2.1 METODE
- Langkah pertama, mengidentifikasi risiko, dilakukan dengan memantau secara berkala berbagai aspek perusahaan, mulai dari rantai pasokan hingga produksi, penjualan, dan pemasaran. Tupperware secara proaktif mengantisipasi risiko operasional seperti gangguan pasokan bahan baku, fluktuasi harga komoditas, perubahan peraturan dan potensi masalah lingkungan. Selain itu, perusahaan juga mengidentifikasi ancaman eksternal yang dapat memengaruhi permintaan produk mereka, seperti krisis keuangan global, bencana alam, atau perubahan preferensi konsumen. Perusahaan ingin mengidentifikasi potensi masalah sejak dini melalui analisis data dan pelaporan internal sehingga mereka dapat mengambil tindakan yang tepat.Â
- Tahap berikutnya, analisis risiko, adalah proses menyeluruh untuk memahami dampak dan kemungkinan  risiko yang teridentifikasi. Tupperware menggunakan berbagai alat dan metodologi seperti analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) dan pemetaan risiko untuk mengukur dampak risiko terhadap keberlanjutan perusahaan. Pada fase ini, risiko diklasifikasikan menurut tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya. Misalnya, ancaman terhadap kualitas produk karena kelalaian manufaktur akan diklasifikasikan sebagai risiko tinggi karena dapat merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan konsumen. Ketersediaan data yang rinci memungkinkan Tupperware menetapkan prioritas dalam mengatasi risiko.
-  Tahap akhir dari siklus ini adalah penilaian risiko, yang tujuannya adalah untuk mengukur efektivitas strategi mitigasi yang  diterapkan. Tupperware secara berkala mengevaluasi hasil penerapan strategi untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil sejalan dengan tujuan perusahaan. Penilaian akan mencakup pengukuran reaksi pelanggan, dampak terhadap kinerja keuangan, dan kemampuan perusahaan untuk mengelola krisis yang sedang berlangsung. Hasil penilaian dapat memberi perusahaan wawasan penting untuk perbaikan masa depan pada sistem dan prosedur manajemen risiko mereka.
- Selain manajemen risiko, Tupperware juga fokus pada pengembangan strategi komunikasi yang efektif. Komunikasi yang terencana dan terstruktur adalah kunci untuk menjaga citra perusahaan yang positif, terutama selama krisis. Untuk tujuan ini, Tupperware telah membentuk tim komunikasi khusus yang terdiri dari para ahli hubungan masyarakat, ahli strategi media, dan staf hukum. Tim ini akan bertanggung jawab untuk merancang pesan komunikasi yang jelas, konsisten, dan relevan  kepada publik, karyawan, mitra bisnis, dan media.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Krisis
Krisis yang dialami oleh PT. Tupperware Indonesia pada tahun 2023 dipicu oleh beberapa faktor utama: * Penurunan Daya Beli Masyarakat: Pasca-pandemi COVID-19, daya beli masyarakat menurun secara signifikan, yang memengaruhi permintaan terhadap produk non-esensial seperti Tupperware (OECD, 2023). * Persaingan Ketat: Munculnya produk rumah tangga dari merek lokal dengan harga yang lebih terjangkau menggerus pangsa pasar Tupperware. Restrukturisasi Internal, Pemutusan hubungan kerja besar-besaran menimbulkan ketidakpuasan di antara karyawan, yang kemudian menyebar ke media sosial, memicu sentimen negatif di masyarakat (Kompas, 2023).
Penyebab Krisis Krisis yang dialami oleh PT. Tupperware Indonesia pada tahun 2023 dipicu oleh beberapa faktor utama:
- Penurunan Daya Beli Masyarakat: Pasca-pandemi COVID-19, daya beli masyarakat menurun secara signifikan, yang memengaruhi permintaan terhadap produk non-esensial seperti Tupperware (OECD, 2023).
- Persaingan Ketat: Munculnya produk rumah tangga dari merek lokal dengan harga yang lebih terjangkau menggerus pangsa pasar Tupperware.
- Restrukturisasi Internal: Pemutusan hubungan kerja besar-besaran menimbulkan ketidakpuasan di antara karyawan, yang kemudian menyebar ke media sosial, memicu sentimen negatif di masyarakat (Kompas, 2023).
3.2 Strategi Manajamen Krisis
PT. Tupperware Indonesia mengadopsi beberapa langkah strategis untuk mengatasi krisis:
* Restrukturisasi Operasional: Melakukan efisiensi biaya dengan menutup beberapa cabang yang kurang produktif.
* Diversifikasi Produk: Meluncurkan produk-produk baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar lokal, seperti kontainer makanan dengan harga terjangkau.
* Kerja Sama Strategis: Menjalin kemitraan dengan e-commerce lokal untuk memperluas jangkauan pemasaran.