“Kalau ada yang membuat hidup ini berarti, itulah renungan tentang keindahan”. Berikut adalah kutipan dari Platon (427-347 SM), satu-satunya filsuf Yunani klasik yang menganggap keindahan begitu penting (Hauskeller, 2008: 9, terj: Satya Graha dan Monika). Membahas soal seni tidak mungkin tanpa membahas keindahan karena seni sendiri merupakan sebuah praktik artistik dan estetik dan keindahan ada pada hasil kerja seni. Dan membicarakan tato tidak akan pernah lepas dari estetik itu sendiri. Tato bukan hanya simbol, tato memiliki nilai estetis bagi pemiliknya.
Dengan konteks sekarang (kontemporer), tato dinilai sebagai seni yang kemunculannya berkembang dari ruang privat (tubuh) ke ruang publik. Dalam hal ini tubuh dijadikan galeri berjalan sebagai sarana untuk memamerkan karya seni tato. Tubuh hadir untuk mewujudkan sebuah pengalaman estetik bagi diri sendiri maupun bagi tubuh lain (orang lain). Bahwa pengalaman seyogyanya menjadi guru utama seni (Hauskeller, 2008: 28, terj: Satya Graha dan Monika).
Maka dari itu membicarakan tato sebagai seni tidak dapat terlepas dari sikap eksibisionis si pemilik tato. Berkaitan dengan tato sebagai seni, gaya hidup, dan fashion seseorang yg memiliki/membuat tato memiliki keinginan untuk menunjukkan/memamerkan tato yg ada ditubuhnya sebagai bentuk ekspresi pribadi, identitas serta aktualisasi diri yang ingin ditunjukan ke publik sebagai wujud dari eksistensi seseorang. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan seseorang untuk mempertontonkan tato mereka ke publik walau terkadang area tersebut adalah area yang ‘jarang’ dipertontonkan.
Semakin mudah dan luasnya tato dinikmati oleh masyarakat (budaya pop) maka akan besar pula peluang bisnis yang dapat dilihat. Mulai dari alat tato (coil, tinta, gel, sarung tangan, dll), studio tato, tato artis, majalah tato hingga iklan dengan media tato. Bahkan hingga kini tato masih dipandang sebagai sesuatu yang maskulin dan dapat digunakan dalam kebutuhan iklan produk pria ataupun wanita berbau maskulin.
Kesimpulan
Layaknya hal-hal duniawi lain tato juga memiliki sisi positif maupun negatif. Tato mengalami pergeseran dari tahun ke tahun. Pergesar tato ini berkaitan erat dengan dinamika sosial pada zamannya sehingga dapat dikatakan bahwa tato sendiri merupakan penanda zaman.
Meskipun hingga kini pemarjinalan kaum bertato masih terjadi di institusi pemerintahan. Namun, sebagai audiens hendaknya kita mampu lebih bijak dalam menanggapi isu-isu yang disebar luaskan oleh media, dalam hal ini stigma negatif mengenai tato. Pula ketika akan mentato harus mengikuti prosedur sesuai dengan standar yang telah ditentukan (berusia minimal 18 tahun, dalam kondisi prima, alat steril, dan lain lain).
Pada era saat ini dimana kebebasan berkomunikasi dan berekspresi menjadi wacana yang besar, sudah semestinya tato mendapat tempatnya di masyarakat untuk ditanggapi secara bijak dan diapresiasi. Sudah saatnya tato dilihat dari sudut pandang lebih luas.
Daftar Pustaka