Mohon tunggu...
Vanisa ayyas
Vanisa ayyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UAS Asuransi Syariah (Mereview Skripsi)

26 Mei 2024   13:51 Diperbarui: 28 Mei 2024   11:38 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama   : Vanisa Ayyas Ramahdani

Nim     : 212111046

Prodi / Kelas   : HES / 6B

Mata Kuliah    : Asuransi Syariah

Ujian Akhir Semester

1. Mereview Skripsi Yang Berjudul

Analisis Terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 Dan Pendapat Yusuf Al-Qardhawi Tentang Asuransi.

2. Isi Review Skripsi

a. Pendahuluan

Permasalahan kontemporer yang selama ini menjadi perdebatan seputar muamalah yaitu tentang asuransi konvensional. Asuransi dianggap sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan akan semakin meningkat. Dimana setiap manusia mengalami musibah, baik musibah secara finansial maupun secara fisik. Didalam al-qur'an dan hadist tidak ada satupun ketentuan yang mengatur secara eksplisit tentang asuransi. Maka dari itu, asuransi dalam islam merupakan bidang hukum ijtihad yang artinya untuk menentukan hukum asuransi ini halal atau haram dan masih diperlukan peranan akal pikiran para ulama ahli fiqih melalui ijtihad.

Syekh M. Al-Qardhawi menganggap bahwa asuransi itu haram karena akad yang digunakan oleh asuransi itu tidak sah serta tidak sesuai dengan akad mudharabah dan mengandung unsur judi. Namun terlepas dari pendapat Yusuf Al-Qardhawi, Asuransi saat ini memiliki peran yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena lembaga asuransi merupakan suatu lembaga yang sangat dibutuhkan oleh banyak orang, karena asuransi bergerak dalam bidang pengalihan risiko. Sedangkan semua orang memiliki suatu resiko yang tidak pasti kapan terjadinya dan resiko apa yang akan terjadi.

MUI pun juga telah mengatur tentang bagaimana asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, keluarlah fatwa dewan syariah No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah yang juga menjadi pedoman bagi peradilan agama dalam memutuskan kasus asuransi syariah yang baru saja menjadi salah satu kewenangan lembaga Peradilan Agama. Meskipun demikian, asuransi syariah dari kalangan ulama masih menuai pro kontra, terutama pada produk asuransi jiwa.

b. Alasan mengapa memilih skripsi ini

Asuransi, khususnya pada asuransi syariah merupakan isu yang sangat relevan dalam konteks eknomi modern. Memahami pandangan ulama dan fatwa DSN MUI tentang hal ini sangat membantu menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam praktik asuransi. Pada penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap literatur akademis mengenai ekonomi syariah dan hukum islam. Pada industri asuransi syariah terus berkembang dan membutuhkan kajian-kajian yang mendalam untuk memastikann kesesuaiannya dengan prinsip syariah, oleh karena itu fatwa DSN MUI No.21 tahun 2001 diimplementasikan agar dapat memberikan wawasan tentang keberhasilan dan menghadapi adanya kendala dalam menerapkan prinsip syaria di sektor keuangan.

Kajian ini akan meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengikuti prinsip syariah dalam berasuransi, sehingga dapat mendukung pertumbuhan asuransi syariah yang lebih sehat dan sesuai dengan nilai-nilai islam. Dalam hal ini pun juga akan memberikan perbandingan antara pandang berbagai ulama dan bagaimana fatwa tersebut diinterpretasikan di berbagai konteks, baik dalam negeri maupun di negara-negara lain yang memiliki sistem asuransi syariah. Dalam penelitian ini dapat digunakan oleh pembuat kebijakan untuk menyusun regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta memastikan perlindungan hukum yang memadai bagi pelaku industri asuransi syariah.

c. Pembahasan hasil review

Pada dasarnya asuransi konvensional dan asuransi syariah hanya memiliki perbedaan sangat sedikit. Pada kedua asuransi tersebut memiliki persamaan pada akadnya, yakni akad asuransi syariah dan akad asuransi konvensional berdasarkan pada keridhaan masing-masing pihak, serta keduanya memberika jaminan keamanan bagi para anggota. Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifat terus menerus atau mustamir. Namun perbedaan utama antara kedua asuransi tersebut terletak pada konsep dan landasan hukum yang dimiliki masing-masing oleh asuransi syariah dan asuransi konvensional. Dasar hukum asuransi syariah diambil dari Al-Qur'an, Al-Hadits, dan ijtihad para ulama. Sedangakan dasar hukum pada asuransi konvensional semata-mata mengambil landasan hukumnya dari pemahaman manusia. Kemudian konsep yang digunakan dalam asuransi syariah berdasarkan konsep takaful yaitu untuk saling tolong menolong sebagaimana yang telah diajarkan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Sedangkan pada asuransi konvensional memiliki konsep jual beli yang hanya berdasarkan kepada konsep komersial belaka.

Begitu pula dengan uang premi yang terkumpul dari peserta.  Dalam perjanjian asuransi konvensional, dana premi akan menjadi milik perusahaan asuransi. Tentu saja, keputusan untuk berinvestasi dimana pun berada di tangan perusahaan tersebut. Mengenai asuransi syariah, peserta tetap memiliki kepemilikan dana. Perusahaan hanya diberi tugas mengawasi saja. Cara memperlakukan keuntungan berubah sebagai akibat dari gagasan ini. Dalam asuransi konvensional, keuntungan akan menjadi milik perusahaan sedangkan dalam asuransi syariah, keuntungan dibagi antara perusahaan dengan perusahaan.

Satu hal yang sangat ditekankan dalam asuransi syariah adalah tidak ada tiga unsur ketidakpastian, untung-untungan, dan bunga (riba). Dalam hal ini tentu saja perusahaan yang bergerak dengan sistem takaful ini tidak melupakan unsur keuntungan yang bisa diperoleh oleh nasabah. Dan yang paling penting dalam perusahaan asuransi syariah harus ada Dewan Pengawas Syariah. Tugas dari Dewan Pengawas Syariah ini untuk mengawasi manajemen serta kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan asuransi syariah agar senantiasa sejalan dengan syariat islam.

Dalam pandangan Yusuf al Qardhawi, asuransi dilarang oleh hukum islam. Baik dari segi asuransi jiwa maupun asuransi kecelakaan. Namun, pada hakikatnya, ia tidak sepenuhnya menolak bahwa asuransi itu dilarang. Pada pandangannya mengenai asuransi didasarkan pada pengharaman ketika adanya transaksi asuransi konvensional yang tidak sejalan dengan urusan bisnis dan kerjasama. Hal ini disebabkan karena perusahaan asuransi konvensional memutar uang dalam bentuk ribawi. Meskipun menentang tentang adanya asuransi, beliau tidak menolak secara mutlak dengan ide asuransi itu. Menurut beliau, asuransi kecelakaan bisa diubah menjadi asuransi yang lebih dekat dengan syariat islam. Sedangkan asuransi jiwa menurut beliau benar-benar jauh dari transaksi yang dibenarkan oleh syariat islam. Namun jika asuransi kecelakaan bisa dirubah maka begitu juga dengan asuransi jiwa, melihat asuransi jiwa sangat besar manfaatnya untuk keturanan atau ahli waris sebagai pegangan.

Selain itu, menurut Yusuf Qardhawi perjanjian dalalm asuransi merupakan perjanjian yang rusak. Karena apabila nasabah tidak mematuhi aturan perusahaan dan tidak mampu membayar premi berikutnya, maka premi yang telah dibayarkan akan hilang atau berkurang. Adanya alasan bahwa kedua belah pihak saling merelakan dan saling memahami juga tidak bisa diterima. Karena dalam riba dan perjudian kedua belah pihak juga sama-sama rela. Dari keterangan tersebut dipahami dan disepakati dengan alasan-alasan pengharaman tersebut, karena dalam syariat islam tidak dibenarkan perjanjian yang menguntungkan bagi satu pihak dan merugikan pihak lain. Hal ini berarti bahwa asuransi mengandung usnur eksploitasi.

Lebih lanjut Yusuf Qardhawi mengemukakan beberapa alasan dalam pengaharaman asurasi. Bahwasanya asuransi tidak bisa diidentikkan dengan lembaga kerjasama, terutama pada asurasni jiwa. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perbedaan asuransi dengan lembaga kerjsama, yaitu :

  • Ketika membayar premi, para nasabah tidak berniat utuk menyumbang.
  • Perusahaan-perusahaan asuransi memutar kekayaannya dalam berbagai usaha ribawi yang diharamkan.
  • Nasabah mengambil seluruh uang premi yang telah dibayarkan dengan beberapa tambahan (jika masa yang disepakati telah tiba).
  • Bila nasabah telah membatalkan perjanjian, dana yang disetorkan otomatis akan hilang.

Lembaga MUI telah mengeluarkan fatwa tentang haramnya asuransi konvensional dan kemudian menawarkan konsep asuransi yang sesuai dengan syariat islam sebagai jawaban terhadap berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap asuransi. Fatwa DSN sebagai fatwa keagamaan yang merupakan hasil pemikiran para ahli agama (Islam) tentu memberikan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Al-Hadits. Pada dasarnya fatwa tidak dapat berdiri sendiri tanpa didasari oleh ijtihad ulama ushul dalam menggali ajaran islam yang sesungguhnya.

DSN MUI dalam fatwa No 21 Tahun 2001 tentang asuransi menggunakan dasar hukum Al-Qur'an yakni QS.Al-Hasyr: 18, QS. Al-Maidah: 1-2, QS. An-Nisa: 29,58, QS. Al-Baqarah: 275, 278-280. Pada ayat tersebut telah menjelaskan tentang kewajiban memenuhi akad, tolong menolong dalam amal kebajikan, memenuhi janji, membolehkan jual beli, dan melarang adanya riba, maisyir, gharar. Dalam bisnis asuransi, nilai tolong menolong terlibat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (Tabarru). Dana sosial ini berfungsi untuk menolong nasabah yang sedang mengalami musibah.

Pada dasar hukum DSN MUI dalam fatwanya tentang asuransi syariah menggunakan metode penentuan hukum dengan berdasarkan kepada Al-Qur'an. Hadits, dan kaidah fiqhiyah. Meskipun tidak menyinggung secara langsung tapi dalil tersebut bisa dijadikan sebagai dasar hukum kebolehan dari asuransi syariah, apalagi jika dipandang dari konsep maslahah al mursalah. Maksud dan tujuan dari maslahah mursalah menurut syariat islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, yakni menarik manfaat dan menolak kemudharatan atau kesusahan. Artinya metode ini lebih mengutamakan kemanfaatan atau kebaikan daripada kemudharatan.

Manfaat adanya usaha asuransi tidak hanya dinikmati atau dirasakan oleh mereka yang berhubungan dengan usaha asuransi, tetapi juga dinikmati oleh seluruh anggota masyarakat. Misalnya, dalam usaha transportasi yang memang sering dihadapkan pada kemungkinan terjadi tabrakan. Jika beban kerugian finansial yang berkaitan dengan kecelakaan tersebut harus dipikul sepenuhnya oleh pemilik jasa transportasi, maka akan menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan untuk terjun kedalam bidang usaha yang penuh resiko tersebut. Konsekuensinya, pelayanan-pelayanan umum yang penting akan jarang diperoleh oleh masyarakat, yang sangat merugikan kepentingan-kepentingan umum. Sebaliknya jika beban kerugian finansial tersebut sudah ditanggung oleh perusahaan asuransi, maka banyak orang yang akan bersedia menerjuni kegiatan-kegiatan.

Asuransi jika ditinjau dari maslahah, secara tingkatannya masuk pada maslahat hajiyat (sekunder). Dengan adanya asuransi dapat memberikan manfaat bagi para peserta asuransi antara lain sebagai berikut :

  • Rasa aman dan perlindungan
  • Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
  • Berfungsi sebagai tabungan
  • Sebagai alat penyebaran resiko

d. Rencana skripsi yang ditulis beserta argumentasinya

Rencana skripsi yang akan saya tulis berjudul "Analisis Pandangan Ulama dan Implementasi Fatwa DSN-MUI No.21 Tahun 2001 dalam Asuransi Syariah di Indonesia". Nantinya dalam skripsi tersebut akan membahas tentang bagaimana pandangan ulama mengenai asuransi, apa isi dan dasar argumentasi Fatwa DSN MUI No.21 Tahun 2001 tentang asuransi, dan bagaimana argumentasi para ulama yang mendukung dan menolak asuransi dalam islam. Manfaat dari penelitian ini nanti akan memberikan wawasan bagi masyarakat tentang adanya asuransi dalam perspektif islam, menjadi referensi bagi akademisi dan praktisi dalam memahami Fatwa DSN MUI No. 21 Tahun 2001 dan pandangan ulama tentang asuransi, serta menyediakan bahan pertimbangan bagi lembaga asuransi syariah.

Pandangan para ulama yang mendukung asuransi syariah akan memiliki prinsip Ta'awun (kerjasama). Tidak ada riba, maisyir, dan gharar. Dalam Fatwa DSN MUI mendukung keberadaan asuransi syariah sesuai dengan fatwa yang mengatur tentang prinsip syariah dalam operasional asuransi, sehingga memberikan kepastian bahwa produk asuransi tersebut halal. Fatwa DSN MUI No. 21 Tahun 2001 tentang pedoman umum asuransi syariah dikeluarkan untuk memberikan panduan mengenai asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah. Fatwa ini juga menegaskan bahwa asuransi syariah dibolehkan selama dijalankan sesuai dengan prinsip islam dan bebas dari riba, maisyir, dan gharar. Sedangkan pandangan para ulama yang menolak asuransi konvensional karena adanya riba, maisyir, dan gharar. Dalam operasional Fatwa DSN MUI adanya akad (kontrak) Tabarru, pengelolaan dana, pengawasan syariah, meberikab perlindungan finansial, dan pemberdayaan ekonomi peserta.

Meskipun fatwa ini memberikan panduan yang jelas, tantang terbesar dalah meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya asuransi syariah dan bagaimana operasionalnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Pentingnya pengawasan dan kepatuhan yang ketat oleh Dewan Pengawas Syariah dan Otoritas Jasa Keuangan untuk memastikan bahwa semua praktek asuransi syariah benar-benar bebas dari unsur yang diharamkan.

Dengan mempertimbangkan berbagai pandangan para ulama dan landasan hukum dari Fatwa DSN MUI No.21 Tahun 2001, dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah merupakan alternatif yang sesuai dengan prinsip islam, menawarkan perlindungan finansial sekaligus mempromosikan nilai-nilai solidaritas dan kerjasama di kalangan umat islam.

#uas

#prodihes

#uinsurakarta2024

#asuransisyariah

#muhammadjulijanto

#fasyauinsaidsurakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun