Pernah dengar nama Republik Indonesia Serikat? Negara Indonesia Timur? Atau Negara Pasundaan? Bagi mereka yang hobi 'ngemil' sejarah Indonesia di masa sekolah, pasti masih ingat negara -- negara boneka sebagai hasil yg terpaksa diterima delegasi Indonesia pada Konferensi Meja bundar tahun 1949.
Pemimpin bangsa saat itu cukup cerdas untuk memahami, bahwa pemecahan Indonesia menjadi 7 negara bagian dan 9 wilayah otonom adalah taktik licik mantan penjajah yang tidak ingin melepaskan 'sapi perahnya'. RIS merupakan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan bangsa Indonesia (Sartono Kartodirjo, 1995: 78).
Devide et' Impera, adalah politik perpecahan yang telah lama dipraktikan kolonialis sebelum negara ini bernama Indonesia. Bukan hanya dinegeri ini, implementasi memecah suatu nation state juga sering dilakukan oleh bangsa -- bangsa penguasa, atau pemenang perang, dalam berbagi kudapan kekuasaan guna menancapkan hegemoninya.
Sebut saja Jerman Barat, Jerman Timur, Korea Utara, Korea Selatan, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Tiongkok dan Taiwan, juga Cyprus menjadi 'korban' politik pemisahan. Bisa dikatakan, dimana ada disintegrasi bangsa, akan selalu ada negara lain sebagai aktor yang berusaha berkecimpung dalam prosesi pemisahan satu kebangsaan. Ia bisa terlihat secara jelas, atau tersembunyi di balik konspirasi.
Victoria concordia crescit, bahwa kemenangan hanya akan datang dalam persatuan. Masa ini, kita dibenturkan dengan realita provokasi pemecahan satu kesatuan Indonesia melalui sekat -- sekat identitas golongan.
Sebuah kenyataan yang telah diterima menjadi identitas bangsa, bahwa Indonesia adalah kumpulan bhineka yang tunggal ika. Agaknya fakta ini berusaha diasingkan oleh beberapa mereka yang menghadirkan perbedaan sebagai unsur menonjol yang perlu ditampilkan. Tujuan besarnya, merealisasikan ego sektoral sebagai prioritas yg disembulkan.
Ashabiyah (Fanatisme Golongan) menjadi kepingan pemecah lewat media Suku, Ras, Agama, Ideologi, Tujuan serta Kekuasaan. seperti yang pernah dikatakan, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." (Soekarno, 1962).
Sadarlah bahwa ancaman yang nyata datang dari luar sana, dari para penjajah bergaya baru, yang ingin menguasai tanah air ini melalui ekonomi, sosial dan politik. Infiltrasi agen -- agen lokal sebagai representasi kepentingan, lalu membeli para penghianat bangsa, para penjual daging saudaranya.
Rakyat dan Negara harus bersatu dalam sebuah kepercayaan mutual untuk memunculkan kekuatan tak terkalahkan. Kehadiran para patriot bangsa yang siap membela tumpahdarahnya adalah konsekuensi logis yang harus direalisasikan.
Bila rakyat tak cinta pada negaranya, maka keruntuhan Uni Soviet yang terbelah menjadi 15 negara adalah gambaran mimpi buruk yang harus siap dialami. Bangsa yg memiliki wilayah setara panjang Pakistan sampai inggris ini terasa lezat dalam benak para adidaya untuk disedot habis dan sisakan ampasnya bagi pribumi. Negara bernama indonesia ini cukup luas untuk dibagi menjadi banyak negara kecil sebagai bahan mainan negara2 besar.
Pernahkah terbayang, penduduk jakarta yg berjalan-jalan ke bandung harus menunjukan passportnya di perbatasan negara jawa barat? Seperti melaju dari singapura ke malaysia. Satu kenegaraan yg kemudian terpisahkan karena strategi berbau SARA. Lihat kenyataanya sekarang. Malaysia melayu, singapura?