Peran meme yang tak kalah penting yaitu dapat menciptakan sebuah gerakan di media sosial. Sebelumnya perlu dijelaskan disini mengapa penulis memilih untuk mengonsentrasikan pembahasan ini hanya di kalangan pemuda saja.
Penggunaan media sosial begitu erat kaitannya dengan pemuda, sebab menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hampir separuh dari total pengguna internet di Indonesia merupakan masyarakat dalam kelompok usia 19-34 tahun (49,52%).
Sementara pengguna terbanyak kedua merupakan kelompok usia 35-54 tahun (29,55%), kelompok usia 13-18 tahun (16,68%), dan pengguna dengan usia di atas 54 tahun (4,24%). Sementara berpacu pada UU No. 40 Tahun 2009 menyatakan bahwa batas rentang umur pemuda yaitu dari usia 16-30 tahun.
Namun sesungguhnya definisi pemuda tidak hanya dapat dilihat dari usianya saja, namun faktor lain seperti aktivitas, tujuan, dan karakteristik, juga menentukan bagaimana seseorang dapat dicap sebagai seorang pemuda. Melalui data tersebut penulis dapat mengatakan bahwa kelompok pemuda merupakan kelompok paling dominan sebagai pengguna internet khususnya media sosial.
Selanjutnya menurut Taufik Abdullah yang merupakan seorang budayawan dan sejarawan Indonesia, ia mengartikan pemuda sebagai generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Ia juga menyatakan betapa pengertian “pemuda” dan “generasi muda” sering dibebani nilai: “pemuda sebagai harapan bangsa”, “pemuda adalah milik masa depan”, atau “pemuda harus dibimbing” dan seterusnya, menunjukkan betapa saratnya nilai yang diembankan pada “pemuda”. Dapat disimpulkan jika seorang pemuda tak akan pernah lepas dari istilah agent of change yang memuat nilai-nilai idealis tersebut. Hal ini semakin memperkuat gagasan jika motor penggerak dalam gerakan sosial pada umumnya yaitu adalah seorang pemuda.
Berbicara mengenai gerakan, gerakan tentunya selalu identik dengan pemuda dan idealisme. Sebuah gerakan tidak lagi mewajibkan kita untuk selalu menggunakan media konvensional seperti turun ke jalan hingga menghabiskan ongkos transportasi serta konsumsi. Namun saat ini zaman yang terus berkembang telah menciptakan model gerakan baru, yaitu menggunakan sarana media sosial. Hal ini terbukti berhasil dalam kasus Arab Spring, dimana puncaknya yaitu penggulingan tiap pemimpin diktaktor di Arab dan revolusi sistem negara tersebut menuju demokrasi.
Dalam menciptakan gerakan ini tentunya bukan perjalanan yang singkat, diperlukan perpaduan gerakan konvensional dengan gerakan melalui media sosial, serta peran dari pemuda sebagai katalisator dalam gerakan dan sebagai pengkritik pemerintah yang paling vokal. Misalnya melalui kasus Arab Spring ini kita dapat melihat keterlibatan meme sebagai alat kritik yang satire terhadap ketidaksetujuan seseorang atas sebuah kebijakan. Melalui akun yang bernama @arabspringmemes yang berisikan meme serta caption berhashtag yang akhirnya berperan dalam menciptakan gerakan dalam media sosial semakin masif.
Tidak semua gerakan di dalam media sosial pada akhirnya dapat menciptakan perubahan yang revolusional, bahkan tak dapat menciptakan perubahan apapun. Maka dari itu dibutuhkan konsistensi dalam menciptakan gerakan yang bermula dari media sosial, kemudian dipadukan dengan gerakan dengan turun ke jalan. Berbagai halangan seringkali dijumpai dalam melakukan gerakan di media sosial. Seperti kemunculan oknum yang kontra terhadap gerakan kita, menciptakan counter-meme yang akhirnya dapat menjadi wacana yang berkembang lalu mengubah persepsi beberapa penikmat konten meme tersebut menjadi kontra terhadap gerakan tersebut. Selanjutnya dengan melibatkan pemerintah yang memblokir atau menghapus beberapa konten tersebut dengan dalih jika konten tersebut melanggar UU ITE dan berbagai macam cara lainnya, dikerahkan untuk menumbangkan gerakan di media sosial sebelum ia naik ke permukaan dan semakin sulit untuk diantisipasi.
Hal ini juga menandakan bahwa meme berperan sebagai salah satu katalisator yang diandalkan oleh pemuda dalam membangun gerakan mereka di media sosial baik secara individu maupun kolektif. Misalnya, ingin membawakan isu atau kebijakan pemerintah yang perlu dikritik secara singkat namun dapat menyentuh hati nurani masyarakat, maka meme lah menjadi salah satu solusinya. Sebab melalui meme lah, kontroversialnya kebijakan tersebut dikonstruksi dengan cara yang berbeda, beberapa orang bahkan menganggap kemasan melalui meme jauh lebih menarik dibandingkan dengan isu yang dikemas oleh media massa mainstream. Mereka melihat bahwa meme memiliki cara yang unik, disatu sisi ia mengkritik dengan tajam, disatu sisi ia sulit untuk diidentifikasikan sebagai sesuatu yang mengancam.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kelemahannya sendiri yaitu tidak ada ikatan yang kuat jika sebuah gerakan hanya difondasikan melalui media sosial dan meme, sebab sebuah gerakan harus berjalan dengan konsisten, melibatkan pemuda yang dimasa-masanya masih belum terjerumus dalam pikiran pragmatis, juga memerlukan organisasi dan lembaga yang turut ikut andil sebagai pengerat ikatan antara warganet, sehingga dapat menciptakan gerakan yang konsisten, masif, dan solid meskipun hanya bermodalkan media sosial.
Sumber: