Seorang bayi pria lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan pada tanggal 15 September 1663, dalam keluarga Kerajaan Bone. Bayi tersebut bernama Arung Palakka. Kelak, namanya akan menjadi perbincangan besar dalam sejarah Perjalanan Indonesia. Pada tahun 1600-an terjadi konflik antar kerajaan di Sulawesi Selatan. Kerajaan tersebut di antaranya adalah Bone, Soppeng Wajo, Gowa dan Tallo.Â
A baby of Bone Kingdom was born in Soppeng, South Sulawesi on September 15th, 1663. The baby was named Arung Palakka. In hope that someday, his name would be the big talk in the History of Indonesia. In 1600, there was a conflict beetween the kingdoms in South Sulawesi. The kingdoms were Bone, Soppeng, Wajo, Gowa and Tallo.
Di tahun 1643, Kerajaan Bone yang dipimpin oleh La Maddaremmeng Matinro'e Ri Bukaka, ayah dari Arung Palakka harus menerima pil pahit karena wilayah kekuasaannya harus jatuh ke tangan Sultan Gowa. Arung Palakka yang saat itu berusia 11 tahun dijadikan pelayan di kediaman Perdana Menteri Gowa, Karaeng Pattinggaloang beserta keluarganya. Arung Palakka menyaksikan pilunya 10.000 orang Bugis Bone dipaksa untuk menggali kanal di sepanjang pesisir Makassar oleh Kesultanan Gowa dalam rangka melawan VOC.
In 1643, the Bone Kingdom led by La Maddaremmeng Matinro'e Ri Bukaka, the father of Arung Palakka had to accept the bitter pill because his territory had to fall into the hands of the Sultan of Gowa. Arung Palakka, who was 11 years old at the time, served as a servant at the residence of the Prime Minister of Gowa, Karaeng Pattinggaloang and his family. Arung Palakka witnessed the grief of 10,000 Bone Bugis people being forced to dig a canal along the Makassar coast by the Sultanate of Gowa in order to fight the VOC.
Kemudian, terjadi pemberontakan masyarakat Bone yang dipimpin oleh Tobala. Arung Palakka pun berhasil lari dari Gowa dan berlindung di Kesultanan Buton yang dipimpin oleh La Sombata atau Sultan Abdul Rahiem. Selama 3 tahun, Arung Palakka tinggal di sana dan menyusun kekuatan. Menyerang Gowa dan membebaskan beberapa orang Bone yang dipekerjakan paksa. Tapi, sayangnya, Tobala terbunuh.
Later, there was a rebellion of Bone society led by Tobala. Arung Palakka managed to escape from Gowa and took refuge in the Buton Sultanate led by La Sombata or Sultan Abdul Rahiem. In 3 years, Arung Palakka lived there and built up strength. Then, his troops attacked Gowa and free some forced-servant Bone men. Unfortunately, Tobala was killed.
Setelah penyerangan tersebut terjadi, VOC pun menawarkan bantuan. Kemudian, Arung Palakka pun berpikir panjang, tapi akhirnya menerimanya karena diburu oleh pasukan Gowa. Arung Palakka dan pasukannya pun menuju ke Batavia. Arung Palakka dan pasukannya yang dijuluki Toangke tinggal di Batavia, yang kini dikenal dengan sebutan Kampung Bugis.Â
After the attack occurred, the VOC also offered to help. Then, Arung Palakka thought for a long time, but finally accepted it because he was being hunted by Gowa troops. Arung Palakka and his troops headed to Batavia. Arung Palakka and his troops called as Toangke lived in Batavia, which is now known as Kampung Bugis.
Untuk membuktikan kepada VOC bahwa dia pantas dibantu menyerang Gowa, Arung Palakka membantu VOC dalam memenangkan pertempuran melawan pasukan Aceh di Pariaman. Akhirnya, VOC membantu Arung Palakka dengan tambahan 600 pasukan yang dipimpin oleh Cornelis JanzoonSpeelman. Mereka berangkat dari pesisir Batavia dengan 21 kapal. Pertempuran sengit terjadi selama 11 bulan. Pasukan VOC menyerang dari laut dan Pasukan Arung Palakka dari arah darat.
In case to prove to the VOC that he deserved to be helped in attacking Gowa, Arung Palakka assisted the VOC in winning the battle against the Acehnese troops in Pariaman. Finally, the VOC assisted Arung Palakka with an additional 600 troopsled by Cornelis Janzoon Speelman. They departed from the coast of Batavia with 21 ships. Fierce fighting lasted for 11 months. The VOC troops attacked from the sea and the Arung Palakka Troops from the land.