Hai readers, pada minggu ini penulis ingin membahas tentang masa depan. Eits tapi bukan masa depan penulis ya.
Penulis akan membahas tentang bagaimana depan jurnalisme. Pastinya seluruh aspek kehidupan memiliki masa depan, bahkan kita semua juga pasti memiliki masa depan.
Berbicara jurnalisme, tentu saja tidak akan jauh dengan multimedia. Sama seperti artikel penulis sebelumnya mengenai jurnalisme multimedia, multimedia tidak jauh dari teknologi internet.
Dunia multimedia pada masa sekarang hingga masa depan akan terbilang sangat membutuhkan banyak keterampilan. Terutama keterampilan dalam membuat konten.
Ide-ide kreatif sangat dibutuhkan, tidak ada lagi batasan-batasan yang mengekan kreatifitas. Unsur yang menjadi faktor pendukung multimedia yaitu audio, video, foto, grafik desain.
Tentu saja membutuhkan banyak pekerja dibidang kreatif. Bagi dunia copywriter, tenaga dan ide kreatif tulisan juga semakin dibutuhkan.
Public speaking, penguasaan teknik foto video, penguasaan dengan aplikasi edit. Tentu di masa kini dan masa depan sangat dibutuhkan.
Untuk pola pikir seorang jurnalis harus bisa juga memiliki kemampuan berpikir kritis dan memiliki banyak sudut pandang. Percayalah bahwa dalam dunia kerja jurnalis akan ada banyak kesamaan sudut pandang jika kita tidak dapat berpikir kritis.
Untuk bisa menghasilkan banyak berita, perlu olah data yang ditarik dari satu sudut pandang. Tidak mungkin jika di dalam satu artikel berita memunculkan berbagai sudut pandang, justru hanya akan membuat pembacanya bingung.
Berdasarkan dari artikel milik Mindy di website Medium.com, dituliskan bahwa untuk produksi sebuah konten multimedia memiliki kaitan dengan pola pikir dan kreatifitas.
Selain itu, skill menulis juga tetap masih dibutuhkan. Walaupun kini semuanya serba digital dan bisa dibuat dalam bentuk video dan audio, tapi tetap tulisan memiliki kekuatan menurut Mindy McAdams.
        Berikut hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat penulisan :
- Penulisan cerita dalam multimedia, perlu adanya storytelling. Agar sebuah tulisan bisa maksimal, pastikan lengkap dan menyertakan sebuah pengalaman yang nyata dan hindari pengulangan dalam bentuk media lainnya.
- Manfaatkan komunikasi visual agar pembaca memiliki daya tarik untuk membaca.
- Memilih dan menggunakan kata yang sederhana, tidak perlu tulisan yang panjang dan ribet, karena pembaca akan merasa bosan.
- Karena kemudahan tekonologi, siapapun bisa memilih bagian mana yang ingin diakses. Kekurangannya yaitu pembaca akan melewati hal yang ternyata penting tapi tidak dianggap penting oleh pembaca. Maka dari itu multimedia menawarkan cerita dari segi paralel, berlapis tapi tidak berlebih.
Mengingat bahwa anak muda memiliki minat yang rendah untuk membaca, maka memang sangat disarankan jika menggunakan pendukung visual.
Namun perlu adanya ajakkan secara visual bisa melalui foto, video, poster infografis yang secara tidak langsung akan mengajak anak muda untuk tetap membaca. Bukan berarti antar media memaparkan kesamaan informasi.
Maksudnya yaitu, antar media seperti artikel tulisan, video, foto, infografis harus saling melengkapi. Agar memunculkan niat pembaca untuk memiliki informasi yang lengkap.
Seperti halnya yang dirasakan penulis, penulis merasa akan cepat bosan ketika hanya menonton saja. Padahal menonton video atau film merupakan media yang dianggap mudah dipahami dan terima oleh masyarakat luas, karena dianggap efisien.
Namun nyatanya, penulis sangat menyukai untuk mendegarkan sebuah cerita. Maka dari itu, penulis menyukai konten-konten dengan menggunakan media audio seperti podcast.
Selain mendengarkan konten audio, penulis juga sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan fotografi. Menurut penulis, sebuah karya foto juga memiliki kekuatan lebih.
Walaupun teknologi sangat mendukung bagi dunia jurnalisme, namun ada hal yang dirasa disayangkan. Berkaitan dengan kebebasan pers, siapa yang merasa bahwa media masih harus tunduk dengan penguasa.
Kebebasan pers menjadi faktor pendukung adanya kemajuan jurnalisme. Bayang-bayang teror ketika bekerja menjadi seorang jurnalis sangat banyak.
Apalagi ketika seorang jurnalis harus berhadapan dengan tokoh yang memiliki kekuasaan lebih. Bisa dibilang potensi kasus hilangnya jurnalis bisa terulang lagi.
Selain itu, apapun bentuk perkembangannya jangan sampai kita dibatasi oleh teknologi. Jangan merasa bahwa apapun teknologi yang dipunya akan merasa kalah dengan orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI