Mohon tunggu...
Velissa Amelia Batubara
Velissa Amelia Batubara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen berjudul: Jejak Rindu di Bawah Langit Senja Karya Velissa Amelia Batubara

12 Juni 2024   22:48 Diperbarui: 31 Agustus 2024   12:41 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit senja itu memeluk kota dengan lembayung yang mengalir pelan, seolah menyeka luka-luka yang tertanam dalam hati seorang gadis bernama Amelia. Setiap langkahnya di jalan berbatu menuju sekolah barunya terasa berat, seperti menapaki kenangan yang tertinggal di tempat lama. Ayahnya yang dipindahkan ke kota ini telah mengubah dunianya, meninggalkan jejak rindu yang tak terhingga.

Di sekolah barunya, Amelia bertemu dengan banyak wajah asing, namun satu wajah selalu menarik perhatiannya: Satria. Anak laki-laki itu, dengan senyum yang meneduhkan dan tawa yang membuncah seperti matahari pagi, selalu menjadi pusat dari segala hal. Namun, seiring berjalannya waktu, Satria pun menghilang dari sekolah itu, meninggalkan Amelia dengan rasa penasaran yang menggantung di udara.

Mereka bertemu kembali di kelas 6 SD, ketika Satria datang bermain di sekolahnya. Amelia hanya bisa mengagumi dari kejauhan, menyimpan rasa yang tak terucapkan dalam sudut hatinya yang paling dalam. Hari-hari berlalu, dan Amelia terus memikirkan Satria, terutama saat melihatnya di jalan atau saat menelusuri akun media sosialnya.

Ketika ibu Satria meninggal, Amelia merasakan kesedihan yang sama, seolah kehilangan itu juga miliknya. Dengan jari-jari yang bergetar, ia mengirimkan pesan singkat melalui WhatsApp, menyampaikan rasa simpati yang tulus.

"Assalamu'alaikum satria, aku dengar tentang ibumu. Aku tahu ini pasti berat bagimu. harus kuat yaa!".

balasan dari Satria....meski singkat, memberikan kehangatan di hati Amelia yang sepi.

"Terima kasih, Amelia".

Mereka mulai sering berbicara melalui WhatsApp, menjalin hubungan yang terasa dekat meski tanpa tatap muka. Saat mereka naik ke kelas 2 SMA, percakapan mereka semakin dalam, meskipun Amelia tahu ia tidak diizinkan pacaran oleh ayahnya. Ayahnya, yang selalu menggoda seolah mengetahui perasaannya, tetaplah seorang yang tegas.

Suatu hari, Satria tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Amelia merasa kecewa dan patah hati. Beberapa bulan kemudian, Satria kembali dengan permintaan maaf yang tulus.

"Amelia, maafkan aku. Aku tidak seharusnya menghilang begitu saja. Apakah sekarang kamu diizinkan pacaran oleh ayahmu?" tanya Satria.

Amelia menjawab dengan hati yang masih terluka, "Tidak, masih belum. Tapi kenapa kamu pergi begitu saja?"

Satria menjawab, "Aku salah. Aku akan menunggu sampai kita benar-benar dewasa."

Percakapan mereka berlanjut, meski Amelia masih merasa kecewa. Ketika mereka naik ke kelas 3 SMA, tragedi besar menimpa Amelia. Ayahnya meninggal dunia. Dengan hati yang hancur, Amelia mengabari Satria.

"Ayahku sudah tidak ada lagi," tulisnya di WhatsApp.

Balasan Satria datang dengan cepat, "Innalilahi Wa Innalilahi Raji'un. Jngan mikir yg aneh aneh yaa, harus kuatt. Aku selalu ada untukmu."

Kata-kata Satria memberikan kekuatan bagi Amelia untuk melalui masa-masa sulit itu. Namun, saat mereka memasuki tahun kedua kuliah, komunikasi mereka semakin renggang. Kesibukan perkuliahan dan kehidupan yang semakin kompleks membuat mereka jarang berinteraksi. Amelia sering memandangi layar ponselnya, menunggu pesan dari Satria yang semakin jarang datang.

Pada suatu hari yang kelabu, Amelia menerima pesan dari Satria. pesan itu seakan meisyaratkan bahwa satria masih menunggu nya.

"Amelia jaga kesehatan yaa, aku harap saat kita bisa bertemu."

Amelia membalas pesan itu seakan banyak sekali kupu kupu berterbangan di hatinya , "Baik, Satria. Aku mengerti. satria juga ya".

Sejak saat itu, Amelia dan Satria benar-benar berhenti berkomunikasi. Amelia merasa kehilangan yang mendalam, seperti ada bagian dari dirinya yang hilang. Waktu berlalu, tetapi kenangan tentang Satria tetap hidup dalam hatinya. Setiap kali ia melihat status WhatsApp Satria yang kadang muncul di layar ponselnya, hatinya selalu menghangat.

Amelia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Ia berusaha fokus pada kuliah dan masa depannya, tetapi bayangan Satria selalu ada di sudut hatinya. Di tengah kesibukan, ia sering berharap bahwa suatu hari mereka bisa bertemu dan berbicara seperti dulu, menghidupkan kembali kenangan yang pernah mereka miliki.

Namun, harapan itu tampak semakin jauh. Dunia mereka telah berubah, dan jalan hidup membawa mereka ke arah yang berbeda. Amelia hanya bisa mengingat Satria dengan rasa cinta dan penantian yang mendalam, menanti dengan hati yang terluka namun tetap berusaha kuat menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Di bawah langit senja yang selalu mengingatkannya pada kenangan masa kecil, Amelia berdiri sendirian, memandang jauh ke cakrawala. Dalam hatinya, ia berdoa agar suatu hari, di suatu tempat, takdir akan mempertemukan mereka kembali, meski hanya untuk mengucapkan selamat tinggal dengan layak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun