Mohon tunggu...
Veliana Nova Widiyastuti
Veliana Nova Widiyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Enthusiast

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Toxic Positivity

6 Mei 2022   18:10 Diperbarui: 6 Mei 2022   18:51 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hi fellas, how's life?

Pasti kalian sering banget kan ketika lagi ada masalah atau lagi overthinking kemudian disarankan untuk selalu berfikir positif? Artinya, istilah berfikir positif atau positive thinking udah gak asing lagi bagi sebagian besar orang. 

Tapi apakah "berfikir positif" merupakan hal yang selalu positif? Bagaimana kalau kita terlalu berlebihan dalam melihat sisi positif dari suatu permasalahan?

Nah, masih dengan prinsip yang sama bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Pun demikian halnya dengan berfikir positif. Ketika seseorang menghadapi permasalahan dan berusaha untuk selalu berfikir positif yang secara tidak langsung dan tidak sadar seseorang itu melakukannya secara berlebihan, alih-alih ingin menyelesaikan masalah, tetapi malah bisa menambah masalah baru, lho. Nah pembahasan kali ini akan kita sebut dengan istilah "toxic positivity". Apasih toxic positivity itu?

Secara sederhana, toxic positivity itu merupakan suatu kepercayaan yang tidak wajar yang mengharuskan diri sendiri untuk selalu berfikir positif di dalam kondisi apapun. 

Nah, toxic positivity bisa juga diartikan sebagai generalisasi berlebihan dan tidak efektif atas suatu kebahagiaan dan keoptimisan di segala kondisi. 

Sebenarnya dalam kondisi ini, seseorang sedang mengalami emosi negatif (seperti kecewa, marah, sedih, dll), tetapi seseorang ini berusaha kuat untuk menyingkirkan emosi negatif tersebut dan berusaha menghadirkan segala sesuatu yang positif. Padahal, menghindari emosi negatif tidak baik bagi kesehatan mental lho. 

Sebaiknya, kita harus tetap menyadari apapun emosi yang datang, kemudian menerimanya. Pernah ngga sih temen-temen mau nangis tapi ditahan karena malu dengan orang lain sehingga akhirnya tenggorokan panas, seperti tercekat dan sesak nafas? Nah kurang lebih seperti itu reaksi ketika kita menolak emosi negatif dan berusaha untuk selalu positif.

Lalu gimana sih ciri-ciri dan contoh toxic positivity itu? Tanda kamu lagi terjebak di kondisi toxic positivity ini adalah kamu berusaha mengabaikan bahkan lari dari masalah, selalu menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, ketika sedang mengungkapkan emosi negatif kamu selalu merasa bersalah, kamu sering membandingkan diri dengan orang lain, menyatakan kalimat yang menyudutkan orang lain ketika mereka sedang ada masalah, dan ketika kamu berusaha memberi semangat orang lain yang terkena musibah kamu juga memberi pernyataan yang malah meremehkan mereka.

Contohnya gimana nih? Contoh mudahnya adalah ketika teman kamu sedang sedih dan kecewa kemudian ia curhat ke kamu mengenai masalah tersebut, kemudian kamu jawab dengan kata-kata "Udah lah, gak usah sedih lagi, kamu itu lebih beruntung, masih banyak orang yang lebih menderita dari kamu lho". 

Memang benar masih banyak orang yang tidak seberuntung kita, tetapi tidak baik ketika orang sedang bersedih kemudian kita berbicara seperti itu. Biarkan saja ia bercerita tanpa adanya perbandingan dan kata-kata yang seolah-olah seseorang tidak boleh sedih.  

Nah, dari aku ada satu tips nih agar terhindar dari toxic positivity, yaitu dengan mindfulness. Singkatnya mindfulness adalah perasaan kita yang bisa menerima segala bentuk emosi, baik itu emosi positif maupun emosi negatif, dan kita juga menyadari tanpa adanya penghakiman terhadap emosi tersebut atau terhadap diri kita. 

Sehingga, kita merasa bahwa diri kita ini lebih faham dan lebih mengerti apa yang kita perlukan. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai mindfulness, akan aku lanjutkan di tulisan ku berikutnya ya, stay tuned!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun