Realisme adalah sebuah teori klasik yang mendominasi studi hubungan internasional selama masa Perang Dingin. Realisme mendominasi masa Perang Dingin karena penekanannya pada kompetisi yang waktu itu sesuai dengan sifat pokok persaingan AS-Uni Soviet (US).
Realisme menekankan bahwa negara adalah aktor utama dalam politik internasional dan cara untuk mencapai tujuan negara adalah dengan power atau kekuasaan.
Power adalah dasar dari semua tindakan setiap negara dan tujuan mereka memaksimalkan power adalah untuk mencapai tujuan mereka sendiri dengan lebih baik. Â Setiap negara pasti memiliki keinginan naluriah untuk mendominasi negara-negara lain, sehingga membuat mereka berperang.
Menurut perspektif realis, kepentingan nasional adalah tujuan jangka panjang yang umum dan berkelanjutan. Untuk mencapainya, negara akan melakukan apa pun, termasuk perang dan konflik demi tercapainya kepentingan nasional.
Dalam reaslisme, terdapat 4 asumsi yang menjadi dasar teori. 4 asumsi tersebut adalah
- Negara sebagai aktor tunggal
- Negara sebagai aktor utama
- Anarki internasional
- Kepentingan nasional
Dalam konteks konflik India dan Pakistan memperebutkan wilayah Kashmir, kita dapat menggunakan teori realisme untuk menganalisis konflik ini.
Konflik antara India dan Pakistan mengenai wilayah Kashmir bermula sejak kedua negara merdeka dari Inggris pada tahun 1947. Konflik ini berawal dari perbedaan kepentingan nasional antara India dan Pakistan terkait perebutan wilayah Kashmir.
Wilayah Kashmir adalah sebuah kerajaan dengan mayoritas Muslim yang dipimpin oleh Maharaja Hindu Hari Singh dipandang sebagai wilayah strategis untuk pertahanan negara dan memiliki keuntungan geopolitik yang spesifik.
Saat pembagian India dan Pakistan berdasarkan garis agama (Hindu dan Muslim), kerajaan Kashmir menghadapi pilihan sulit antara bergabung dengan India atau Pakistan. India dengan mayoritas Hindu dan Pakistan dengan mayoritas Muslim.
Pada awalnya, Maharaja Hari Singh memilih untuk independen hingga menghadapi invasi dari Pakistan, ia akhirnya meminta bantuan dari India. Maharaja menandatangani instrumen aksesi yang membuat Jammu dan Kashmir menjadi bagian dari India.
Sejak saat itu, wilayah Kashmir telah menjadi titik panas dalam hubungan India-Pakistan. Ini adalah pemicu awal intervensi militer dari India dan memulai perang pertama antara India dan Pakistan.
Perang pertama (1947-1948) berakhir dengan intervensi PBB dan gencatan senjata yang kemudian dikenal sebagai Line of Control (LoC). Wilayah Kashmir dibagi menjadi dua bagian, dengan India mengontrol bagian timur (Jammu dan Kashmir) sementara Pakistan mengontrol bagian barat (Azad Kashmir dan Gilgit-Baltistan).
Konflik kembali Meletus dengan perang kedua (1965) karena ketidakpuasan kedua belah pihak terhadap status Quo. Masing-masing negara ingin mengklaim seluruh wilayah Kashmir tanpa dibagi menjadi perbagian.
Perang kedua ini berakhir dengan perjanjian Tashkent yang ditengahi oleh Uni Soviet, mengembalikan status Quo Ante Bellum.
Â
Perang ketiga (1971) terjadi karena krisis politik dan ketidakpuasan di Pakistan Timur. Kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat membuat jutaan pengungsi melarikan diri ke India.
India merasa menghadapi beban berat dari para pengungsi dan mendesak komunitas internasional untuk bertindak. Perjanjian Simla yang dihasilkan mempertegas LoC dan mengharuskan kedua negara menyelesaikan masalah Kashmir melalui negosiasi bilateral.
Terakhir, terdapat konflik lokal yang serius terjadi di wilayah Kargil, konflik ini sering kali disebut sebagai Kargil Conflict (1999).
Konflik ini terjadi Ketika militant dan tantara Pakistan melintasi LoC. Konflik ini berakhir dengan kemenangan militer India, namun menegaskan ketidakstabilan permanen di wilayah tersebut.
Dampak konflik ini sangat luas dan kompleks baik dari sisi India maupun Pakistan.
Konflik ini telah menyebabkan kerugian yang besar bagi masyarakat Kashmir, termasuk korban jiwa, pengungsian, dan kerusakan infrastruktur. Selain itu, konflik ini juga telah mempengaruhi stabilitas keamanan di Asia Selatan, serta memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.
Korban jiwa tidak hanya terbatas pada militer tetapi juga termasuk anak-anak, wanita, dan lansia. Pengungsian yang terjadi juga menyebabkan gangguan ekonomi dan sosial masyarakat Kashmir, serta meningkatkan kemiskinan dan ketidakpastian hidup.
Kerusakan infrastruktur juga telah terjadi, dengan banyak bangunan, jalan, dan fasilitas umum rusak atau hancur. Kerusakan ini telah menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan akses ke fasilitas dasar seperti air, listrik, dan kesehatan.
Konflik antara India dan Pakistan ini memberi pengaruh pada stabilitas keamanan di Asia Selatan dengan meningkatnya ancaman terorisme dan meningkatnya kepentingan geopolitik, yang dimana seharunya stabilitas keamanan di Asia Selatan sangat penting untuk stabilitas global.
Memburuknya hubungan antara India dan Pakistan dengan meningkatnya ketegangan dan kebencian antara kedua negara karena konflik Kashmir, dapat berpengaruh pada sektor ekonomi, militer, hingga pendidikan.
Dalam perspektif realisme, solusi konflik ini dapat ditemukan melalui diplomasi dan negosiasi antara India dan Pakistan. Kedua negara harus berkomunikasi dan berkoordinasi untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan nasional mereka. Selain itu, peran aktor ketiga seperti PBB dan Amerika Serikat juga dapat membantu dalam menyelesaikan konflik ini.
Analisis konflik India dan Pakistan dalam memperebutkan wilayah Kashmir dalam perspektif realisme menunjukkan bahwa konflik ini berawal dari perbedaan kepentingan nasional antara dua negara dan memiliki dampak yang luas dan kompleks. Solusi konflik ini dapat ditemukan melalui diplomasi dan negosiasi antara India dan Pakistan, serta peran aktor ketiga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H