Pernahkah kita menyukai atau membenci suatu pelajaran pada saat sekolah? Tentu pernah lah ya. Kira-kira apakah yang menjadi penyebabnya? Kemungkinan sebagian besar bukan karena pelajaran tersebut terlalu sulit. Tetapi lebih cenderung pada faktor siapa yang membawakan pelajaran tersebut. Jika guru mengajar dengan menyenangkan, maka respon siswa dalam proses belajar akan baik. Sebaliknya, ketika wajah gurunya angker dan suasana kelas horor, hampir dipastikan siswa akan sukar memahami materi.
Merujuk pada filosofi Ki Hajar Dewantara, seorang guru haruslah merdeka. Merdeka badannya, merdeka juga jiwanya. Hal tersebut juga sejalan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Jika sudah terpenuhi kebutuhan dasar, psikologis dan pemenuhan dirinya, maka niscaya seorang guru akan menjadi pribadi yang bahagia. Yang tentu saja hal tersebut akan meresonansi jiwa siswa-siswinya dan guru-guru lain di sekitarnya.
Sekilas menjadi guru terlihat sangat remeh. Tetapi, saya yakin tidak semua orang bisa melakukannya. Guru adalah profesi mulia yang melahirkan banyak profesi lain. Bahkan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa pernah disematkan walaupun saat ini hal tersebut sudah tidak lagi relevan di jaman ini.
Menjadi guru profesional bukan berarti menjadi guru yang serba bisa dan mampu melakukan apapun. Menurut Rusman (2011) guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang luas di bidangnya.
Sebagai guru yang masih belasan tahun berkecimpung di dunia pendidikan, tentunya pengalaman saya masih seujung kuku dibanding guru-guru yang lebih senior. Tetapi selama rentang waktu tersebut, saya mulai menemukan ramuan yang mungkin saja bisa di ATM (Amati Tiru Modifikasi) untuk menjadi lovable teacher.
1. Ramah dan Perhatian
Menghadapi belasan atau puluhan siswa setiap hari membutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang perlu dipupuk dan dilatih. Masing-masing mereka ingin diperhatikan dan didengarkan. Tak jarang saat lelah dan jenuh guru menjadi uring-uringan di kelas karena mungkin kebutuhannya sendiri ada yang belum terpenuhi, misalnya sarapan atau sekedar ngobrol remeh dengan rekan sejawat.
Hal yang perlu dilakukan adalah mengambil jeda sebentar untuk menetralisir emosi. Lalu kembali lagi ke dalam kelas saat mood kita sudah stabil.
2. Jalin Komunikasi Efektif
Komunikasi disebut efektif jika mampu dipahami oleh kedua belah pihak, baik dari penyampai informasi dan pendengar sehingga terjadi perubahan sikap dan hubungan keduanya terjalin baik (Wikipedia). Komunikasi efektif dalam hubungan guru dan siswa akan sangat membantu terlaksananya pembelajaran bermakna dan akan berakibat positif pada minat dan motivasi belajar siswa.