Mohon tunggu...
Konstantinus Jalang
Konstantinus Jalang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Berfilsafat dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berfilsafat bersama Leibniz

4 Maret 2021   12:53 Diperbarui: 4 Maret 2021   12:57 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lalu, doktrin ini dikritik oleh Spinoza. Bagi Spinoza, substansi itu hanya satu. Substansi dalam Spinoza tidak lain adalah prinsip dasar realitas atau dasar eksistensi dari semua yang ada. Sementara yang dimaksud dengan substansi ekstensa dan ide tentang Allah dalam Spinoza tidak lain adalah atribut dari substansi. 

Lebih lanjut Spinoza menendaskan bahwa yang dimaksud dengan substansi ialah bahwa realitas yang disebabkan oleh dirinya sendiri atau dalam bahasanya Russel 'yang dikandung oleh dirinya sendiri'.  Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa substansi adalah subjek di mana predikat-predikat melekat. Predikat dengan demikian melulu bergantung pada subjek.


Leibniz kemudian hadir dengan terminologi filosofis yang sama sekali berbeda dengan para filosof terdahulu. Leibniz manamai Dasar Eksistensi dengan istilah Monad. Leibniz mengatakan bahwa Monad merujuk pada Dasar Eksistensi dari segala entitas yang ada. Monad tidak lain itu yang dari mana segala sesuatu berasal. Dia tak terbatas dan tak dibatasi oleh apapun di luar dirinya. Leibniz menandaskan demikian: "The universe is made up of an infinite number of monads or 'simple substances' without 'parts' and without 'windows by which anything could come in or go out'".  Dalam Leibniz, Dasar Eksistensi yang ia sebut Monad memiliki karakter non-material, rohaniah, kekal, tidak berkeluasan, dan tidak memiliki hubungan apapun dengan realitas di luar dirinya. Dengan kata lain, Monad yang dimaksud oleh Leibniz di sini merujuk pada persepsi, kecenderungan, atau hasrat yang berkembang oleh dirinya sendiri dan bukan alasan eksternal. Dalam Leibniz, setiap entitas partikulir tersebar monad-monad yang juga memiliki karakter tersendiri. Pada saat yang sama, Leibniz juga mengakui akan Monad Purba sebagai 'penyetel' monad-monad yang tersebar dalam alam semesta.


Untuk mempertegas konsistensi intelektualnya, Leibniz kemudian menyampaikan konsekuensi logis atas doktrinnya tersebut. Menurutnya, setiap realitas partikulir ataupun fenomena memiliki prinsipnya tersendiri. Suatu entitas fisik -- meskipun tampak organis- tersusun oleh monad-monad yang memiliki prinsip tersendiri. Tampak tersusun tidak berarti indikasi kerja sama atau hubungan sebab-akibat dari setiap monad di dalamnya. Seorang manusia yang tampak hadir sebagai pribadi yang tersusun atas jiwa dan raga dan atas berbagai organ biologis, bagi Leibniz, adalah realitas yang sesungguhnya terbentuk oleh beragam monad yang sama sekali memiliki prinsip yang khas dan berbeda satu sama lainnya. Dalam Leibniz,  prinsip kausalitas yang melihat satu fenomena sebagai yang disebabkan oleh fenomena yang lain sama sekali disangkal.


Kayu yang terbakar dengan demikian tidak pernah disebabkan oleh api yang menyulutnya. Kayu terbakar semata-mata lantaran di dalamnya punya monad-monad yang meniscayakannya terbakar. Bagi Leibniz, hubungan kausalitas itu hanya fenomena yang tampak kasat mata, namun pada saat yang sama menipu mata. Baginya, yang terjadi sebetulnya ialah fenomena yang satu hanya terjadi setelah atau sebelum fenomena yang lainnya. Atau lebih tepat, fenomena yang satu hanya secara kebetulan terjadi sebelum atau sesudah fenomena yang lain. Kausalitas tidak lain adalah persepsi subyek yang bagi Leibniz keliru. Kenyataan tersebut tidak lain adalah fenomena atau peristiwa koinsidensi, di mana fenomena yang satu secara kebetulan terjadi sebelum atau setelah fenomena yang lain.


Namun, temuan intelektual Leibniz menyisahkan satu pertanyaan fundamental, yakni: Bagaimana Leibniz menjelaskan keteraturan alam semesta? Apakah keteraturan ini tidak mengandaikan prinsip relasionalitas atau kausalitas antara setiap monad yang ada dalam setiap entitas partikulir? Berhadapan dengan pertanyaan ini, Leibniz pertama-tama sekali-lagi menegaskan bahwa di setiap realitas partikulir terdapat banyak monad yang juga memiliki prinsip yang berbeda satu sama lainnya. Berbeda tidak berarti saling bertentangan. Harmonisasi dan keteraturan setiap monad sudah 'disetel' oleh Realitas Tertinggi yang ia sebut sebagai Monad Purba. Monad Purba merupakan aktivitas murni, actus purus.  Harus diakui bahwa temuan ini mau tidak mau membuat Leibniz mengakui eksistensi Realitas Tertinggi. Leibniz menegaskan bahwa berdasarkan argumentasi ontologis, eksistensi Tuhan dapat diterima. Tuhan dalam Leibniz merujuk pada 'Realitas yang perlu' atau 'substansi sederhana' yang menjadi "Penelor" monad-monad yang ada dalam setiap realitas partikulir.  


Afirmasi Leibniz terhadap eksistensi Tuhan perlu dipertanggung jawab lebih lanjut. Pertanyaan yang perlu dijawab oleh Leibniz ialah apakah Tuhan itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, Leibniz pertama-tama menguraikan distingsi yang tegas antara monad-monad yang ada dalam diri manusia dengan monad-monad yang tersebar dalam makhluk lain di belantara alam semsta. Bagi Leibniz, monad-monad yang tersebar dalam makhluk lain atau benda-benda lain hanya mencerminkan alam semesta, sedangkan monad-monad yang berdiam dalam diri manusia mencerminkan juga Allah. 

Lebih lanjut Leibniz menegaskan bahwa dalam keadaan sadar, selain menyadari keberadaan monad-monad di sekitarnya, manusia juga menyadari keberadaan Monad Allah.  Dengan kata lain, manusia memiliki kemampuan menyadari atau mungkin lebih tepat mengintuisi keberadaan Realitas Transenden yang Leibniz sebut sebagai Monad Purba. 

Di sini akan disampaikan beberapa argumen Leibniz untuk membuktikan eksistensi Tuhan. Pertama, Leibniz menegaskan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Allah terbukti. Bukti ini disebut ontologis. Kedua, adanya alam semesta dan ketidaklengkapannya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini dan Yang Transenden ini disebut Allah. Ketiga, ia berpendapat bahwa manusia selalu berusaha mencapai kebenaran abadi dan bahwa kebenaran macam itu tak bisa dihasilkan oleh manusia. Kenyataan ini membuktikan adanya pikiran Abadi, yaitu Allah. 

Keempat, Leibniz menandaskan adanya keselarasan di antara setiap monad membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokkan mereka satu sama lain. Yang mencocokkan itu adalah Allah.


Berdasarkan uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa bagi Leibniz, substansi itu bukan hanya satu, melainkan banyak. Di samping itu, ia juga mengakui bahwa hanya ada satu substansi murni, yakni Monad Dasar; Realitas yang ia sebut sebagai Monad Purba. Monad itu merujuk pada Allah. Keharmonisan monad-monad dalam alam semesta sudah dipersiapkan oleh Monad Purba sebelum segala sesuatu ada. Leibniz kemudian mengemukakan bahwa bila dalam matematika ada titik sebagai prinsip terkecil, dan dalam fisika terdapat atom, maka, dalam metafisiska, terdapat monad-monad sebagai prinsip dasar.  Sekali lagi dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan monad di sini bukanlah entitas lahiriah yang kasat mata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun