Pada tanggal 13 November 1667, kedua pihak mengadakan gencatan senjata dan pada 18 November 1667, Sultan Hasanuddin, sang ayam jago dari timur terpaksa menyepakati perjanjian damai di Desa Bungaya. Perjanjian ini menghasilkan 26 Pasal dan 3 Pasal tambahan yang meruntuhkan kedigdayaan Gowa di bagian timur Nusantara. Akhirnya, Arung Palakka dilantik menjadi Sultan Bone pada tahun 1672. Arung Palakka dengan beragam kontroversinya adalah sosok yang revolusioner pada masanya karena memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber daya politik baru yang memungkinkan dia untuk memecah kebuntuan sistem tradisional.
On November 13, 1667, the two sides entered into a truce and on November 18, 1667, Sultan Hasanuddin, the rooster from the east, was forced to agree to a peace treaty in Bungaya Village. This agreement resulted in 26 Articles and 3 additional Articles which undermined the prestige of Gowa in the eastern part of the Archipelago. Finally, Arung Palakka was inaugurated as Sultan of Bone in 1672. Arung Palakka with his various controversies was a revolutionary figure of his time because he had the ability to use new political resources that allowed him to break the deadlock of the traditional system.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H