Mohon tunggu...
Vania Salsa
Vania Salsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa dalam perjalanan menuju S1 Ilmu Komunikasi yang mau bisa nulis katanya, doakan ya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Delusi Seraphina

23 Januari 2024   23:58 Diperbarui: 24 Januari 2024   00:11 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sungai / Flickr.com

Seraphina adalah gadis kecil berusia 12 tahun yang sukar merasakan kebahagiaan. Rambut panjangnya tidak pernah merasakan belaian seorang ayah, dan tangannya penuh dengan bekas memar membiru. 

Ibu Sera: "Seraphina, ayo ikut ibu ke sungai. Kita akan mencari siput rawa untuk makan malam nanti"

Seraphina: "Asyik, Sera juga ingin bermain air, boleh kan, Bu?"

Ibu Sera: "Tentu, tapi Seraphina harus ingat untuk tidak bermain jauh-jauh dari jangkauan Ibu"

Seraphina dan Ibunya kemudian bergegas untuk pergi ke sungai. Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, tempat ia tinggal nyatanya tidak memiliki sungai satupun, sehingga ia harus pergi ke Sungai Batang Merangin dan menempuh 1 jam perjalanan menggunakan transportasi umum. Sesampainya di sungai, Seraphina kemudian menyisiri rawa-rawa untuk mencari siput.

Dua jam berlalu, Seraphina kemudian dan duduk di bebatuan.

Seraphina: "Mengapa Ibu tidak istirahat lebih dulu? Kita sudah dua jam mencari siput rawa"

Ibu Sera: "Iya, Ibu akan istirahat sebentar lagi" Ucapnya seraya menjinjing 2 ember siput rawa di tangan kanan dan kirinya dan menghampiri anak semata wayangnya.

Ibu Sera: "Setiap Ibu melihat sungai, pasti Ibu teringat denganmu Seraphina"

Seraphina: "Kenapa bisa begitu, Bu?"

Ibu Sera: "Sungai dan kamu memberi kesan yang mirip bagi Ibu, melihat air sungai yang mengalir membuat ibu tenang sebagaimana ibu melihatmu tumbuh menjadi gadis yang kuat. Apa kamu tahu, mengapa Ibu memberimu nama 'Seraphina'?

Seraphina: "Kenapa, Bu?"

Ibu Sera: "Seraphina memiliki arti 'bidadari', sebagaimana cerita legenda yang kita ketahui, bidadari sering turun untuk singgah di sungai. Itulah kenapa Ibu memberimu nama Seraphina, gadis cantik seperti bidadari yang memiliki sifat ketenangan layaknya air di dalam dirinya"

Seraphina: "Tapi Ibu, aku tidak cantik! Kalau cantik, aku sudah menjadi artis ibukota kaya raya sekarang dan kita tidak perlu hidup sulit seperti ini"

Ibu Sera: "Ucapan macam apa itu, kau sudah cantik, Seraphina. Lagipula, menjadi artis ibukota tidak hanya perlu cantik, namun juga memerlukan bakat. Kenapa juga kau mengeluhkan hidupmu sekarang?

Seraphina: "Bukan begitu, Bu. Sera terkadang hanya kesal. Kenapa harus Ibu yang bertanggung jawab menghidupi keluarga, sementara ayah setiap harinya pergi entah kemana dan pulang dalam keadaan sempoyongan"

Tak lama, hujan lebat kemudian turun membasahi mereka yang sedang duduk di bebatuan. Pulang dengan keadaan terburu-buru, Seraphina terpeleset bebatuan licin dan terhanyut arus sungai yang semakin deras.

Seraphina: "Ibu, tolong!! Jangan tinggalkan Sera, Bu!!"

Ibu Sera: "Genggam tangan Ibu, jangan kamu lepaskan"

Ibu Sera berupaya menarik Sera dari gelombang sungai yang semakin besar. Namun, kaki Sera seolah tersangkut di ranting dan bebatuan di dalam sungai. Dengan kondisi terpaksa, Ibu Sera pun masuk ke dalam sungai untuk membebaskan kaki Sera yang tersangkut. Nahas, setelah menyelamatkan putrinya, ia justru kini hanyut terbawa arus sungai.

Seraphina: "IBUUU!! Pegangan Bu!!" Teriaknya seraya berlari mengejar Ibunya yang terus menjauh dari pandangannya.

Gagal dalam menyelamatkan Ibunya, Seraphina menangis tersedu-sedu seolah tidak percaya Ibunya telah tiada. Perasaan sedih, bingung dan kalang kabut bercampur menjadi satu. Ia tak menemukan satu orang pun untuk dimintai pertolongan. Ia bahkan tak tahu bagaimana harus pulang sendirian, sementara hari mulai menjadi petang. 

Seraphina: "Ibu??" Sambil menatap ke kejauhan, seolah tidak percaya bahwa matanya melihat sosok Ibu yang ia kira tak akan pernah ia lihat kembali.

Ibunya tersenyum dan menggandeng tangan mungilnya. Hujan yang tak kunjung henti menjadikan tangan ia dan Ibunya dingin ketika bergenggaman. Mereka kemudian pulang dengan kembali menaiki transportasi umum. Sepanjang perjalanan, tak sepatah kata pun yang terlontar dari mulut Ibu Seraphina. Ibunya terus tersenyum dan mengelus kepalanya yang basah oleh air hujan. 

Sesampainya di rumah, Seraphina bergegas mandi dan menyimpan siput rawa yang hanya tersisa satu ember akibat jatuh terpeleset tadi. Seusai mandi, ia mencari Ibunya untuk membantu memasak siput rawa. Namun, Ibunya tak ia temukan di seluruh penjuru rumah. 

Seraphina: "Ibu?,, Ibu??" Panggil Seraphina

Tak ada jawaban. 

Tak lama, terdengar ketukan pintu dari luar dengan suara yang begitu keras, diikuti remang-remang suara warga yang begitu riuh.

Seraphina membuka pintu rumahnya, Bu Ayu, tetangganya dengan cepat memeluk Seraphina dengan dibanjiri air mata.

Bu Ayu: "Dik, Ibumu dik..." Sambil terus mendekap Seraphina

Seraphina terdiam, masih tidak mengerti apa yang terjadi hingga membuat hampir seluruh tetangganya mendatangi rumahnya dengan raut wajah penuh duka.

Bu Ayu: "Kuat yaa dik, tubuh Ibumu sudah dibawa menuju kesini, tadi ditemukan warga sekitar di pinggir sungai, Ibumu sudah tergeletak"

Seolah tersambar petir, Seraphina terpaku dan menyadari bahwa Ibunya tidak ikut pulang ke rumah sejak tadi siang. 

"Ibu, bukankah Ibu bilang bahwa Ibu tenang kalau melihatku tumbuh? Lalu kenapa Ibu malah pergi meninggalkan Sera? Mengapa Ibu hanya mengantar Sera pulang? Ibu seharusnya ikut pulang" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun