Meskipun demikian, program MBG hanya akan menyentuh satu penyebab langsung dan satu penyebab tidak langsung stunting. Untuk mencapai dampak signifikan dalam pencegahan stunting, intervensi harus mencakup kelompok rentan seperti ibu hamil hingga balita.Â
Jika program ini hanya menyasar remaja sebagai bagian dari anak sekolah SMP/SMA, efeknya terhadap stunting tidak akan terlihat dalam jangka pendek (di bawah 10 tahun).Â
Intervensi gizi pada usia SMP/SMA tidak efektif untuk memperbaiki tinggi badan akibat stunting dapat meningkatkan kualitas hidup, kesehatan, dan kemampuan belajar anak. Fokus utama untuk mencegah stunting seharusnya tetap berada pada masa 1000 HPK, dengan memperbaiki gizi ibu hamil dan anak di bawah usia 2 tahun.
Jika di kembalikan pada komitmen atau G20 Inisiatif sebelumnya. Bahwa yang perlu di perhatikan adalah asupan masa kehamilan hingga 1000 hari pertama kelahiran. Ini adalah masa kritis untuk intervensi gizi. Kekurangan gizi pada fase ini menyebabkan gangguan permanen pada pertumbuhan fisik (stunting) dan perkembangan otak.Â
Setelah periode tersebut, pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak sulit untuk sepenuhnya diperbaiki. Padahal, anak-anak adalah generasi penerus yang akan membawa estafet pembangunan bangsa ke masa depan.Â
Akan tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah dengan anggaran yang ada untuk program makan bergizi gratis ini dapat mencegah dan memperbaiki gizi anak?
Fokus Utama G20 yang Terdistraksi, Harus Memprioritaskan Ekonomi sebagai Fokus G20
Akar dari masalah stunting dan kekurang gizi sering kali berhubungan erat dengan kondisi ekonomi keluarga. Banyak keluarga tidak mampu menyediakan makanan bergizi karena keterbatasan finansial. Oleh karena itu, solusi berkelanjutan untuk mengatasi gizi buruk tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan makanan bergizi gratis. Pendekatan yang lebih holistik diperlukan, termasuk upaya pemberdayaan ekonomi keluarga agar mereka memiliki daya beli dan akses yang lebih baik terhadap kebutuhan gizi.
Ketika banyak anak mengalami kekurangan gizi, hal ini menjadi cerminan nyata bahwa kebijakan ekonomi belum memberikan dampak signifikan bagi masyarakat lapisan bawah. Kondisi ini menunjukkan perlunya perbaikan mendasar dalam sistem ekonomi. Solusi berkelanjutan harus diarahkan pada upaya menciptakan orang tua yang berdaya, sejahtera, dan mampu memenuhi kebutuhan anak-anak mereka secara mandiri.
G20, sebagai forum ekonomi global, harus kembali pada fokus utamanya, yaitu penguatan ekonomi. Masalah gizi anak dapat dilihat sebagai salah satu indikator ketimpangan ekonomi yang masih signifikan.Â
Oleh sebab itu, kebijakan ekonomi inklusif perlu menjadi prioritas. Langkah-langkah seperti menciptakan lapangan kerja yang layak, meningkatkan upah minimum, serta mengurangi ketimpangan merupakan beberapa strategi yang dapat ditempuh untuk mendukung kesejahteraan keluarga.