Ketika hak-hak warga negara tidak terpenuhi baik melalui proteksi dan distribusi, maka warga negara mesti mengorganisasi diri atau melakukan praktik sosiologi membentuk society, membentuk gerakan-gerakan masyarakat sipil, atau gerakan warga negara untuk menantang dan menentang pemerintah dan negara supaya prinsip kewarganegaraan itu bisa diraih. Pada sisi yang lain, inefisiensi juga terjadi kalau kita masih sibuk berbicara rakyat tetapi kita belum mengalami transformasi dari rakyat ke warga negara maka kedaulatan rakyat dan masyarakat adil-makmur yang dicita-citakan itu hanya akan menjadi cita-cita semata tanpa pernah menjadi kenyataan.
Hubungan Marhaenisme dengan Desa Kuat dan Berdaulat
Salah satu tantangan yang perlu kita sambut adalah bagaimana menghubungkan marhaenisme dengan desa kuat-desa berdaulat. Dalam mencari hubungan itu ada konsep yang bisa kita pakai dan sekaligus ada pengalaman yang bisa kita hadirkan.
Marhaenisme yang dikonsepkan Soekarno memilik kata kunci (keyword) yaitu rakyat. Marhaenisme, dengan kata dasar marhaen (rakyat) kemudian menjadi landasan untuk kedaulatan rakyat. Marhaen secara konseptual bersifat dualistik. Di satu sisi mereka disebut folk (orang desa) sebagai konsep antropologis yang kemudian melahirkan yang disebut dengan local community (masyarakat setempat), tetapi pada sisi yang lain mereka adalah people (rakyat) dalam konsep politik. Rakyat dalam konsep politik yang mengorganisasikan diri untuk berjuang menuju warga negara (citizenship) adalah rakyat dalam pengertian sebagai konsep sosiologi. Marhaen adalah people (rakyat) sebagai konsep politik yaitu ketika orang memilih kepala desa dan memiliki hak yang sama untuk dipilih menjadi kepala desa. Akan tetapi, ketika kita berbicara desa sebagai entitas, maka desa adalah milik folk atau milik masyarakat setempat.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa marhaen sebagai rakyat (people) memiliki komunitas dan marhaen adalah juga menjadi bagian dari masyarakat setempat. Marhaen pada posisi tertentu bertindak sebagai rakyat (people) dalam konsep politik tetapi dalam kehidupan sehari-hari mereka melakukan praktik antropologis, menjadi bagian dari local community (masyarakat setempat). Pada posisi yang lain, marhaen juga melakukan praktik sosiologis yaitu mereka mengorganisasikan diri dalam bentuk serikat petani untuk memerjuangkan tentang kemandirian pangan dan kedaulatan pangan berhadapan dengan negara. Jadi marhaen memiliki dua identitas: kadang mereka menjadi people dan kadang mereka menjadi folk. Ketika marhaen menjadi folk maka mereka tidak akan terlepas dari masyarakat setempat sebagai pemilik desa.
Oleh karena itu, kita berdesa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat marhaen. Desa kuat dan berdaulat dalam rangka mengangkat hajat hidup orang banyak. Desa harus menjadi batu landasan dan batu penjuru bagi negara yang kemudian menghadirkan fungsi proteksi dan distribusi bagi marhaen-marhaen yang juga adalah warga negara Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI