Mohon tunggu...
Vanesa Aprilia
Vanesa Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta

we'll be fine line, we'll be alright.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Liberalisme dalam Keberlangsungan Kemiskinan Global

4 Juni 2023   20:50 Diperbarui: 4 Juni 2023   21:50 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : https://pin.it/2B6jThp (Pinterest)

Namun, terjadi perubahan pada sistem tersebut karena pada tahun 2020 ketika kemiskinan meningkat akibat gangguan dari krisis COVID-19. Jumlah orang yang sangat miskin meningkat 70 juta menjadi lebih dari 700 juta orang. Tingkat kemiskinan ekstrem global adalah 9,3 persen, dibandingkan dengan 8,4 persen pada 2019. Bank Dunia mendefinisikan orang yang mengalami kemiskinan ekstrem sebagai orang yang hidup dengan uang kurang dari US$1,9 atau Rp28.000 sehari. 

Bahkan yang termiskin pun menderita kemunduran serius dalam kesehatan dan pendidikan. Jika tidak ditangani oleh kebijakan, mereka akan memiliki konsekuensi jangka panjang untuk prospek pendapatan seumur hidup mereka. Sejak itu, pemulihannya tidak merata. Naiknya harga makanan dan energi, yang sebagian dipicu oleh perang di Ukraina, serta guncangan dan konflik iklim, telah memperlambat pemulihan yang cepat. 

 Antara tahun 2015 dan 2018, kemiskinan global menurun sebesar 1,5 persen. Karena jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem meningkat pada 2019-2020 untuk pertama kalinya sejak 1998. Ini berarti 93 juta orang di seluruh dunia hidup dengan kurang dari $1,90 sehari. Lebih dari separuh penganggur di negara berpenghasilan tinggi menerima bantuan tunai, sementara di negara berpenghasilan rendah hanya 1% penganggur yang menerima tunjangan. Menurut perkiraan laporan tersebut, tingkat pengangguran global akan tetap di atas tingkat pra-pandemi hingga 17 september 2019 setidaknya 2023. 

Jika semua pihak berkontribusi, kenyataannya pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan pemuda dan perempuan tidak proporsional. Selain itu, data dari tahun 2020 menunjukkan bahwa kemiskinan dalam pekerjaan meningkat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun karena pemotongan upah dan jam kerja yang lebih pendek. Dengan kata lain, lebih dari 8 juta pekerja akan jatuh miskin, dengan Afrika sub-Sahara dan Oseania (tidak termasuk Selandia Baru dan Australia) yang paling terpukul. 

Adapun sekitar 828 juta orang kelaparan di seluruh dunia pada tahun 2021. Selain itu, hampir 2,3 miliar orang mengalami kerawanan pangan sedang hingga parah karena mereka tidak memiliki cukup makanan. Itu berarti hampir 350 juta lebih banyak orang kelaparan sejak pandemi dimulai. Selain pandemi COVID-19, perubahan iklim dan krisis di Ukraina memperburuk masalah pasokan pangan global. Ukraina dan Federasi Rusia menyediakan 30% gandum, 20% jagung, dan 80% biji bunga matahari di dunia. 

Sehingga pada bulan Maret 2022, harga pasar dunia untuk makanan hampir 30% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Karena meningkatnya biaya pangan dan gangguan rantai pasokan, negara-negara yang bergantung pada impor menjadi lebih rentan terhadap kekurangan pangan. 

Hambatan dalam Penuntasan Kemiskinan Global 

 Tantangan berat dalam penghapusan kemiskinan global yang terjadi saat ini yaitu memulihkan kembali negara-negara yang jatuh terperosok pada jurang kemiskinan akibat dari wabah covid-19 dan efek konflik antar negara Rusia-Ukraina. Sebagai contoh, efek pemerosotan ekonomi pada pandemi covid-19 lalu menyebabkan meningkatnya angka pengangguran di tiap negara karena terjadi pemutusan hubungan kerja massal, kemudian penurunan pendapatan pekerja yang berefek pada padatnya jumlah kemiskinan di tiap negara seperti India, Amerika Serikat hingga negara di Afrika yang mengalami kemiskinan ekstrem seperti Burgundi, Zambia dan negara sub-sahara lainnya. 

Berlanjut pada konflik geo-politik yang terjadi akhir-akhir ini yaitu pada negara Rusia-Ukraina, China-Taiwan dan AS, hingga Korea Utara dengan Korea Selatan, Jepang, serta Amerika Serikat, ketegangan ini dapat berimbas pada makro-ekonomi dunia, hingga bisa memperparah kondisi ekonomi dan kemiskinan global. Kemungkinan besar yang terjadi yaitu kurangnya perhatian terhadap negara-negara yang mengalami krisis ekonomi ekstrem ini, dan selanjutnya negara-negara dunia lebih fokus terhadap konflik yang terjadi. 

Perspektif Liberalisme dalam Keberlangsungan Kemiskinan Global 

 Liberalisme menjadi perspektif yang juga menyumbang pengaruh dalam isu global utama seperti isu kemiskinan. Kaum liberal percaya bahwa akar kemiskinan itu bersumber dari masyarakat itu sendiri, yaitu dengan faktor kurangnya pendidikan, ilmu pengetahuan, dan sains, lemahnya aturan hukum, minimnya lembaga-lembaga yang melindungi kehidupan dan kepemilikan penduduk dan menyediakan insentif bagi tindakan individu dan perusahaan, kurangnya perlengkapan modal, ketidakstabilan makro ekonomi masif, dan pemerintah predator. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun