Mohon tunggu...
Az zahra Nurfadhila
Az zahra Nurfadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Prodi Sejarah

Memiliki impian sederhana: mengunjungi seluruh museum di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Proses Islamisasi di Ujung Timur Nusantara Lewat Kerajaan Ternate dan Tidore

21 Desember 2024   11:55 Diperbarui: 21 Desember 2024   12:24 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses Islamisasi di Nusantara telah sepenuhnya menyebar hingga ke daerah Timur. Saat itu sebuah wilayah bernama Maluku (kini lebih dikenal sebagai Maluku Utara) adalah tempat awal Islam menapaki daerah Timur. Maluku pada awal Islamisasi dikenal sebagai pulau penghasil rempah-rempah. Komoditas dari Maluku yang paling diburu adalah cengkeh dan biji pala. Melalui komoditas inilah Maluku menerima berbagai kedatangan bangsa muslim yang berdagang dari berbagai daerah seperti Arab, Persia, dan Gujarat.

Selain para pedagang internasional, ada juga pedagang muslim lokal yang datang ke Maluku. Para pedagang itu berasal dari Gresik dan Tuban. Dalam catatan Tome Pires, seorang petualang dari Potugis bahwasannya ketika ia datang ke Maluku, ada banyak kapal-kapal dagang dari Malaka yang berlabuh di Maluku yang membawa komoditas daerah tersebut. Islam diyakini berhasil masuk ke Maluku melalui jalur dan interaksi perdagangan di daerah ini. Dari sinilah Islam secara perlahan menjadi bagian dari kehidupan orang-orang Maluku.

Penamaan Maluku

Dalam sebuah buku berjudul Islam dalam Arus Sejarah Indonesia karya Jajat Burhanudin dikatakan bahwasanya nama Maluku untuk kepulauan ini diambil dari kata dalam bahasa Arab, yakni 'malik' yang memiliki arti raja. Para pedagang dari Arab menamakan deretan kepulauan di utara Maluku dengan nama 'jazirah al-mamluk' yang memiliki arti kepulauan raja-raja. Hal ini merujuk kepada empat kerajaan Islam utama, yakni Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.

Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate menjadi kerajaan terbesar di Maluku yang telah berdiri pada sekitar abad ke-13 M. Kolano atau Raja Sida Arif Malamo menjadi tokoh penting dalam sejarah Kerajaan Ternate sebab beliau berhasil membangun Ternate menjadi kerajaan maritim paling masyhur di ujung timur Nusantara. Selain itu juga beliau akrab dan kerap bergaul dengan para pedagang asing sehingga ia mendirikan fasilitas ekonomi seperti pasar yang membuat banyaknya pedagang berdatangan ke Ternate.

Kontak serta interaksi sosial, budaya, dan keagamaan yang berlangsung melalui jaringan komunitas pedagang Muslim di Ternate berjalan intensif. Pada saat Kolano Marhum menjabat sebagai raja Ternate di tahun 1465-1468 M, ia melakukan Islamisasi dengan konsep top-down approach, yakni Islamisasi dari lapisan atas ke lapisan bawah atau masyarakat. Kolano Marhum memerintahkan para babato atau elite kerajaan untuk memeluk Islam agar masyarakat Ternate juga ikut masuk Islam. Selain itu, Kolano Marhum menyiapkan putranya yakni Zainal Abidin dengan pendidikan Islam yang matang.

Pada akhirnya, ketika Zainal Abidin naik takhta dan memerintah Kerajaan Ternate dari 1468-1500 M, proses Islamisasi berjalan semakin baik. Sultan Zainal Abidin melakukan hal penting dalam rangka menjadikan Kerajaan Ternate sebagai kerajaan Islam di Maluku. Beliau mengadopsi sejumlah ajaran Islam untuk diterapkan ke dalam sistem hukum dan institusi Kerajaan Ternate. Dalam mengadopsi ajaran Islam, Sultan Zainal Abidin belajar langsung agama Islam dari Sunan Giri. Kemudian, Sultan Zainal Abidin mengajak beberapa ulama untuk mengajarkan agama Islam di Ternate. Salah satu ulama yang terkenal pada saat itu adalah Tuhubahanul.

Perkembangan Kerajaan Ternate terus berlanjut hingga mencapai masa kejayaannya ketika Sultan Baabullah Datu Syah berkuasa pada 1570-1583 M. Sultan Baabullah berambisi untuk membangun Kerajaan Ternate menjadi kerajaan terkemuka di bidang politik dan militer. Sultan Baabullah lebih dikenal perjuangannya dalam mengusir penjajah Portugis karena beliau berhasil menguasai sejumlah wilayah yang sudah menjadi basis kekuatan Portugis di sekitar Ambon. Selain itu, dalam sebuah kisah diceritakan bahwasanya beliau meminta orang Maluku yang pindah ke agama Kristen untuk kembali menjadi Muslim.

Sultan Baabullah menjadikan wilayah Buton sebagai pasar dagang rempah-rempah di Maluku. Hal ini membuat para pedagang dari Arab, Cina, Jawa, dan Melayu masih bisa membeli rempah-rempah dengan harga yang sama seperti di Maluku. Dalam hal Islamisasi di wilayah Maluku, Sultan Baabullah cenderung melanjutkan upaya yang telah dilakukan oleh Sultan Zainal Abidin sebelumnya, yakni seperti memperkuat lembaga agama dan membiarkan pembangunan pesantren berkembang.

Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore menjadi kerajaan terbesar kedua di Maluku setelah Kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore berdiri pada sekitar abad ke-11/12 M dan didirikan oleh Syahjati atau Muhammad Naqil. Proses Islamisasi di Kerajaan Tidore berlangsung melalui interaksi yang intensif dengan para pedagang Muslim internasional yang datang ke Maluku. Islamisasi di Kerajaan Tidore sendiri berlangsung semakin dalam kala Sultan Ciriliati atau Sultan Jamaluddin menjadi raja sejak tahun 1495-1512 M.

Dalam catatan Tome Pires dikatakan bahwasanya Raja Tidore telah menganut agama Islam meskipun sebagian besar masyarakatnya masih menganut agama tradisonal atau juga heathens. Tome Pires sendiri datang ke Nusantara pada masa kekuasaan Sultan Al-Mansur yang berkuasa pada tahun 1512-1526 M. Sultan Al-Mansur memiliki gelar Malikiddin Mansur Kaicil Mulako.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun