Amelia menjawab dengan hati yang masih terluka, "Tidak, masih belum. Tapi kenapa kamu pergi begitu saja?"
Satria menjawab, "Aku salah. Aku akan menunggu sampai kita benar-benar dewasa."
Percakapan mereka berlanjut, meski Amelia masih merasa kecewa. Ketika mereka naik ke kelas 3 SMA, tragedi besar menimpa Amelia. Ayahnya meninggal dunia. Dengan hati yang hancur, Amelia mengabari Satria.
"Ayahku sudah tidak ada lagi," tulisnya di WhatsApp.
Balasan Satria datang dengan cepat, "Innalilahi Wa Innalilahi Raji'un. Jngan mikir yg aneh aneh yaa, harus kuatt. Aku selalu ada untukmu."
Kata-kata Satria memberikan kekuatan bagi Amelia untuk melalui masa-masa sulit itu. Namun, saat mereka memasuki tahun kedua kuliah, komunikasi mereka semakin renggang. Kesibukan perkuliahan dan kehidupan yang semakin kompleks membuat mereka jarang berinteraksi. Amelia sering memandangi layar ponselnya, menunggu pesan dari Satria yang semakin jarang datang.
Pada suatu hari yang kelabu, Amelia menerima pesan dari Satria. pesan itu seakan meisyaratkan bahwa satria masih menunggu nya.
"Amelia jaga kesehatan yaa, aku harap saat kita bisa bertemu."
Amelia membalas pesan itu seakan banyak sekali kupu kupu berterbangan di hatinya , "Baik, Satria. Aku mengerti. satria juga ya".
Sejak saat itu, Amelia dan Satria benar-benar berhenti berkomunikasi. Amelia merasa kehilangan yang mendalam, seperti ada bagian dari dirinya yang hilang. Waktu berlalu, tetapi kenangan tentang Satria tetap hidup dalam hatinya. Setiap kali ia melihat status WhatsApp Satria yang kadang muncul di layar ponselnya, hatinya selalu menghangat.
Amelia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Ia berusaha fokus pada kuliah dan masa depannya, tetapi bayangan Satria selalu ada di sudut hatinya. Di tengah kesibukan, ia sering berharap bahwa suatu hari mereka bisa bertemu dan berbicara seperti dulu, menghidupkan kembali kenangan yang pernah mereka miliki.