Mohon tunggu...
Valerian Itu Faris
Valerian Itu Faris Mohon Tunggu... Advokat & Konsultan Hukum -

Jangan Tunda. Lakukan Sekarang !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca jejak GIDI, Menyemai Jalan Terbaik Pasca Insiden Karubaga di Tanah Papua

19 Juli 2015   22:32 Diperbarui: 19 Juli 2015   22:43 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh keterlaluan pasca Insiden 17 Juli 2015, ada pihak-pihak yang menuding tanpa alas data yang akurat, jika ada hubungan serius antara GIDI dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka), bahkan sebuah media Nasional, dengan “interest politiknya” menghubungkan GIDI dengan Israel.

Untuk menyelesaikan kasus ini diperlukan strategi yang tepat. Saat ini jalan yang tengah ditempuh yakni melalui pendekatan dialog (sosiologis) dan penegakan hukum (yuridis).

Pendekatan dialogis sudah melahirkan 5 butir pernyataan damai dari para tokoh dan pemimpin agama, juga melalui pelurusan pemberitaan, sebagaimana yang tengah dilakukan Komnas HAM, maupun institusi kredibel lainnya. Sementara pendekatan yuridis, menjadi domain Polri, yang sedang melakukan penyidikan-penyelidikan lapangan untuk menemukan aktor pelaku yang bertanggung jawab.

Merespon persoalan ini, menurut saya diperlukan juga upaya publik dan aparatus agar tidak memperkeruh suasana. [1] Hendaknya kita, jangan terlampau genit meletakan syahwat opini politik lewat pendekatan konspiratif, lalu memberi beban pada organisasi yang sudah memiliki jasa besar bagi Papua ini.Tidak semua kabar berita media massa, bisa dipertanggung jawabkan.

Mari ikut membantu meluruskan berita, jika yang terjadi disana bukan tindakan sengaja membakar Musholla (berita yang beredar: Masjid), namun akibat rambatan api dari kios-kios, serta rumah penduduk yang dibakar warga karena kemarahan setelah dentuman timah panas aparatus. Jika memang ada yang sengaja membakar untuk memperkeruh situasi, maka serahkan saja pada proses hukum yang berlaku.

[2] Ketika Insiden ini terjadi, sorot mata kita langsung tertuju pada “tempum (waktu), tepatnya saat perayaan Idul Fitri. Bukankah hak untuk beribadah itu Hak Azasi Manusia dan dilindungi UUD 1945?. Wajar semua kita yang mencintai perdamaian dan toleransi di negeri ini, mengecam segala tindakan yang meng eliminasi aktivitas keagamaan.


Untuk itu pentinglah segera dibangun dialog, memeriksa ulang konsensus hukum (jika ada), seperti Perda yang disinyalir menjadi legal standing GIDI. Merujuk pada Surat Edaran GIDI tertanggal 11 Juli 2015, maka yang terancam bukan saja umat Muslim, namun juga umat Kristen lainnya yang tidak tergabung dalam GIDI.

[3] Dalam riset yang dilakukan Bikhu Parekh, ditemukan 2 alasan utama yang menjadi sebab terjadinya konflik sosial bernuansa “agama”, yakni persoalan representasi dan redistribusi. Representasi lekat dengan pengakuan sosial. GIDI dengan sejarah panjang yang dimilikinya, boleh jadi terlampau percaya diri, sehingga terkesan meniadakan yang lain, termasuk sesama organisasi Kristen disana.

Sementara redistribusi bertautan dengan persoalan kesenjangan ekonomi. Pada titik ini (redistribusi), pasar lah menjadi pilihan warga untuk menumpahkan amarah mereka, setelah aparatus melakukan tindakan represif menembaki. Pasar adalah ruang paling telanjang, bagaimana jurang pemisah antar warga itu hadir.

Akhir kata, … pengalaman mengajarkan kita, untuk tidak menaruh Api pada hamparan ilalang kering. Mestinya, kita lebih arif membaca GIDI, Kurubaga dan Papua dengan kacamata yang jernih (termasuk) melalui data yang bisa dipertanggung jawabkan. (***)

Referensi:

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun