Apapun tindakan yang dilakukan manusia harus didukung dengan sikap etis yang tidak terlepas dari tanggung jawab agar setiap keputusan yang diambil memiliki makna.Pada tahap etis ini, manusia telah memahami dan menyadari adanya pertimbangan etis dan kesadaran moral.
Yang ketiga adalah tahap religius. Setelah memperhatikan segala sesuatu yang mempertimbangkan nilai etis dan kesadaran moral, manusia akan mulai menyadari kesalahan, kekurangan, dan dosa-dosanya.Â
Pada tahap religius, manusia melakukan segala sesuatu dengan sadar berdasarkan iman mereka. Soren Kierkegaard memberikan contoh manusia yang telah mencapai tahap religius, yaitu Abraham. Â Abraham rela mempersembahkan anaknya, Ishak untuk dijadikan persembahan bagi Tuhan. Sebagai manusia yang berada di tahap estetis atau etik, manusia akan berpikiran bahwa itu adalah hal yang tidak masuk akal.Â
Tapi, Abraham adalah manusia yang berada di tahap religius dimana tahap ini memusatkan orientasinya pada Tuhan. Bentuk eksistensi religius akan memberikan sikap dan perilaku manusia yang hakiki.Â
Segala keputusan berada di tangan Tuhan dan Tuhan akan menyatakan diri-Nya melalui kesadaran manusia. Untuk mencapai tahap religius, manusia tidak bisa melakukannya satu kali saja, tapi harus berkali-kali dan konsisten agar mampu menghasilkan sesuatu yang bersinambungan dan berkelanjutan.Â
Pada tahap religius, manusia tidak mencaricari pengertian dan kesaksian dari sesama manusia, tapi kebenaran yang dihadapi manusia merupakan kebenaran yang mutlak. Jalan menuju Tuhan tidak mungkin dijalani dengan logika yang tidak beraturan, tapi harus melalui bentuk yang didasarkan pada penghayatan subjektif.
Menurut Soren Kierkegard, pada dasarnya manusia adalah subjektif. Dalam kasus pelecehan seksual, pelaku bertindak berdasarkan pemikiran yang ada dalam dirinya sendiri. Dimana setiap manusia pasti memiliki kendali atas dirinya sendiri dan hal ini berkaitan dengan kehendak bebas yang dikatakan oleh Soren Kierkegard.Â
Pelaku pelecehan seksual juga memiliki kebebasan bebas di dalam dirinya dan didukung oleh tahapan eksistensi manusia. Pelaku pelecehan seksual dapat dikatakan berada di tahap eksistensi estetis karena dalam melakukan pelecehan seksual, mereka tidak memperhatikan moral, apakah tindakan yang ia lakukan itu salah/dosa asalkan keinginan mereka akan kepuasan nafsu terpenuhi.Â
Meskipun setiap manusia memiliki kehendak bebas, apapun keputusan atas pilihan pasti memiliki konsekuensi yang harus diterima. Ketika pelaku memilih untuk memenuhi keinginan mereka akan hawa nafsu, mereka juga harus menghadapi konsekuensi, seperti hukuman penjara seumur hidup.Â
Soren Kierkegaard juga menjelaskan bahwa kehendak bebas tidak hanya sekedar bebas, tapi selalu ada pertanggung jawaban atas keputusan yang manusia pilih. Manusia tidak akan bisa menghindar dari tanggung jawab, karena semua pilihan memiliki resiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H