Mohon tunggu...
Mahalya Bintang Vanesya
Mahalya Bintang Vanesya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Sosok yang gemar menulis dan membaca rekomendasi buku - buku terbaru. Penulis sedang menempuh masa perkuliahan di ranah sosial humaniora dan kini tertarik pada isu mental health serta self improvement.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berita Politik Masa Kini: Eminensi Jurnalistik atau Kenaifan Dunia Maya?

9 Juni 2023   15:59 Diperbarui: 9 Juni 2023   16:07 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada abad globalisasi, celah persebaran informasi adalah perkara yang mustahil dihindari. Berita sebagai representasi informasi ditafsir sebagai produk jadi yang memuat urgensi. Dalam hal ini, jurnalis sebagai nakhoda tim produksi dipertemukan dengan eksepsi politis yang bersemi kembali. Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ yang berarti catatan atau laporan harian. Jurnalistik adalah dua sisi cermin tak seiras yang dicerna secara skeptis oleh rakyat. Baik segmen plus maupun minus, tergantung bagaimana setiap insan mengartikulasikannya. Demikian pula, wartawan dan pers merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dalam daur penyiaran berita. Sayangnya, wujud surat kabar yang hadir saat ini memicu spekulasi apakah ia muncul sebagai komoditas orisinal dari pers atau sekadar pemanis dalam hingar bingar dunia maya.

Sedari dini, masyarakat Indonesia telah mengenal apa yang dimaksud dengan koran, majalah, tabloid, dan sebagainya. Beberapa diantaranya adalah contoh karya jurnalistik berupa sumber bacaan konvensional yang menjelma konsumsi rutin masyarakat. Namun sayangnya, minat literasi di Indonesia semakin merosot setiap tahunnya. Mengutip data Badan Pusat Statistik tahun 2022 disebutkan bahwa tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia secara keseluruhan berada di angka 59,52 dengan durasi membaca 4-5 jam per minggu dan 4-5 buku per triwulan.

Seiring kemajuan zaman, jurnalistik menawarkan variasi baru berupa booklet, artikel, dan rubrik online yang bisa ditampilkan pada gawai masing-masing orang. Mulai banyak masyarakat yang bergerak meninggalkan cetakan fisik surat kabar demi berkiblat pada entitas modern. Berdasarkan pengamatan WeAre Social pada tahun 2022, rata-rata pengguna internet yang mengakses media sosial menghabiskan waktu antara 60 menit hingga 180 menit lebih dalam sehari. Sedangkan untuk menonton TV, baik secara broadcast maupun streaming, rata-rata masyarakat menguras waktu kurang lebih 2 jam 50 menit.

Revolusi teknologi memicu progress baru dalam dunia jurnalistik yang mendatangkan beragam tantangan dan apresiasi dari masyarakat. Efek positif yang kerapkali kita temukan adalah kemudahan untuk menerima berita teraktual dimana saja dan kapan saja selama kita saling terkoneksi oleh jaringan internet. Ironinya, penyaluran berita yang lebih gesit dan efisien belum tentu tepat sasaran. Perihal ini mendasari kenaikan tingkat responsivitas publik terhadap isu-isu terbaru dibandingkan pada masa lampau. Dibuktikan dengan peningkatan jumlah akun media sosial dari tahun ke tahun yang melonjak tinggi, salah satu contohnya adalah platform Twitter yang marak digemari oleh kaum millennial di Indonesia.

Berdasarkan laporan We Are Social, jumlah pengguna Twitter di Indonesia mencapai 18,45 juta pada 2022. Jumlah tersebut setara dengan 4,23% dari total pengguna Twitter di dunia yang mencapai 436 juta. Pengguna media sosial yang menyetujui opini penggagas bisa membagikan laman berita dengan metode forward, sehingga mengundang pembaca lain untuk turut menanggapi serta meramaikan trending topic. Mereka dapat menyodorkan komentar kepada penulis artikel atau thread, bahkan menyampaikan kritik dan sarannya pada media sebagai bentuk eksistensi belaka.

Penulis ikut diuntungkan dalam fenomena ini, sebab lalu lintas pengunjung laman akan meningkat drastis dan penulis mendapatkan timbal balik berupa credit yang sebanding. Akan tetapi, kredibilitas penulis juga dipertaruhkan dalam ajang kepenulisan ini. Sebelum mengunggah suatu pemberitaan, penulis hendaknya memahami substansi persoalan secara menyeluruh agar tidak menumbuhkan kesalahan persepsi dalam mengutarakan permasalahan. Meskipun, pada dasarnya perspektif individu sangat berwarna dalam menyikapi isu, tergantung sudut pandang yang kita ajukan.

Sebagai salah satu implementasi hak asasi manusia, kebebasan pers di Indonesia telah dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999. Bidang jurnalistik berkaitan dengan popularitas media, termasuk media massa maupun media sosial. Itulah sebabnya, karier jurnalis nampak menggiurkan untuk dilirik sebab umpan balik yang diperoleh pun menguntungkan. Gaya kepenulisan tidak diatur secara strict. Sehingga, aspek ini turut mendukung produktivitas dan kreativitas penulis dalam menuangkan gagasannya.

Banyak pemuda menggandrungi profesi jurnalis sebab pekerjaannya dinilai cukup fleksibel. Seseorang bisa meliput, menulis, dan mengedarkan tulisan darimanapun dan kapanpun alias tidak terbatas ruang dan waktu. Asalkan, ia mempunyai kadar kepekaan yang tinggi terhadap isu kontemporer, sense kekritisan yang tajam, dan kompetensi terbaik untuk mengolah alur peristiwa supaya lebih menarik disajikan. Sama halnya dengan dialektika politik, hendaknya manusia lebih banyak belajar untuk mempelajari momentum.

Pewartaan politik dapat dinikmati dari berbagai kisi-kisi. Misalnya, menjelang pesta kontestasi politik, para tokoh berlomba-lomba membenahi citranya di hadapan publik. Mereka memakai media massa maupun media sosial untuk membentuk branding yang inklusif demi memancing lautan manusia untuk terpikat dengan visi misinya. Politikus dengan lincah memanfaatkan setiap peluang yang ada. Dalam aksi sosial, liputan media tidak pernah absen dari kungkungannya. Tujuannya, memacu sebuah framing agar setiap mata tertuju pada branding yang sedang mereka giatkan.

Maka, dari situlah lahir berbagai manifestasi baru. Bahkan, beberapa media massa fenomenal juga dikuasai para elit politik untuk membangkitkan popularitas. Walaupun penggorengan isu masih marak terjadi, pada akhirnya netralitas yang dijunjung tinggi oleh jurnalis pun dipertanyakan. Seorang jurnalis dituntut untuk memperhatikan dan menerapkan kode etik ketika sedang bertugas. Kode etik jurnalistik berisi deretan prinsip yang menjadi pertimbangan, perhatian, atau penalaran moral profesi wartawan.

Hakikat ini mengatur hak dan kewajiban dari pewarta. Landasan kode etik jurnalistik mengacu pada kebutuhan masyarakat. Sebab kebebasan pers yang ideal adalah keleluasaan yang tidak mencederai kepentingan publik serta tidak melanggar hak asasi warga negara. Menurut pasal tiga kode etik jurnalistik, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Di era ambiguitas ini, kita lumrah mengalami dilema kala membedakan manakah hasil pemikiran dari jurnalis yang bertanggung jawab penuh terhadap kreasinya dengan orang awam yang sekedar menulis gamblang tanpa memverifikasi material isu yang disorot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun