Kebiasaan ini diberikan dan dicekoki sedari mereka dini, dimana perempuan harus bisa mengerjakan semua urusan pekerjaan domestik dalam berumah tangga sedangkan untuk kaum laki-laki sebaliknya.
Pada lingkup sosial pergaulan sehari-hari juga kadang-kadang perempuan turut melanggengkan sikap dominan pria dengan memperkuat stereotip gender. Misalnya, dengan menilai perempuan lain berdasarkan penampilan fisik atau perilaku yang dianggap "feminin".Â
Tindakan seperti ini tidak hanya memperkuat patriarki, tetapi juga menghambat kemajuan perempuan dalam mencapai kesetaraan. Hal ini memberikan dampak stereotip gender dalam kehidupan bermasyarakat mengenai keberadaan perempuan yang hanya dikodratkan mengurus pekerjaan rumah tangga, tidak perlu pendidikan tinggi, dan narasi lainnya.Â
Akibatnya banyak ditemukan laki-laki yang semena-mena terhadap hak perempuan yang memberikan persepsi bahwa perempuan dianggap hanya bisa berada di rumah untuk melanjutkan keturunan, mengasuh anak, dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Stereotip seperti ini harusnya dihilangkan karena kedudukan pria dan wanita adalah seimbang. Pada zaman sekarang ini laki-laki bukanlah raja yang harus selalu dilayani. Semua gender berhak merasakan kedudukan yang sama untuk berpendidikan, tampil dalam masyarakat, dan sebagainya.Â
Hal kecil seperti memasak, membersihkan rumah bukanlah tugas yang hanya diperuntukkan bagi kaum perempuan dan semua gender bisa mengerjakannya. Tidak sepatutnya sedari dini mencekoki anak dengan memberikan pendidikan dan beranggapan bahwa kaum perempuan lebih rendah secara martabat dibandingkan kaum laki-laki.
Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua perempuan terlibat dalam melanggengkan budaya patriarki, masih banyak kaum aktivis yang memperjuangkan kesetaraan gender.Â
Untuk mencapai masyarakat yang lebih adil dan inklusif, penting bagi semua individu, termasuk kaum perempuan, untuk memahami dampak dan konsekuensi dari melanggengkan budaya patriarki. Melalui kesadaran dan tindakan kolektif, kita dapat bersama-sama meruntuhkan belenggu budaya patriarki dan menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua orang.
Referensi:
- Rabbaniyah, S., Salsabila, S., & Studi Psikologi, P. (2022). Patriarki Dalam Budaya Jawa; Membangun Perilaku Pembungkaman Diri Pada Perempuan Korban Seksual Dalam Kampus. Community, 8(1). http://jurnal.utu.ac.id/jcommunity/article/view/4586/2928
- Rama Mahardika, G. (2020, April 22). Belenggu Budaya Patriarki terhadap Kesetaraan Gender di Indonesia. Retrieved May 26, 2024, from its.ac.id: https://www.its.ac.id/news/2020/04/22/belenggu-budaya-patriarki-terhadap-kesetaraan-gender-di-indonesia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H