Oleh: Vedia
Coaching adalah sebuah proses kolaborasi untuk meningkatkan kemampuan seseorang. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Grant (1999), Coaching adalah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee.
Coaching  yang tepat akan menjadi pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Hal ini terjadi karena dalam proses coaching  terjalin bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.
Coaching Dalam Dunia Pendidikan dan Peran Saya Sebagai Coach
Dalam dunia Pendidikan coaching keterampilan coaching diperlukan bagi para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) siswa agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Di sini saya sebagai guru dapat melakukan praktik coaching kepada murid dan juga rekan sejawat. Proses coaching memungkinkan  komunikasi pembelajaran antara guru dan murid. Dalam proses coaching murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya sementara guru hanya sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan yang dapat memberdayakan potensi murid agar mereka menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Adapun paradigma berfikir coaching yaitu tindakan untuk dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, pentingnya perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu.
Paradigma tersebut adalah:
Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan,
Bersikap terbuka dan ingin tahu,
Memiliki kesadaran diri yang kuat,
Mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Ada beberapa prinsip coaching yang perlu diperhatikan yaitu:
Kemitraan adalah posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara dalam coaching, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah.
Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri.
Proses kreatif adalah dilakukan melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses berpikir coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.
Memaksimalkan potensi adalah memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.
Untuk memaksimalkan hasil coaching maka seorang coach perlu memiliki kompetensi inti coaching yaitu :
Keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot yaitu mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan seorang coach diharapkan mampu menggugah orang untuk berpikir dan menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
Keterampilan mendengarkan dengan aktif yaitu kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.
Keterampilan untuk bisa hadir secara utuh (presence) adalah kemampuan untuk hadir sepenuhnya untuk coachee. Di dalam coaching kehadiran penuh disebut sebagai presence ketika badan, pikiran, hati, selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.
Pada dasarnya coaching merupakan proses komunikasi yang memberdayakan. Oelh karena itu dalam coaching kita harus menganal alur percakapan TIRTA. Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee.
              Â
Paradigma  berpikir coaching dapat digunakan untuk kepentingan supervise akademik. Hal ini karena dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.
Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstrukti bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.
Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.
Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.
Keterkaitan Materi Coaching (modul 2.3) dengan Modul 2.1 dan 2.2 dalam Pendidikan Guru Penggerak
Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dengan modul 2.3 tentang coaching yaitu ketika guru melakukan pembelajaran berdiferensiasi guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.
Untuk mengidentifikasi  kebutuhan siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach dan melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Proses coaching ini akan mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh warga  sekolah. PSE bermanfaat untuk menumbuhkan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.
Keterampilan coaching juga memiliki keterkaitan dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Â Hal ini karena dalam paradigma dan kompetensi inti berpikir coaching terdapat hal-hal
Salah satu referensi yang dapat gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.
RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.
R (Receive/Terima), yaitu  menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.
A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan dirangkum (summarizing). Dengan cara ini pemahaman coach terhadap coachee lebih dalam tentang situasinya. Hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka tersebut bisa menggunakan kata 'apa', 'bagaimana', 'seberapa', 'kapan', 'siapa', atau 'di mana' dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: Â 'apakah' atau 'sudahkah'.
Jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru yang diharapkan akan mampu menjadi pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H