Mohon tunggu...
Varhan AZ
Varhan AZ Mohon Tunggu... Auditor - Penyemangat

Beneficial #ActivistPreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memanggil Patriot Bangsa

26 Juli 2017   08:27 Diperbarui: 26 Juli 2017   09:02 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Pernah dengar nama Republik Indonesia Serikat? Negara Indonesia Timur? Atau Negara Pasundaan? Bagi mereka yang hobi 'ngemil' sejarah Indonesia di masa sekolah, pasti masih ingat negara -- negara boneka sebagai hasil yg terpaksa diterima delegasi Indonesia pada Konferensi Meja bundar tahun 1949.

Pemimpin bangsa saat itu cukup cerdas untuk memahami, bahwa pemecahan Indonesia menjadi 7 negara bagian dan 9 wilayah otonom adalah taktik licik mantan penjajah yang tidak ingin melepaskan 'sapi perahnya'. RIS merupakan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia (Sartono Kartodirjo, 1995: 78).

Devide et' Impera, adalah politik perpecahan yang telah lama dipraktikan kolonialis sebelum negara ini bernama Indonesia. Bukan hanya dinegeri ini, implementasi memecah suatu nation state juga sering dilakukan oleh bangsa -- bangsa penguasa, atau pemenang perang, dalam berbagi kudapan kekuasaan guna menancapkan hegemoninya.

Sebut saja Jerman Barat, Jerman Timur, Korea Utara, Korea Selatan, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Tiongkok dan Taiwan, juga Cyprus menjadi 'korban' politik pemisahan. Bisa dikatakan, dimana ada disintegrasi bangsa, akan selalu ada negara lain sebagai aktor yang berusaha berkecimpung dalam prosesi pemisahan satu kebangsaan. Ia bisa terlihat secara jelas, atau tersembunyi di balik konspirasi.

Victoria concordia crescit, bahwa kemenangan hanya akan datang dalam persatuan. Masa ini, kita dibenturkan dengan realita provokasi pemecahan satu kesatuan Indonesia melalui sekat -- sekat identitas golongan.

Sebuah kenyataan yang telah diterima menjadi identitas bangsa, bahwa Indonesia adalah kumpulan bhineka yang tunggal ika. Agaknya fakta ini berusaha diasingkan oleh beberapa mereka yang menghadirkan perbedaan sebagai unsur menonjol yang perlu ditampilkan. Tujuan besarnya, merealisasikan ego sektoral sebagai prioritas yg disembulkan.

Ashabiyah (Fanatisme Golongan) menjadi kepingan pemecah lewat media Suku, Ras, Agama, Ideologi, Tujuan serta Kekuasaan. seperti yang pernah dikatakan, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." (Soekarno, 1962).

Sadarlah bahwa ancaman yang nyata datang dari luar sana, dari para penjajah bergaya baru, yang ingin menguasai tanah air ini melalui ekonomi, sosial dan politik. Infiltrasi agen -- agen lokal sebagai representasi kepentingan, lalu membeli para penghianat bangsa, para penjual daging saudaranya.

Rakyat dan Negara harus bersatu dalam sebuah kepercayaan mutual untuk memunculkan kekuatan tak terkalahkan. Kehadiran para patriot bangsa yang siap membela tumpahdarahnya adalah konsekuensi logis yang harus direalisasikan.

Bila rakyat tak cinta pada negaranya, maka keruntuhan Uni Soviet yang terbelah menjadi 15 negara adalah gambaran mimpi buruk yang harus siap dialami. Bangsa yg memiliki wilayah setara panjang Pakistan sampai inggris ini terasa lezat dalam benak para adidaya untuk disedot habis dan sisakan ampasnya bagi pribumi. Negara bernama indonesia ini cukup luas untuk dibagi menjadi banyak negara kecil sebagai bahan mainan negara2 besar.

Pernahkah terbayang, penduduk jakarta yg berjalan-jalan ke bandung harus menunjukan passportnya di perbatasan negara jawa barat? Seperti melaju dari singapura ke malaysia. Satu kenegaraan yg kemudian terpisahkan karena strategi berbau SARA. Lihat kenyataanya sekarang. Malaysia melayu, singapura?

Betapa rakyat Indonesia tidak akan rela bila konflik berkepanjangan yang tergambar dalam tangisan darah dan kematian setiap nyawa wanita, bayi, dan anak -- anak Alepo di Suriah akibat perang Rakyat dengan pemerintahnya, maukah itu terjadi juga di Indonesia? 

Haruskah kisah penyesalah orang2 di timur indonesia yg diskenariokan berpisah lewat referendum penuh kecurangan terulang? Mimpi2 utopis yang mereka bawa dulu, berbuah 'zonk', karena SDA yg mereka dirikan tidak cukup potensi untuk menopang APBN-nya sendiri. Sekarang mau balik kembali? Setelah negara ibu tirinya tampak tidak lagi terlalu peduli karena habis sudah harta yg bisa digali. Sini, kembali ke NKRI, tapi jangan kabur lagi.

Sikap cinta tanah air dalah kunci keberhasilan suatu bangsa menatap masa depanya, melewati segala ujian di masa sulit, hingga melaluinya menuju masa sejahtera. Sebagaimana peristiwa perang Dunkirk yang menggambarkan heroisme rakyat Inggris. Kerelaan mereka berkontribusi bagi bangsa yang mereka cintai dengan membantu 400.000 tentara Inggris dan Prancis yang menunggu ajal akibat kepungan Jerman dan ketidakpastikan evakuasi dimana mereka tidak bisa hanya mengandalkan keterbatasan kemampuan negara.

Akhirnya 338.000 diantaranya selamat sebagian besar karena tumpangan yang diberikan oleh kapal-kapal nelayan Inggris.  Sebuah Patriotic Call , mereka yang tidak bersenjatapun berusaha membela negaranya dengan sekecil apapun kontribusi yang dimiliki. Bahkan yg tidak bisa menembakpun, bisa menjadi pahlawan bangsa.

Heroisme rakyat Indonesia tidak perlu diperdebatkan. Patriotisme rakyat kita juga tidak kalah besar ditunjukan dalam banyak peristiwa bersejarah. Kita ingat, Bandung Lautan Api adalah salah satu bentuk perjuangan sipil, dimana rakyat Indonesia rela membakar seluruh rumah dan harta mereka agar tidak dapat digunakan oleh belanda yang menduduki wilayahnya.

Betapa masih terbayang Pertempuran Surabaya menjadi perang terbesar pertama yang terjadi pasca perang dunia kedua berakhir, dimana sebagian besar perlawanan dilakukan oleh rakyat sipil dan laskar pemuda guna membantu Tentara Keamanan Rakyat. 

Inggris mengira dapat menguasai Indonesia dalam waktu 3 hari, namun hingga 2 minggu Surabaya tetap dapat dipertahankan. Bahkan Inggris dipermalukan saat kehilangan salah satu jenderlanya Brigjend A.W.S Mallaby, sebuah peristiwa yang sangat jarang terjadi , jenderal mati didalam peperangan.

Rakyat Indonesia telah membuktikan loyalitasnya pada negeri pertiwi melalui pengorbanan pendahulu merebut kemerdekaan. Para pendahulu kita telah teruji kesetiaanya lewat segala derita yang mereka hadapi dalam perjalanan NKRI. Negeri ini tidak memerlukan wajib militer, karena tanpa harus dipaksa, ada lebih dari jutaan warganya siap untuk membela Indonesia dengan menjadi tentara. "Kita ini bangsa pemberani, kalau demi bola saja kami siap terluka, maka demi membela negara kami siap kehilangan nyawa."(Irawan, Jakmania Sawangan)

Kecintaan pada bangsa ini tidak hanya dimanifestasikan dalam bentuk pembelaan fisik bersenjata. Kontribusi positif apapun seorang individu warga negara menjadi wujud sikap patriotik bagi negeri tercinta. Petugas Kebersihan dengan pekerjaanya, Seorang atlit dengan prestasinya, mahasiswa dengan penelitianya, ulama dengan dakwahnya, politisi dengan kebijakan pro rakyatnya, dan siapapun bagian dari bangsa ini dapat membela negaranya dengan cara terbaik yang mereka bisa.

Kita tidak pernah bisa meramal masa depan, namun kita dapat mempersiapkanya di hari ini. Apakah generasi Indonesia yang hidup hari ini menjadi generasi yang sama dengan mereka yang siap menjadi martir dimasa lalu? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan pembuktian, seberapa siap kita bekerja hari ini mengisi kemerdekaan dan menjaga satunya persatuan nusantara tercinta.

Kita yang sekarang, tidak lagi harus berdarah darah hidup di Indonesia. kita hanya perlu lebih banyak berkeringat untuk kejayaan bangsa. Betapa banyak ekspatriat dengan cintanya berharap menjadi Warga Negara Indonesia. Para pemain naturalisasi rela pindah warga negara demi mengibarkan merah putih. Maka menjadi hal yang mengherankan, kala ada anak bangsa dipanggil membela timnas, lalu menolak dengan alasan kuliah, kemudian diketahui justru bergabung di timnas negara timur tengah. Meski warga negaranya tidak berubah, tapi pilihan yang diambil kurang mencerminkan rasa cinta pada negaranya. Ia akhirnya menjadi korban bully di sosial media.

Ada lagi kisah dua warga negara indonesia yg terpaksa ikut wajib militer singapura karena ketentuan residential visa disana. Bukan salah mereka, karena mereka terpaksa regulasi yang ada. Yang menyedihkan ada mahasiswi yg memilih menjadi tentara, untuk mendapatkan warga negara amerika. Shame on you. Malu! Betapa Presiden Habibie menolak status Warga Kehormatan Jerman karena prestasi beliau tidak mau kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Proud of you.Bangga!

Menjadi indonesia, adalah anugrah terbesar yang disematkan tuhan dalam hidup kita. Sebuah anugrah yang harus dijaga dan disyukuri. Seorang Patriot sejati takkan meninggalkan tumpah darahnya. "Benar, Salah ini negaraku." (Carl Churz, 1829-1906) Bila bisa memilih dilahirkan dimana dan menjadi siapa, kita pasti akan memilih menjadi bagian dari negara sejahtera yang adidaya. Namun karena tidak bisa, takdir memilihkan kita menjadi seorang Indonesia, cinta yang harus kita bela, hingga ujung masa bernyawa 

"Siapa yang berperang supaya kalimat Allah itu mulia (tinggi) itulah yang disebut jihad di jalan Allah." (HR. Bukhari no. 7458 dan Muslim no. 1904)K

Karenasesungguhnya membela bangsa dan negara adalah ibadah, maka niatkan ini semua karena Allah.

Jaga bangsa ini dengan seberapapun pengorbanan yang dibutuhkan, atau hancur bersama seiring hilangnya nama Indonesia dari sejarah, dibalik kenangan anak cucu kita nanti.

Dan Indonesia memanggil patriotnya.

Oleh : Varhan Abdul Aziz

Ketua Umum Jaring Pemuda Lira Indonesia (JARING MAHALI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun