Mohon tunggu...
Vanessa Devara Ardine
Vanessa Devara Ardine Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Self Diagnosis di Kalangan Milenial

21 Desember 2021   12:09 Diperbarui: 5 April 2023   10:57 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi self diagnosis (Sumber: Logos Indonesia)

Kemajuan teknologi informasi pada era digital ini mempermudah siapa pun untuk dapat memenuhi kebutuhan informasinya. Saat ini tak sedikit orang yang  penasaran untuk mencari tahu sendiri penyebab dari gejala kesehatan yang dialaminya yang kemudian ia simpulkan dan  mendiagnosia penyebab gejala-gejala kesehatan tersebut secara mandiri, hal ini marak terjadi dikalangan milenial.  

 Selain dari internet informasi tersebut bisa berasal dari teman, keluarga maupun pengalaman pribadi. Tindakan meyakini bahwa diri sendiri mengidap gangguan atau penyakit ini disebut Self-diagnosis.

Self diagnosis merupakan mendiagnosis diri sendiri berdasarkan pengetahuan dan informasi yang didapatkan secara mandiri. Saat seseorang mendiagnosis diri sendiri ada kcenderungan seseorang untuk menyimpulkan atau menggeneralisasi informasi yang ia ketahui dengan fakta sekitar terhadap suatu masalah kesehatan baik fisik maupun psikologis yang hanya berbekal informasi yang ia dapatkan.

Hal yang melatar belakangi seseorang untuk mendiagnosa diri sendiri diantaranya ketakutan jika keluhannya merupakan gejala dari suatu penyakit yang buruk atau merasa bahwa informasi dari internet merupakan hal yang cukup tanpa perlu berkonsultasi kepada sang ahli, serta maraknya isu terkait kesehatan mental saat ini di internet dan media sosial yang menyebarkan informasi mengenai gangguan psikologis, yang membuat pembaca menjadi tersugesti bahwa mereka memiliki keadaan yang sesuai dengan hal tersebut. 

Lebih jauh akan timbul juga kecemasan dan kekhawatiran yang tidak perlu, risiko mengalami kondisi kesehatan yang lebih parahpun semakin besar bila sembarangan mengonsumsi obat atau melakukan metode pengobatan yang tidak disarankan psikolog/psikiater.

Belakangan ini marak terjadi self-diagnosis terkait kesehatan mental yang dilakukan oleh remaja, seperti dilansir dari Antaranews, Psikolog Klinis dan Pengurus Bidang Strategi Komunikasi Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPK) Wilayah DKI Jakarta, Masfuukhatur Rokhmah, dalam keterangannya pada Rabu, 8/10/2021 mengatakan banyak remaja melakukan self-diagnosis (mendiagnosis diri sendiri) pada kesehatan mentalnya tanpa bantuan dari para ahli

"Mereka mendiagnosis diri sendiri karena merasa tidak bisa konsul, jadi mereka baca saja dari sini (internet), datang kadang-kadang karena informasi yang berasal dari internet. Ini sangat memprihatinkan," tutur Masfuukhatur

Masfuukhatur mengatakan, setelah melakukan diagnosis mandiri dari internet, para remaja akan tersugesti merasakan hal serupa sesuai dengan informasi yang dibaca sehingga mereka berpikir bahwa mereka memiliki gangguan psikologis. 

Padahal dalam mendiagnosis kesehatan jiwa tidak semudah itu, terdapat tahapan-tahapan yang perlu dilalui, dimulai dari tahapan asesment (proses evaluasi individu) oleh psikolog, kemudian bila diperlukan melakukan tes psikologi berupa wawancara klinis dan psikotes hingga observasi kesehatan sehingga informasi bisa objektif dari data-data pemeriksaan tersebut, barulah diberikan penegakan diagnosis.

Sebenarnya dalam menanggapi permasalahan ini perlu adanya pemahaman bagi remaja atau generasi millenial untuk cermat menanggapi informasi-informasi terkait mental health yang ia peroleh dengan tidak mendiagnosis dan menyimpulkan secara mandiri permasalahan psikologis yang ia miliki, dan alangkah baiknya untuk langsung berkonsultasi kepada sang ahli, selanjutnya peran orangtua juga sangat diperlukan untuk peduli terhadap kesehatan mental anaknya dan jangan menganggapnya hal sepele. 

Peran pemerintah juga diperlukan dalam mengedukasi masyarakat baik secara komprehensif maupun prefentif, mengingat masyarakat belum memahami pentingnya permasalahan kesehatan jiwa.

Tanggapan Generasi Millenial Terkait Self-Diagnosis

Seperti yang kita ketahui bahwa self-diagnose terkait kesehatan mental sering dilakukan oleh para remaja terutama kalangan pelajar dan mahasiswa, maka dari itu kami melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa terkait tanggapan dan pengalamannya tentang isu kesehatan mental dan self-diagnose yang pernah ia alami atau yang pernah ia ketahui.

 Saat ditanyakan terkait pengetahuan isu isu mental health dan dari mana informasi itu ia dapatkan mereka menjawab bahwa mereka mengetahuinya, dalam hal ini sumber-sumber yang mereka dapatkan adalah media sosial

"Sangat tahu, apa lagi anak muda kaya kita kan, apalagi sekarang dengan jamannya segala macem sosmed dengan segala pengetahuan yang ada di internet mengenai gangguan mental terlebih mengenai kesehatan jiwa" ujar Fahrul Ardan mahasiswa fakultas teknik mesin universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selain Fahrul tanggapan narasumber lain yang juga mahasiswa jurusan teknik mesin universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Rafif alpha bahwa ia mengetahuinya melalui postingan-postingan yang di share di medsos

"Tahu, karena media sosial kan banyak ada yang ngeshare jadi cuma sekedar baca" jelas Rafif.

Selanjutnya saat ditanyakan pernahkah ia melakukan self diagnosis, beberapa diantaranya mengatakan bahwa mereka pernah melakukan self diagnosis berdasarkan pengalaman atau keadaan yang ia rasakan dan pengetahuannya yang ia dapat melalui media sosial

"Oh pernah, kaya jadi overthingking begitu, kaya merasa apa-apa cemas, takutan, makin inilah, tertekan gitu kaya bawaannya apa-apa khawatir gitu, kaya misal pusing dikit, mikirnya kaya kena penyakit keras atau semacamnya". Ujar Rizki Febrian mahasiswa jurusan teknik Untirta.

Namun, bebeapa diantaranya mengatakan tidak pernah sampai sejauh itu untuk mendiagnosis diri sendiri.hanya sekedar untuk pengetahuan pribadi terkait penyebab gejala-gejala yang ia alami dari sumber internet.

"Kalo untuk mendiagnosis saya gapernah sejauh itu, tapi kalau semisalkan sekedar membaca lalu saya mencari tahu apa yang saya alami, ternyata oh inituh begini itu saya pernah". Terang Fahrul Ardan mahasiswa Untirta

Setelah melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa, maka dapat disimpulkan bahwa mereka mengetahui informasi tentang isu-isu mental health melalui media sosial yang sering mereka gunakan. 

Ketika ditanyakan mengenai pernah tidak self-diagnose tentang gangguan mental, mereka mengatakan pernah mendiagnosis diri sendiri akan tetapi ada yang mencari tahu terlebih dahulu tentang gejala yang dialami, dan ada juga yang mengatakan bahwa mereka merasa overthinking terkait gejala/penyakit yang mereka alami.

Penulis: Vanessa Devara Ardine

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun