Pendahuluan
Dalam beberapa waktu terakhir ini, program-program yang ditayangkan oleh televisi seringkali menjadi kontroversi dan mendapatkan kecaman dari masyarakat. Mulai dari permasalahan sinetron yang menayangkan praktik perkawinan anak dan kekerasan seksual terhadap anak, hingga penayangan informasi yang tidak kredibel. Permasalahan ini tentu mulai membuat sebagian masyarakat resah dan mempertanyakan keberadaan media massa televisi saat ini.
Berangkat dari permasalahan tersebut, melalui artikel ini penulis ingin menganalisis program-program televisi sehingga bisa mendapat kesimpulan mengenai sehat tidaknya media televisi di Indonesia saat ini. Namun sebelum menganalisanya lebih jauh, mari pahami terlebih dahulu mengenai media massa televisi itu sendiri.
Media Massa Televisi
Televisi merupakan salah satu media massa yang bersifat audio visual dan masih eksis hingga saat ini. Fungsi media ini menurut Joseph R. Dominick adalah pengawasan (Surveillance), penafsiran (Interpretation), keterkaitan (Linkage), penyebaran nilai (Transmission of Values), dan hiburan (Entertainment).
Kemudian, berdasarkan jenis program yang ditayangkan, Morissan membaginya ke dalam 3 kategori besar:
1. Berita Keras (Hard News)
Hard news adalah segala informasi penting dan menarik yang harus dengan segera ditayangkan kepada audiens agar audiens juga dapat dengan cepat mengetahuinya. Apabila terlambat untuk ditayangkan, maka informasi akan “basi”/tidak penting lagi. Jenis program yang termasuk ke dalam kategori ini adalah straight news, feature, dan infotainment.
2. Berita Lunak (Soft News)
Soft news sendiri lebih kepada informasi penting dan menarik yang penayangannya tidak bersifat sesegera mungkin, sehingga dapat dikupas secara lebih dalam lagi dan dapat menjadi edukasi sekaligus hiburan bagi audiens. Jenis program yang termasuk ke dalam kategori ini adalah current affair, magazine, documenter, dan talkshow.
3. Program Hiburan
Program hiburan ini berisi tayangan yang menghibur audiens dan bersifat non-berita. Jenis program yang termasuk ke dalam kategori ini adalah drama (sinetron dan film), game show (quiz show, ketangkasan, dan reality show), musik (video klip dan konser), serta pertunjukan (pertunjukan masak, wayang, dll).
Pada kenyataannya, banyak dari program televisi ini yang mulai keluar dari fungsinya sebagai media massa dan esensi dasar sebagai suatu program. Hal inilah yang akhirnya sering menimbulkan kontroversi karena tayangan program yang ditampilkan terkadang tidak berkualitas, penuh sensasi, dan melanggar norma.
Analisis media massa TV: Sehat atau tidak?
Berikut analisis terhadap media massa televisi saat ini dengan indikatornya berdasarkan program-program yang ditayangkan:
1. Berita Keras (Hard News)
Program straight news dan feature di Indonesia masih bisa tergolong aman dan berkualitas. Hal ini terbukti dari hasil riset kualitas program KPI yang menunjukkan kedua jenis program tersebut berhasil mendapatkan nilai yang memenuhi standar kualitas, yaitu sebesar 3, meskipun terbilang sedikit fluktuatif.
Hal ini berbanding lurus dengan hasil survei yang menunjukkan bahwa sebesar 75,3% responden menjadikan televisi sebagai sumber informasi utama mengenai Covid-19 dan dapat dipercaya, melalui berita yang ditayangkan.
Berbanding terbalik dengan program infotainment, yang cenderung berlebihan dan selalu dipenuhi dengan gosip tanpa adanya fakta yang mendukung. Hal ini juga dibenarkan oleh Andi Andrianto selaku Koordinator Bidang Riset KPI Pusat.
Dilansir dari Pikiranrakyat-Depok.com dan padangkita.com, beliau mengakui bahwa program infotainment termasuk dalam 3 kategori program dengan pengawasan khusus karena sejak tahun 2017 selalu memiliki nilai terendah dan selalu berada di bawah standar KPI.
Nilai yang rendah tersebut didapatkan karena isi program infotainment yang selalu dipenuhi gosip tanpa adanya fakta, melanggar norma sosial, dan jadi tempat pamer kekayaan artis secara berlebih. Berikut detail perkembangan nilai (Indeks) kualitas program infotainment berdasarkan hasil riset KPI:
2. Berita Lunak (Soft News)
Program-program yang tergolong dalam soft news sendiri bisa dikatakan sebagian besar aman dan berkualitas. Hal ini terlihat dari hasil riset KPI yang menunjukkan bahwa program soft news, seperti talkshow, dari tahun 2017 hingga 2019 masih terbilang memenuhi standar meskipun nilanya cukup fluktuatif. Berikut detail perkembangan nilai (Indeks) kualitas program talkshow berdasarkan hasil riset KPI dari tahun 2017-2019:
Selain itu, hasil riset KPI juga menunjukkan evaluasi program talkshow dengan kualitas terbaik dan terendah.
Program terbaik dipegang oleh Mata Najwa dengan nilai 3,64. Program tersebut dianggap selalu mengangkat kepentingan publik, mampu membahas topik secara mendalam, menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya, mampu membuat audiens berpikir kritis, dan memiliki pembawa acara yang tidak provokatif atau menyudutkan narasumber.
Berbeda dengan salah satu program yang termasuk ke dalam nilai terendah, yaitu Hotman Paris Show, yang dianggap KPI lebih membawa kepentingan kelompok/personal, memiliki kedalaman informasi yang kurang, menyajikan topik yang kontroversi, dan memiliki pembawa acara yang sedikit provokatif serta menyudutkan narasumber.
3. Program Hiburan
Menurut KPI, sinetron juga termasuk ke dalam kategori program televisi yang memiliki nilai kualitas rendah dan tidak pernah ada perubahan signifikan untuk memenuhi standar nilai kualitas program, sejak riset KPI di tahun 2017.
Dalam riset tersebut, juga dijelaskan alasan sinetron selalu mendapatkan nilai rendah karena kerap kali melanggar poin relevansi, kelogisan, kekerasan (Kekerasan fisik, verbal, non-verbal, maupun seksual), dan kuasa supranatural.
Contoh kasus terbaru adalah mengenai sinetron “Suara Hati: Zahra”. Sinetron tersebut baru-baru ini dikecam masyarakat, ahli perfilman di Indonesia, dan bahkan anggota DPR, karena dinilai melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS) dengan menayangkan adegan dewasa, poligami, kekerasan seksual, dan perkawinan anak. Berikut salah satu bentuk protes yang diberikan oleh Ernest Prakasa atas tayangan yang tak pantas:
Wisata dan Budaya
Menurut hasil riset KPI, meskipun masih melebihi standar yang ditentukan oleh KPI yaitu 3,00, indeks program wisata dan budaya pada tahun 2019 sebesar 3,19 yang berarti mengalami penurunan dibandingkan dari tahun 2017 yaitu sebesar 3,30.
Secara keseluruhan, program wisata dan budaya sudah cukup informatif dan edukatif. Contohnya yaitu Jejak Anak Negeri di Trans7 dan My Trip my Adventure di TransTV. Namun akhir-akhir ini seiring dengan masuknya budaya Korea yang semakin marak, mengakibatkan beberapa program tergantikan oleh drama-drama Korea. Apabila tidak dibatasi, maka dapat menimbulkan kurangnya pelestarian budaya Indonesia itu sendiri.
Program Anak
Menurut hasil riset KPI, indeks kualitas program anak pada periode kedua tahun 2019 mengalami peningkatan. Program anak dapat dikatakan sudah memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh KPI dengan hasil 3,12 dimana standar kualitas KPI saat itu 3,00.
Program anak dapat memperoleh nilai indeks kualitas yang tinggi karena telah memenuhi beberapa standar indikator KPI yaitu informatif, edukatif dan cukup menstimulasi kognitif anak. Contoh program anak yang dapat diapresiasi yaitu Laptop si Unyil di Trans7 yang memberikan informasi terkait pengetahuan dan teknologi dan program Kukuruyuk di TVRI yang mengajarkan anak tentang bahasa Inggris. Meskipun mendapatkan indeks kualitas yang tinggi, masih terdapat program yang kurang baik untuk ditonton oleh anak-anak. Contohnya, Tom & Jerry di RCTI yang kurang menunjukkan norma sosial malah menceritakan kekerasan, seperti pertengkaran antara Tom dan Jerry.
Kesimpulan
Melalui analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa program televisi yang disiarkan saat ini masih terdapat program yang kurang sehat karena penuh dengan kontroversi dan melanggar norma-norma yang berlaku. Meskipun begitu, masih terdapat juga program televisi yang sehat dan menayangkan informasi yang berkualitas di Indonesia.
Saran
Stasiun televisi sebagai penanggung jawab dari program-program yang ditayangkan di televisi, seharusnya dapat lebih lagi meningkatkan kualitas program yang ditayangkan, seperti dengan mengedepankan nilai positif yang ingin dibagikan kepada audiens, tetap berpegang pada norma-norma yang berlaku di Indonesia, serta mengurangi sensasi maupun kontroversi.
Selain itu, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai lembaga yang berwenang dapat melakukan screening terhadap program-program yang kurang baik agar tidak ditayangkan dan memberikan sanksi pada stasiun televisi yang menayangkan program-program yang kurang sehat bagi penonton. Terakhir, sebagai penonton juga harus bertanggungjawab untuk dapat membatasi dan menyaring paparan negatif pada tayangan program-program yang ada di televisi.
Referensi
Arrazzi, F. (2021). Survei Kualitas Siaran Televisi, KPI: Kualitas Infotainment Paling Rendah. Retrieved from padangkita.com website: https://padangkita.com/survei-kualitas-siaran-televisi-kpi-kualitas-infotainment-paling-rendah/
Darwis, Y. (2019). Kualitas Program Siaran TV Periode II Tahun 2019. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). (2021). KEMEN PPPA: SINETRON SUARA HATI ISTRI: ZAHRA, MELANGGAR HAK ANAK. Retrieved from kemenpppa.go.id website: Kemenpppa
Mulia, S. (2021). KPI Nilai Kualitas Program Televisi Indonesia Masih Kurang pada Segi Kualitas, Ikatan Cinta Ikut Disinggung. Retrieved from depok.pikiran-rakyat.com website: Pikiran Rakyat
Pusparisa, Y. (2021). LSI: Televisi dan Media Sosial Paling Populer Jadi Rujukan Berita Covid-19. Retrieved from katadata.co.id website: Katadata
Credit
Penulis: Jocelin Hadikusuma dan Vania Aurellia Sampara (Group B-4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H