Baru-baru ini kita melihat media sedang dihebohkan oleh sebuah berita yang berasal dari Korea Utara, yang merupakan sebuah negara dengan sistem yang sejak awal sangat tertutup dengan dunia global, yang akhirnya membuat kita berkesimpulan jika terdapat berita yang memberitakan negara tersebut bersama dengan kondisi didalamnya, maka hal tersebut suatu hal yang sangat menarik.
Hal ini berkaitan dengan sebuah berita yang cukup mengagetkan warganet, yang menampilkan supreme leader Korea Utara, Kim Jong Un sebagai perbincangan utama dalam berita tersebut. Kali ini bukan berita mengenai ancaman nuklir atau pertikaian negara ini terhadap negara lainnya, namun mengenai tokoh itu sendiri.
Penulis ingat betul, pada jam 10 malam penulis membuka laman twitter dan mendapati kabar bahwa Kim Jong Un telah "meninggal". Namun kabar tersebut awalnya tidak penulis dapatkan melalui berita yang resmi dikeluarkan oleh media Korea Utara, melainkan melalui "meme" yang diciptakan oleh beberapa orang .
Kurang lebih meme tersebut menggambarkan siapakah penerus Kim Jong Un jika ia benar-benar meninggal, lalu diikuti dengan gambaran adik perempuannya sendiri yang bernama Kim Yo Jong yang merupakan satu-satunya keluarga Kim Jong Un yang dapat meneruskan tahtanya.
Pengemasan meme tersebut tidak seperti layaknya berita yang menggambarkan sosok Kim Yo Jong yang dapat lebih diktaktor dari pada kakaknya, justru meme tersebut mengemas sosok Kim Yo Jong sebagai seorang adik perempuan yang sangat manis dengan membandingkan dua gambar yaitu gambar pertama Kim Yo Jong sedang memakan roti sambil berlari, kedua yaitu gambar dari beberapa anime yang menggambarkan seorang tokoh perempuan sedang berlari sambil memakan roti dengan caption "Kim Jong Un's sister is waifuable, change my mind" istilah waifuable disini merujuk pada artian bahwa Kim Yo Jong adalah sosok adik yang cocok sebagai istri.
Fenomena meme sendiri begitu erat kaitannya dengan pemuda. Dimana umumnya meme seringkali menjadi ladang kebahagiaan bagi para pemuda, sisi humor yang juga mengandung sarkas dan satire tersebut menjadi salah satu sisi yang paling mereka cari dalam mengonsumsi meme.
Namun tidak hanya sebatas itu saja, meme juga dapat menjadi sarana bagi pemuda untuk menyuarakan buah pemikiran serta kritiknya secara luas kepada masyarakat hingga akhirnya buah pikiran tersebut dapat menjelma menjadi sebuah gerakan, yang diinisiasi oleh pemuda itu sendiri.
Meme sebagai Konstruksi Gagasan
Dalam praktiknya, meme seringkali kita temukan sebagai suatu konten yang menggambarkan ide maupun gagasan dari seseorang yang tidak tertuang melalui ucapan maupun tulisan (secara terpisah) melainkan melalui gabungan antara gambar dengan tulisan yang kemudian dikemas dengan bumbu humor dan satire.
Bukan sembarang konten, meme juga merupakan konten yang digunakan oleh seseorang untuk menuangkan gagasannya terhadap kondisi sosial politik hingga mengkritik sebuah kebijakan negara.
Maka dari itu meme dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk participatory digital culture dengan mengandalkan partisipasi warga dalam ruang internet yang juga dapat mendukung keberlangsungan demokrasi digital.
Terbentuknya meme sendiri bersifat kontekstual dan kontemporer mengikuti zaman dan kondisi sosial yang terus berkembang. Hal ini juga yang membuat meme menjadi budaya yang tidak pernah membosankan dan terus digemari sebagai alat untuk menciptakan gagasan hingga gerakan dalam media sosial.
Meskipun hanya diciptakan oleh beberapa orang, namun meme sendiri memiliki sifat yang menyebar kepada seluruh warga internet, sehingga dapat dikatakan meme menjadi kepemelikan bersama bagi tiap orang yang menyetujui gagasan yang tersampaikan melalui meme tersebut.
Hal ini akhirnya juga menjadi landasan kuat bagaimana meme hingga kini tak pernah tergerus zaman dan terus populer khususnya dikalangan pemuda dan pengguna internet.
Meskipun demikian, terbentuknya meme dapat dilatarbelakangi oleh rasa kesamaan pandangan maupun gagasan yang dimiliki oleh tiap penikmat meme lainnya. Hal ini menarik jika dikaji dengan menggunakan teori konstruktivisme Peter L Berger. Singkatnya teori konstruktivisme sendiri melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu, yang merupakan manusia bebas. Dimana individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya.
Kita dapat melihat bagaimana sosok Kim Yo Jong dikemas begitu berbeda dari gambaran disekitar dirinya yang seharusnya menggambarkan dia sebagai adik dari diktaktor, namun dikemas menjadi "adik yang manis". Hal tersebut terjadi karena terbentuknya konstruksi atas realitas sosial dalam bagaimana seorang individu memandang sosok Kim Yo Jong.
Terbentuknya meme sendiri dapat kita persepsikan sebagai konstruksi atas realitas sosial yang dilakukan oleh tiap individu dengan haknnya sebagai pengguna internet. Dimana tiap realitas sosial dimaknai secara berbeda oleh tiap individu yang berbeda pula, selanjutnya pemaknaan tersebut menjadi gagasan yang dapat dituangkan menjadi karya berbentuk meme.
Akibatnya hal ini menciptakan perbedaan gagasan yang tertuang dalam meme dimana terdapat kubu pro dan kubu kontra, dan terciptalah istilah counter-meme untuk melawan meme dengan arus gagasan mainstream.
Konstruksi Meme dan Gerakan Pemuda
Peran meme yang tak kalah penting yaitu dapat menciptakan sebuah gerakan di media sosial. Sebelumnya perlu dijelaskan disini mengapa penulis memilih untuk mengonsentrasikan pembahasan ini hanya di kalangan pemuda saja.
Penggunaan media sosial begitu erat kaitannya dengan pemuda, sebab menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hampir separuh dari total pengguna internet di Indonesia merupakan masyarakat dalam kelompok usia 19-34 tahun (49,52%).
Sementara pengguna terbanyak kedua merupakan kelompok usia 35-54 tahun (29,55%), kelompok usia 13-18 tahun (16,68%), dan pengguna dengan usia di atas 54 tahun (4,24%). Sementara berpacu pada UU No. 40 Tahun 2009 menyatakan bahwa batas rentang umur pemuda yaitu dari usia 16-30 tahun.
Namun sesungguhnya definisi pemuda tidak hanya dapat dilihat dari usianya saja, namun faktor lain seperti aktivitas, tujuan, dan karakteristik, juga menentukan bagaimana seseorang dapat dicap sebagai seorang pemuda. Melalui data tersebut penulis dapat mengatakan bahwa kelompok pemuda merupakan kelompok paling dominan sebagai pengguna internet khususnya media sosial.
Selanjutnya menurut Taufik Abdullah yang merupakan seorang budayawan dan sejarawan Indonesia, ia mengartikan pemuda sebagai generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Ia juga menyatakan betapa pengertian “pemuda” dan “generasi muda” sering dibebani nilai: “pemuda sebagai harapan bangsa”, “pemuda adalah milik masa depan”, atau “pemuda harus dibimbing” dan seterusnya, menunjukkan betapa saratnya nilai yang diembankan pada “pemuda”. Dapat disimpulkan jika seorang pemuda tak akan pernah lepas dari istilah agent of change yang memuat nilai-nilai idealis tersebut. Hal ini semakin memperkuat gagasan jika motor penggerak dalam gerakan sosial pada umumnya yaitu adalah seorang pemuda.
Berbicara mengenai gerakan, gerakan tentunya selalu identik dengan pemuda dan idealisme. Sebuah gerakan tidak lagi mewajibkan kita untuk selalu menggunakan media konvensional seperti turun ke jalan hingga menghabiskan ongkos transportasi serta konsumsi. Namun saat ini zaman yang terus berkembang telah menciptakan model gerakan baru, yaitu menggunakan sarana media sosial. Hal ini terbukti berhasil dalam kasus Arab Spring, dimana puncaknya yaitu penggulingan tiap pemimpin diktaktor di Arab dan revolusi sistem negara tersebut menuju demokrasi.
Dalam menciptakan gerakan ini tentunya bukan perjalanan yang singkat, diperlukan perpaduan gerakan konvensional dengan gerakan melalui media sosial, serta peran dari pemuda sebagai katalisator dalam gerakan dan sebagai pengkritik pemerintah yang paling vokal. Misalnya melalui kasus Arab Spring ini kita dapat melihat keterlibatan meme sebagai alat kritik yang satire terhadap ketidaksetujuan seseorang atas sebuah kebijakan. Melalui akun yang bernama @arabspringmemes yang berisikan meme serta caption berhashtag yang akhirnya berperan dalam menciptakan gerakan dalam media sosial semakin masif.
Tidak semua gerakan di dalam media sosial pada akhirnya dapat menciptakan perubahan yang revolusional, bahkan tak dapat menciptakan perubahan apapun. Maka dari itu dibutuhkan konsistensi dalam menciptakan gerakan yang bermula dari media sosial, kemudian dipadukan dengan gerakan dengan turun ke jalan. Berbagai halangan seringkali dijumpai dalam melakukan gerakan di media sosial. Seperti kemunculan oknum yang kontra terhadap gerakan kita, menciptakan counter-meme yang akhirnya dapat menjadi wacana yang berkembang lalu mengubah persepsi beberapa penikmat konten meme tersebut menjadi kontra terhadap gerakan tersebut. Selanjutnya dengan melibatkan pemerintah yang memblokir atau menghapus beberapa konten tersebut dengan dalih jika konten tersebut melanggar UU ITE dan berbagai macam cara lainnya, dikerahkan untuk menumbangkan gerakan di media sosial sebelum ia naik ke permukaan dan semakin sulit untuk diantisipasi.
Hal ini juga menandakan bahwa meme berperan sebagai salah satu katalisator yang diandalkan oleh pemuda dalam membangun gerakan mereka di media sosial baik secara individu maupun kolektif. Misalnya, ingin membawakan isu atau kebijakan pemerintah yang perlu dikritik secara singkat namun dapat menyentuh hati nurani masyarakat, maka meme lah menjadi salah satu solusinya. Sebab melalui meme lah, kontroversialnya kebijakan tersebut dikonstruksi dengan cara yang berbeda, beberapa orang bahkan menganggap kemasan melalui meme jauh lebih menarik dibandingkan dengan isu yang dikemas oleh media massa mainstream. Mereka melihat bahwa meme memiliki cara yang unik, disatu sisi ia mengkritik dengan tajam, disatu sisi ia sulit untuk diidentifikasikan sebagai sesuatu yang mengancam.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kelemahannya sendiri yaitu tidak ada ikatan yang kuat jika sebuah gerakan hanya difondasikan melalui media sosial dan meme, sebab sebuah gerakan harus berjalan dengan konsisten, melibatkan pemuda yang dimasa-masanya masih belum terjerumus dalam pikiran pragmatis, juga memerlukan organisasi dan lembaga yang turut ikut andil sebagai pengerat ikatan antara warganet, sehingga dapat menciptakan gerakan yang konsisten, masif, dan solid meskipun hanya bermodalkan media sosial.
Sumber:
Kompas. (2020) Kronologi dari Rumor Kim Jong Un Meninggal sampai Sosok Penggantinya diakses pada 29 April 2020
Luzar, Laura Christina. (2015). Teori Konstruksi Realitas Sosial. diakses pada 29 April 2020
Kata Data. (2018). Usia Produktif Mendominasi Pengguna Internet. diakses pada 29 April 2020
UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 2009 TENTANG KEPEMUDAAN. diakses pada 29 April 2020
Tindaon, Chartika Yanti. (2017). Bangkitlah Pemuda Indonesia. diakses pada 29 April 2020
Arab Spring Memes diakses pada 29 April 2020
Naffs, S & White, B. (2012). Generasi Antara: Refleksi tentang Studi Pemuda Indonesia. Jurnal Studi Pemuda 1 (2), 89-106
Nugraha, Aditya, dkk. (2015). FENOMENA MEME DI MEDIA SOSIAL (STUDI ETNOGRAFI VIRTUAL POSTING MEME PADA PENGGUNA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM)
Allifiansyah, Sandy. (2016). Kaum Muda, Meme, dan Demokrasi Digital di Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi 13 (2), 151-164
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H