakan keresahan ini bahkan sejak tahun pertama saya mulai mengajar. Hal-hal yang terjadi di sekolah, walaupun bertentangan dengan hati nurani terpaksa dilaksanakan karena saya hanyalah butiran deterjen di tengah lautan hierarki sistem ini.

Pernah suatu ketika saya menuliskan nilai tanpa menghiraukan KKM. Tak segan saya tulis angka 6, 5 bahkan 4. Lha memang nilainya segitu. Apa ndak ada belas kasihan? Mbok ya dikatrol sedikit bu? Begitulah komentar guru lain saat melihat betapa medhitnya saya. Nilai yang tertera di raport bukan suatu masalah besar waktu itu, toh saat kelas 12, ada raport bayangan untuk mereka yang terpilih dan bersedia mengikuti jalur PMDK. Seingat saya, pihak sekolah mengubah nilai raport siswa tanpa meminta persetujuan lisan maupun tertulis dari guru mapelnya.

Kejadian berikutnya adalah bermain petak umpet dengan aparat kepolisian ketika UN berlangsung. Entah di daerah saya saja atau di daerah lain juga mengalaminya. Saya baru mengetahui alasan kalau guru mapel UN dilarang menjadi penjaga, sebenarnya adalah untuk diminta membuat kunci jawaban bagi para siswanya. 

Pagi-pagi sekali kami diminta datang ke rumah salah satu guru yang rumahnya berada di sekitar sekolah untuk mengerjakan soal yang hari itu akan diujikan. Selama ini saya sudah susah payah mengajar mereka hanya untuk disuapi jawaban saat ujian seperti ini? Maka tak heran saat ujian berlangsung, banyak siswa jadi tak menyentuh lembar soal yang sudah dibagikan. Tak ada corat coret hitungan, pun komat kamit hafalan. Mereka lebih memilih terkantuk-kantuk kemudian tidur pasrah, lha wong ada juru kunci yang akan datang 10 menit sebelum bel berbunyi. Sungguh gemes tapi hanya bisa mengumpat dalam hati, memaki dalam sepi. Kejadian memprihatinkan lain tentu saja masih banyak dan akan sangat panjang jika dibuat daftarnya.

Terjadinya pandemi secara brutal memukul dunia pendidikan, tak terkecuali. Para guru dipaksa untuk bisa memanfaatkan IT guna menjembatani pembelajaran di rumah secara daring. Banyak juga orang tua yang akhirnya memutuskan untuk memilih homeschooling. Metode yang mulai banyak diminati karena sekolah tak lagi mampu menampung idealisme pendidikan.

Terlepas dari Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) yang akan diterapkan, sebagai pendidik sekaligus sebagai orang tua saya menuliskan beberapa poin berdasarkan pengalaman dan sebagian lagi dirujuk dari salah satu metode Charlotte Mason (CM) yang menjadi bahan refleksi saya agar pendidikan membangun pribadi anak secara holistik. 

  • Menemukan Filosofi Pendidikan yang Tepat

Filosofi akan menjadi jiwanya pendidikan. Tanpa filosofi, maka pendidikan hanya akan berjalan tanpa arah dan tujuan, seperti yang selama ini terjadi. 

Ki Hajar Dewantara sudah menggemakan filosofi pendidikan yang sangat agung. Ing Ngarso sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di depan menjadi teladan, di tengah membangun kehendak, di belakang memberikan dukungan. Semboyan yang diperuntukkan bagi guru ini seakan sudah tergilas waktu dan perubahan jaman. Padahal jika diresapi dan menjadi nafas pendidikan, nilainya amatlah luhur. 

  • Pembaruan dengan Kurikulum Kaya

Kurikulum yang kita pakai selama ini acapkali berubah seiring pergantian tampuk menteri pendidikan. Makin lama makin banyak tuntutan superfisial tanpa menyentuh aspek spiritual peserta didik. Akhirnya, lahirlah output yang meskipun menghabiskan seharian waktu di sekolah, tapi masih belum paham tentang esensi belajar.

Idealnya, kurikulum disusun dengan sederhana tapi sarat makna. Menurut CM, 3 pengetahuan utama bagi anak-anak adalah tentang Tuhan, manusia dan alam semesta.

Guru selama ini disibukkan dengan rencana pembelajaran yang dituntut paripurna. Padahal tugas utama dan pertamanya adalah mendidik. Sebagai atmosfer belajar alamiah peserta didik, guru selayaknya senantiasa belajar sepanjang hayat. Sehingga kehadiran guru akan selalu menginspirasi peserta didiknya, tanpa terlalu banyak mendikte apalagi dengan marah-marah.

Karakter baik pada kurikulum sebelumnya yang dijelaskan panjang lebar dalam rencana pembelajaran, sudah sewajarnya menjadi bagian dari keseharian yang dilakukan dengan disiplin dan ajeg, baik oleh siswa maupun gurunya sendiri.

Seperti halnya aspek badaniah yang kebanyakan menjadi tujuan pembelajaran, aspek rohaniah juga hendaknya dihidupi agar senantiasa hidup. Jiwa dan pikiran kita juga membutuhkan makanan, yaitu berupa ide-ide hidup, yang datang dari pikiran orang-orang berjiwa besar. Ide-ide ini tertulis dalam buku berkelas sastrawi klasik yang saya yakin sudah jarang dikenalkan pada siswa di sekolah. 

Pembelajaran di sekolah, apalagi di jenjang dasar, tidak perlu berlangsung lama. Short lesson. Pelajaran yang singkat namun padat, daging semua. Terlalu lama duduk dalam ruang kelas tertutup juga tidak selaras dengan fitrah anak yang nalurinya bermain bebas. Kegiatan belajar mengajar baiknya mempertimbangkan berkegiatan di alam sebanyak mungkin sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. Harapannya agar para siswa  mengenal semesta lebih dekat, melindungi dan memeliharanya secara nyata.

  • Mengawal Penggunaan Dana BOS

Dana pemerintah yang dialokasikan untuk dunia pendidikan bukan angka yang sedikit. Sebesar 20% APBN dianggarkan untuk memajukan pendidikan Indonesia. Seharusnya jika digunakan secara bijaksana akan ada banyak perkembangan berarti terutama dalam hal infrastruktur dan kesejahteraan guru. 

Namun kenyataan yang terjadi berbicara lain. Pungli dan penyelewengan masih marak terjadi, terutama oleh oknum yang mengakali aplikasi pelaporan dana bos. Anggaran belanja yang di mark up, pengadaan sarana yang berkualitas di bawah standar, dsb. Parahnya, hal ini dianggap sudah menjadi budaya dan masyarakat menjadi permisif, bahkan kadang pihak atasan melindungi dan menutupi.

  • Memangkas Birokrasi dan Administrasi

Bukan rahasia umum lagi kalau birokrasi itu sinonim dengan pepatah "kalau ada yang ruwet kenapa harus simple". 

Birokrasi pendidikan yang selama ini dikeluhkan berbelit-belit, memang persoalan yang rumit yang disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah kewenangan yang tumpang tindih, kebijakan yang tidak transparan, dan banyak hal lainnya. 

Bagi guru, rutinitas awal semester yaitu membuat perangkat pembelajaran adalah termasuk salah satu kewajiban guru. Setelah monitoring, maka tumpukan itu akan berakhir teronggok di dalam lemari, bertahun-tahun sampai akreditasi sekolah tiba, atau nggak keburu menjadi camilan rayap. Sudah waktunya kita beralih menuju digitalisasi untuk efisiensi dan optimalisasi administrasi. Kabar baiknya, di KM guru sudah dibebaskan dengan tetek bengek perangkat ini. Wah, bukankah hal ini sangat melegakan?

  • Menggiatkan Kembali Literasi

Darurat literasi saat ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya kurangnya buku berkualitas yang beredar, minimnya dukungan pemerintah, serta kurangnya gairah membaca masyarakat.

Buku yang diedarkan pemerintah, baik buku teks pedoman maupun buku bebas, sorry to say, sangat jauh dari bermutu. Terlalu banyak typo bahkan salah konsep. Buku picisan tersebut tak akan banyak berdampak untuk memajukan literasi kita.

Membaca buku berkualitas untuk menghidupi jiwa anak-anak sama perlunya dengan memberi makan tubuh kita. Kegiatan literasi bukan hanya sekedar membaca, tapi bernalar dan bernarasi, baik dengan lisan maupun tulisan. Jika anak-anak sudah terbiasa dengan literasi, mereka akan menjadi generasi yang kritis dengan isu sosial yang tengah terjadi.

  • Meningkatkan Kualitas SDM Guru

Guru adalah ujung tombak pendidikan. Kualitas pendidikan secara keseluruhan bisa dinilai dengan melihat kualitas guru. Saat ini upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru sudah mulai menggeliat. Adanya program guru penggerak dan berbagai macam webinar daring yang diselenggarakan oleh berbagai pihak turut berperan serta mempercepat upgrade pengetahuan bagi guru. 

Pekerjaan guru selama ini banyak dipandang sepele, terutama guru SD. Padahal pekerjaan ini tanggung jawabnya gak main-main, dunia akhirat. Para guru diembani tugas untuk membantu melukis masa depan generasi mendatang. Di pundak para gurulah, beban masa depan bangsa ini dipikul.

Mindset para guru juga harus di upgrade. Guru adalah profesi mulia, bukan profesi putus asa yang dijalani ketika ditolak bekerja dimana-mana. Passion mengajar anak itu layak tumbuh dan dihidupi dalam jiwa para guru. Karena mendidik bukan hanya tentang mentransfer ilmu, tapi membentuk pribadi anak dengan hati.

Guru juga harus dibekali dengan kemampuan IT yang mumpuni. Masih banyak guru yang belum bisa memanfaatkan gadget dengan baik sehingga pekerjaan administrasinya dikerjakan oleh orang lain yang tentunya bilang wani piro.

  • Pendidikan dari Rumah adalah Fondasi

Orang tua bertanggung jawab penuh atas pendidikan anak. Pendidikan di rumah adalah fondasi bagi seluruh rangkaian pendidikan, baik akademis dan non akademis bagi anak.

Pendidikan tidak bisa sepenuhnya diserahkan pasrah bongkokan pada guru. Pandemi seolah mengingatkan orang tua bahwa mendidik bukan perkara sepele. Pekerjaan yang diamanahkan langsung oleh Sang Khalik harus diemban dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab. 

Pendidikan di sekolah akan berhasil jika pendidikan orang tua di rumah berjalan baik. Guru hanya bertemu anak didik selama beberapa jam di sekolah. Waktu mereka lebih banyak di rumah daripada di sekolah.

Orang tua seharusnya menyadari bahwa perannya tidak main-main. Walaupun menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, kita wajib terus belajar dan berbenah diri demi menjadi orang tua terbaik untuk putra putri kita. 

Visi misi keluarga yang dijalankan harus kompak diimani baik Ayah dan Bunda. Pendidikan orang tua yang baik menghasilkan anak bermental tangguh dan mandiri, dimanapun mereka berada.

Tidaklah mustahil mewujudkan pendidikan sekolah yang maju asal semua pihak bersinergi. Berjalan lambat tidak mengapa, asal bergerak maju. Karena semua hal tersebut membutuhkan proses yang tidak instan. Saya sangat berharap banyak pada tagline Merdeka Belajar, Setiap Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah yang digaungkan oleh kementerian pendidikan beberapa waktu ini. 

Kurikulum Merdeka menjanjikan banyak perubahan signifikan yang diharapkan bisa memperbaiki kualitas dunia pendidikan Indonesia. Semoga masa depan yang dititipkan pada generasi Alpha mampu bersinar lebih benderang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun