Dikutip dari Kompas.com, Berdasarkan data yang disajikan oleh  Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih milenial mencapai 70 juta-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Artinya, sekitar 35-40 persen memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang.
Berdasarkan data yang disebutkan dapat ditarik kesimpulan generasi milenial merupakan salah satu kunci kesuksesan pemilihan umum.
Namun, yang masih terus menjadi perdebatan sekarang adalah seberapa jauh tingkat partisipasi generasi milenial terhadap politik.
Mungkin sebagian besar bisa dilihat bahwa golongan muda merupakan golongan yang sangat tidak menyukai dan mau terlibat kedalam dunia politik.
Kecenderungan pemikiran milenial yang melihat citra buruk pemimpin sekarang semakin membangun persepsi buruk mereka terhadap bidang politik yang akan berimbas pada kenyataan bahwa generasi milenial menjadi generasi yang kurang memperdulikan partisipasinya dalam kehidupan politik.
Partisipasi milenial dalam dunia politik sangat diperhitungkan, mengingat milenial merupakan bonus demografi bagi partai politik partisipasi dan idealisme generasi milenial bisa sangat menentukan dalam suatu kesuksesan dunia politik, terutama pada pesta politik yang akan Indonesia selenggarakan dalam bentuk pemilihan pemimpin dengan titel "orang nomor satu atau RI 1" ini.
Partisipasi generasi milenial tidak hanya dari segi pemilihan itu sendiri, melainkan juga sebagai relawan di media sosial dan dunia nyata. Sikap milenial yang up date memungkinkan mereka berpartisipasi aktif dalam bentuk penyebaran informasi yang mereka rasa baik  dan perlu mendapatkan dukungan khusus.
Permasalahan yang terjadi dalam internal politik itu sendiri terkadang menjadi faktor penentuan dalam penilaian kaum milenial terhadap politik.
Banyaknya kasus yang melibatkan elit politik seperti korupsi, penyebaran berita hoax dan kesan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan masih melekat dalam persepsi kalangan muda terhadap dunia politik.
Sikap milenial yang sangat idealis inilah yang menjadikan mereka dalam golongan yang terkesan "mengacuhkan" kehidupan dunia politik. Dimana sekarang untuk mendulang suara antara petahana dan pesaingnya banyak cara yang dilakukan, penyebaran isu SARA dan praktek politik identitas dan lainnya menjadi sangat meresahkan kaum milenial untuk memilih.
Solusi, menanamkan kesadaran bahwa dengan menjadi pemilih cerdas dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan politik generasi milenial juga turut membantu dalam pembangunan suatu daerah.
Milenial merupakan bonus bagi kemajuan politik di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Memahami karakter dan kecenderungan memilih dengan style milenial sangat membantu dalam memperoleh partisipasinya.
Penanaman pengubahan paradigma dalam perspektif pemilih pemula sangat disarankan agar tidak terjadi paham politik kolot yang tidak menarik minat milenial untuk terlibat dalam dunia politik. Halnya seperti politik identitas yang sekarang sedang menyeruak dan politik yang terkesan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suara.
Untuk itu sangat disarankan bagi partai politik dan penyelenggara pemilihan umum serta institusi terkait untuk memberikan pemahaman menyeluruh berkaitan dengan perkembangan pemahaman dan paradigma generasi milenial terhadap kehidupan bidang politik.
Dengan banyaknya kasus golput yang melibatkan generasi milenial sebagai peserta aktif, perlu adanya perhatian khusus dan berbagai sosialisasi kekinian untuk menarik minat generasi milenial untuk berpartisipasi dan terlibat dalam dunia politik.
Penyelenggaraan seminar, webinar dan pendidikan kesadaran partisipasi politik di dunia universitas juga perlu di perhatikan untuk mengurangi angka absennya pemilih dari kalangan milenial. Kerjasama antara berbagai pihak memang sangat diperlukan jika ingin mendulang suara dan melihat partisipasi penuh generasi yang menjadi bonus demografi ini.