Semangat berpikir modern  mungkin secara padat diwakili oleh pernyataan masyhur Rene Descartes yang berbunyi demikian: "Cogito Ergo Sum" (Saya Berpikir Maka Saya Ada). Di abad ke - 19, Marx yang diihlami Kant menegaskan bahwa  manusia adalah pencipta sejarahnya sendiri. Dua pernyataan di atas sebetulnya hendak mempertegas bahwa secara kodrati, manusia dianugrahi rasionalitas yang mampu berpikir secara otonom tanpa dibatasi oleh realitas eksternal.
Seorang Filsuf Modern kenamaan asal Jerman bernama Immanuel Kant ( 1724 -1804 ) bahkan mengusung keberanian untuk berpikir mandiri di luar tuntunan tradisi dan otoritas suci gerejawi. Dalam rangka mendorong observasi empiris, Francis Bacon (1561- 1626) berkata: "Knowledge is Power". Bagi Bacon, Pengetahuan yang dimiliki manusia pada dasarnya dapat memajukan kehidupan manusia itu sendiri.
Filsafat Modern tidak lain adalah cara berpikir filosofis yang berusaha melakukan pemberontakkan intelektual atas tendensi pemikiran abad pertengahan. Para pemikir modern melihat perselingkuhan gereja-kekuasaan politik sebagai fenomena yang problematis.
Bila abad pertengahan ditandai dengan kesatuan yang utuh antara Filsafat dan Teologi, maka para pemikir modern berusaha memisahkannya. Iman adalah instrumen refleksi teologis, sedangkan akal budi (rasionalitas) tidak lain adalah alat utama ziarah filosofis. Para pemikir modern benci dengan nuansa pemikiran abad pertengahan yang telah menjadikan filsafat sebagai hamba teologi. Pemisahan Filsafat dari Teologi berlanjut pada abad ke - 18 dan 19 menjadi pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat. Di zaman modern, Filsafat lebih tampil sebagai raja yang perkasa ketimbang babu pelayan teologi.
Salah satu Filsuf empiris modern bernama Thomas Hobbes ( 1588 - 1679 ) menegaskan bahwa Filsafat sama sekali tidak berurusan dengan dunia yang tak dialami secara konkret. Objek studi filsafat melulu realitas partikular yang dapat dialami oleh setiap subjek. Bagi Hobbes, diskursus tentang realitas Transenden atau "Allah" yang tidak dialami dalam pengalaman eksistensial tidak bisa dijadikan  kajian filosofis.
Teman-teman, gerakan intelektual para pemikir modern memiliki fondasi intelektual sejak renaisans. Renaisans (Prancis: Renaissance) secara harafiah berarti 'kelahiran kembali'. Istilah ini dalam bahasa Italia disebut "rinascita" dan dalam bahasa Latin disebut "renasci". Istilah ini memaksudkan 'kelahiran kembali' kebudayaan Yunani dan Romawi kuno yang telah lama dikubur oleh kemegahan wibawa gereja di abad pertengahan. Perlu diketahui bahwa kebudayaan Yunani dan Romawi kuno sangat menghargai manusia sebagai subjek yang konkret dengan segala kebebasannya.
Para pemikir yang berusaha membangkitkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi kuno sering kali disebut sebagai kaum humanis. Mereka sangat menghargai manusia sebagai subjek yang memiliki kebebasan. Perlu diketahui, usaha mereka justru lebih bersifat progresif. Mereka berusaha membuat interpretasi baru atas kekayaan kebudayaan antik demi masa umat manusia yang lebih baik.
Studi mereka justru berorientasi pada penghargaan atas dunia sini, penghargaan atas martabat manusia dan pengakuan atas kemampuan rasional subjek. Usaha ini di Italia sangat berkembang kerana didukung oleh Paus Leo X. Salah satu tokoh humanis terkenal tentu saja kita kenal bernama Thomas Moore ( 1478 - 1535 ) yang menulis buku berjudul "Utopia".
Bila renaisans lebih sebagai gerakan intelektual-kultural, maka zaman modern juga ditandai dengan gerakan teologis yang bernama Reformasi Lutherian. Kita dapat mengatakan bahwa biang keladi dalam mendeklarasikan gerakan ini adalah Martin Luther ( 1483 - 1546 ). Â Luther muak dengan tendensi gereja abad pertengahan yang amat pragmatis.
Yang dilakukan Luther awalnya ialah mengadakan protes terhadap teolog bernama John Tetzel. Bagi Luther, Tetzel telah melakukan kesalahan besar karena menyebarkan kotbah tentang dosa yang dapat dikurangi dengan membeli surat aflat. Luther bertambah marah lantaran usaha Tetzel tersebut ternyata untuk menghasilkan uang bagi Bapa Suci Leo X. Atas dasar itu, Luther mengadakan kritik atas gereja dengan 95 tesis.Â
Teman-teman, renaisans dan reformasi sama-sama gerakan yang muncul di ambang zaman modern. Kedua gerakan ini berbeda dalam cara. Oleh karena itu, kedua gerakan ini memiliki konsekuensi yang berbeda pula bagi Filsafat Modern. Bila humanisme renaisans mengusung rasionalitas subjek, maka reformasi lebih mendeklarasikan iman yang subjektif. Bila dalam humanisme renaisans ratio mengatasi iman, maka reformasi memahami iman dan perasaan sebagai fakultas yang mengatasi rasionalitas subjek.