Sebatang Rame-Rame
Peristiwa 'merokok sebatang rame-rame' pasti akan kalian jumpai ketika para perokok kehabisan uang, hahaha. Kehabisan uang membuat perokok 'gigit jari' dan 'makan angin' , hahaha.Â
Tongkrongan yang terdiri dari 5 orang terkadang bisa menghisap sebatang rokok secara bergantian. Saya sering kali bilang, "Ingat Teman Sebelum Api Membakar Tulisan Gudang Garam". hahaha.Â
Sebatang rokok dan segelas kopi untuk sebuah kebersamaan ternyata lebih menyenangkan ketimbang sebungkus rokok untuk diri sendiri. Kebiasaan ini memang tidak sehat tetapi punya nilai. Rokok dan kopi dalam kebersamaan semacam ini sebetulnya sebatas alat untuk kemudian meringankan suasana. Yang terpenting adalah sharing ringan bukan gosip!
Mungkin kalian berkata, tanpa rokok dan kopi pun kita bisa menciptakan suasana kekeluargaan. Sorry bro, kita harus realistis, suasana 'kekeluargaan palsu' tanpa ngobrol santai hanya anda jumpai di ruang rapat anggota DPR.Â
Di sana ada perokok candu, pecandu seks dan bahkan pemakai narkoba, tetapi demi sebuah formalitas, mereka rela 'jadi palsu'. Tongkrongan bukan tempat yang tepat untuk diskusi berat a la akademisi.Â
Tongkrongan adalah tempat yang nyaman untuk saling berbagi dengan cara yang remeh-temeh. Orang-orang di tongkrongan jarang berbicara untuk kepentingan konspiratif yang menjilat.Â
Kalaupun ada, Gunz Akearaboy bilang " Itu Cara Matinya". Para perokok di tongkrongan bukan pembenci formalitas, tetapi mereka  tahu menempatkan diri. Yah, walaupun tidak semua juga, hahaha.
Teman-teman, setiap perokok punya alasan yang berbeda untuk merokok. Ada yang memulai dengan coba-caba, eh malah jadi pemadat. Ada yang merokok lantaran depresi akibat pressure kerja dan tugas kuliah. Ada juga tipe perokok yang bermula gara-gara masalah patah hati; Merokok lantaran ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, hahaha.
Apapun alasannya, kita harus tetap menjadi perokok yang produktif. Kalian boleh merokok tetapi punya karya. Karya tidak harus yang fenomenal seperti punya Bob Marley atau Jean-Paul Sartre.Â
Kesadaran akan kebersamaan pun, saya kira dapat dianggap sebagai sebuah karya yang paling mendasar. Teman atau bahkan pacar bisa dibeli dengan uang boss, tetapi kesadaran hanya bisa pelajari terus-menerus.Â