Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karena Ada yang "Salah", Maka Wajar Saja Sekolah Jam 5 Subuh di NTT, Akan Tetapi....

2 Maret 2023   11:16 Diperbarui: 2 Maret 2023   11:33 18712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aturan masuk sekolah jam 5 pagi di NTT (Foto: Antara Foto/Kornelis Kaha) Sumber: Detik.com

Akan tetapi telah dikaji dengan benar dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif dan semoga diterapkan sebagai pilihan (opsi) terlebih dahulu, bukan karena pertimbangan yang terburu-buru untuk mengejar ketertinggalan kemudian melakukan eksperimental sia-sia yang outcome-nya tidak mencapai apa yang diharapkan oleh daerah maupun mendekati atau setara dengan standard  pendidikan Nasional di daerah yang peringkat pendidikannya lebih tinggi selama ini. Dimana kelak, akan menentukan siapa yang akan menguasai lapangan pekerjaan yang ada, bahkan di daerahnya sendiri. 

Hal ini sebenarnya menunjukan wajah persoalan pendidikan di Indonesia sesungguhnya, yang sudah lama perlu dicari akar permasalahannya. Jika dimulai dari daerah. siapa lagi yang harus memulainya, ya daerahnya sendiri dulu. Dimana kepala daerah sebagai komandan tertingginya. Sehingga menurut saya, ada yang "salah" dalam tata kelola dan penerapan sistem pendidikan di NTT selama ini. Sehingga bagi saya, Gubernur terlalu terburu-buru untuk mengambil kebijakan tersebut.

Perlu diketahui, bahwa menurut data World Population Review pada tahun 2021, Indonesia berada di peringkat ke 54 dari total 78 negara dalam rangking sistem pendidikan dunia.  Sedangkan menurut katadata (14/12/21),  Baru 5,95% Penduduk NTT yang Berpendidikan hingga Perguruan Tinggi. Dengan rincian   terdapat 567 jiwa (0,01%) penduduk NTT yang merupakan lulusan S3, ada 9,36 ribu jiwa (0,17%) pendidikan hingga jenjang S2, 231,13 ribu jiwa (4,21%) bersekolah hingga jenjang S1. Ada pula 62,32 ribu jiwa (1,1%) penduduk di provinsi tersebut yang berpendidikan hingga lulus D3 dan terdapat 22,93 ribu jiwa (0,42%) yang berpendidikan D1/D2.

Penduduk NTT yang menamatkan pendidikan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 930,97 ribu jiwa (16,97%). Ada pula 609,38 ribu jiwa (11,11%) penduduk di provinsi tersebut yang telah menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

Terlepas dari itu, menurut Kepala BPMP NTT Ponto Yelipele saat membuka kegiatan penguatan sumber daya manusia BPMP Provinsi Nusa Tenggara Timur terkait pendampingan kemampuan belajar dan program prioritas Kemendikbudristek TA 2022 di Kupang, Kamis, (22/9/2022).  Seperti diberitakan antara. "Kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa berlangsung dengan baik apabila kualitas sumber daya manusia pendidik memadai sehingga menghasilkan siswa yang bermutu,"

Pernyataan tersebut mengindikasikan ada permasalahan pendidikan yang memang terjadi di Provinsi NTT. Seperti yang dikemukakan Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), kepada Antara ( 2/5/2019). Benyamin Lola, mengatakan, ada banyak faktor yang menjadi penyebab mutu pendidikan di NTT tetap rendah dari waktu ke waktu. Menurutnya salah satunya adalah kompetensi tenaga pendidikan. Lebih lanjut menurutnya, faktor lain yang turut berkontribusi pada mutu pendidikan di NTT adalah faktor kependidikan dan sarana pendukung proses belajar mengajar, faktor proses pembelajaran, sarana pembelajaran, faktor motivasi belajar siswa, dukungan orang tua serta lingkungan yang kondusif, serta lainnya. Jadi menurutnya ada banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan kita di NTT.

Namun demikian kita perlu tahu juga, apa sebenarnya yang mendasari aturan di NTT tersebut untuk terapkan? Seperti diberitakan detik.com (1/03/2023). Lewat video pendek yang viral, dimana potongan video yang berisi pernyataan Gubernur Viktor terkait aturan tersebut, disampaikannya dalam pertemuan dengan sejumlah guru serta kepala SMA dan SMK di Kota Kupang.

Menurut Vicktor, "Anak itu harus dibiasakan bangun pukul 04.00 Wita sehingga pukul 04.30 Wita mereka sudah harus jalan ke sekolah sehingga pukul 05.00 Wita sudah harus di sekolah supaya apa, ikut etos kerja," kemudian ia mengatakan bahwa "SMP nggak boleh, kalau SMA dia tidur, mulai tidur pukul 10.00 Wita jadi pukul 04.00 dia sudah harus bangun, cukup tidur enam jam. Mandi setengah jam, setengah jam perjalanan, di kota ini tidak jauh, 30 menit sudah sampai sekolah, pukul 05.00"

Kemudian menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi, bajwa alasan penerapan aturan masuk sekolah di NTT pukul lima pagi  dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang layak, melatih karakter siswa-siswi SMA/SMK agar murid semakin disiplin dalam belajar demi membangun sumber daya manusia di NTT. Dengan penekanan pada melatih karakter agar anak-anak bisa disiplin belajar.

Pernyataan sang guberenur tentu saja, oleh berbagai kalangan ada yang kontra terhadap pernyataan dan pertauran tersebut yang ternyata  sudah di terapkan di beberapa SMA/SMK  di kota Kupang. kurang lebih 10 sekolah.

Sebenarnya, dapat dipahami keinginan pribadi seorang kepala daerah sebagai perwujudan dari kehendak rakyat, sebagai suatu upaya dan harapan agar terwujudnya penigkatan kualitas pendidikan pada anak usia sekolah sebagai landasan yang kokoh bagi tujuan jangka menengah dan panjang kelak.

Dimana putra daerah harus mampu mendongkrak peringkat pendidikan daerah secara Nasional, menghasilkan generasi tangguh yang mandiri, dapat berkompetisi secara Nasional maupun Internasional, terutama menjadi Tuan di rumahnya sendiri, memiliki kemampuan/ketrampilan yang berkualitas,  Kecerdasan, kreativitas serta mampu berinovasi yang terukur adanya penigkatan dari waktu ke waktu untuk mendapatkan pengakuan dan berkontribusi bagi masyarakat luas, bangsa dan negara.  Tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya luhur dan bertakwa. Lalu apa rumusan yang tepat untuk menjawab itu? Sebenarnya juga menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam hal ini Mentri Dikbud dan Dikti dan rata-rata pimpinan daerah dan satuan kerja lingkup pendidikan di daerahnya masing-masing.

Untuk membahas lebih lanjut jam sekolah di NTT. Pertama-tama perlu diketahui dulu, berapa jam rata-rata sehari Siswa/siswi SMA atau SMK di Indonesia menghabiskan waktunya di sekolah (termasuk istirahat)?  Kita rata-ratakan, diluar waktu ia bangun, dan prepare dan waktu tempuh ke sekolah, yaitu  dari jam 6.30 atau 7:00 Pagi hingga jam 13.30, berarti kurang lebih 8 jam berada di sekolah.  Dengan asumsi, kesehatan jasmani dan rohani tidak terkikis oleh godaan kemudahan mengakses internet dari gengamannya hingga larut malam.

Atau jika dihitung sesuai kurikulum 2013, Pendidikan Menengah Atas memiliki  Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 18 jam per minggu sehingga bila ditambahkan dengan Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan akademik dan vokasional (SMK). Mata pelajaran pilihan ini memberikan corak kepada fungsi satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta didik. Maka secara akumulatif beban belajar (jam belajar) di SMA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Dengan satu jam belajar adalah 45 menit

Jadi jika dihitung diluar waktu  ekstakulikuler,yaitu  43 jam dibagi 5 hari sekolah, reratanya 8,6 jam.

Sedangkan waktu tidur anak, menurut kemnkes, juga pendapat beberapa ahli kesehatan internasional. Untuk usia 12 hingga 18 tahun, yang diartikan sebagai kelompok menjelang remaja sampai remaja,  kebutuhan tidur yang sehat adalah 8-9 jam. Hal ini bila dibandingkan dengan pernyataan gubernur bahwa jam tidur malam, rata-rata siswa SMA/SMK di NTT  yaitu jam 22:00 WITA, maka untuk memenuhi minimal 8 jam, siswa baru bangun pada pukul 6 pagi.

Namun perlu diakui, jam tidur anak usia pada masa kini mengalami gangguan menurut beberapa survey, ada yang membutuhkan tidur lebih awal karena kelelahan karena aktivitas pada hari sekolah, namun ada juga yang beranggapan bahwa gangguan tidur pada anak tidur lebih larut sedang dialami mereka sehingga menganggu kualitas tidur, dengan rentang 6-7 jam tidur pada malam hari hingga bangun jelang waktu sekolah. Ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya, selain mengerjakan tugas atau belajar atau pekerjaan rumah, namun kebanyakan karena keasikan dengan hobi mereka di malam hari, khususnya yang disororoti adalah penggunaan smart phone  untuk berselancar di internet, termasuk menggunakan sosial media dan kecanduan bermain game. Hal ini tentu saja, berdampak pada kosentrasinya dalam menyerap pelajaran di sekolah. Bahkan ada yang mengaku ketiduran di kelas. dan gangguan kesehatan lainnya

Salah satunya hasil penelitian (Zalqi, 2018) tentang “Hubungan Bermain Game Online Dengan Pola Tidur Anak Usia Sekolah Di SD Muhammadiyah Tamanagung Muntilan Magelang Jawa Tengah”. didapatkan hasil responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 26 (57,8%) responden sedangkan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik sebanyak 19 (44,2%) responden. 

Jika waktu perhitungan waktu ini di gunakan gubernur, maka ketika tidur jam 22:00 WITA bila ditambah dengan 6 jam, wajar saja perhitunganya siswa sudah bangun antara pukul 04:00 – 04:30 WITA. Dengan asumsi siswa NTT tidur malam tepat waktu. Namun ini perhitungan atas dasar apa di NTT?

Hal lain sebenarnya masih perlu di kaji, dan memerlukan pertimbangan gubernur, misalnya terkait angkutan kota atau desa dari rumah menuju sekolah, sejauh mana keamanan dan pengamanan anak-anak berkendara atau dengan kesiapan angkutan umum dan faktor keamanannya di waktu subuh. Belum lagi akan berpengaruh pada pola tidur dan aktivitas orang tua yang harus menyesuaikan kebijakan ini.

Saya belum mau membandingkan dulu dengan jumlah jam belajar dan mata pelajaran di negara-negara yang memiliki peringkat tertinggi namun dengan jam belajar per hari lebih rendah dari Indonesia. Mengapa? Karena karakteristik dan ciri yang berbeda baik letak dan kondisi geografis termasuk keanekaragamannya masyarakat dan budayannya. Dimana Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 1.910.931 km. Serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau.

Dengan pemekaran wilayah baru, saat ini jumlah provinsi di Indonesia telah bertambah menjadi 38 provinsi, dan memiliki 416 kabupaten, 98 kota, 7.094 kecamatan, 8.506 kelurahan, dan 74.961 desa.  Dengan adanya pemekaran wilayah tambahan ini, tentu saja masalah pendidikan akan ikut serta menjadi perhatian tersendiri.

Sehingga kondisi inilah yang menunjukan perbedaan dan tantangan tersendiri bagi Indonesia dibandingkan  dengan negara-negara kontinental dimana kondisi geografis yang berbeda sebagai negara kepulauan terbesar. Konsekwensinya tidak dapat dihindari terjadinya kesejangan pendidikan di berbagai wilayah, khususnya kawasan Timur Indonesia,  apabila di bandingkan dengan kondisi dan pertumbuhan kualitas pendidikan yang terpusat di pulau jawa.

Kuat dugaan saya, hal ini yang juga melatar belakangi tujuan dari keputusan gubernur NTT, hal ini bisa di simak dalam video 60 Detik pada pemberitaan detik.com yang sama, dimana ia menyinggung hal tersebut.

Saya pribadi sepakat saja dengan pemikirannya, apabila melihat kondisi keterpurukan pendidikan maupun kemiskinan sebagai sebab akibat  yang seharusnya diperjuangkan secara adil dan merata apapun rintangannya oleh pemangku kebijakan pemerintah di pusat dan peran aktif pemeritah dan masyarakat di daerah.

Adanya ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat atas pendanaan, kurikulum, fasilitas, sumber daya manusia inilah maka dalam penyelenggaraan pendidikao yang menjadikan kurangnya kreatifitas dari daerah, sekolah, dan personalia penyelenggara pendidikan serta akibat sulitnya kemandirian dalam pengelolaan pendid.ikan merupakan faktor pendorong pula untuk melakukan otonomi pendidikan.

Pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama, peran serta masyarakat harusnya menjadi bagian yang penting, dan bisa dikatakan  mutlak dari sistem pengelolaan pendidikan, sehingga masyarakat diberi keleluasan berpartisipasi, terlibat dan melibatkan diri secara aktif. difasilitasi, diberi ruaamhg aktualisasi dan akhimya diberi kepercayaan dan penghargaan atas partisipasinya
Pelayanan harus lebih cepat, efisien, dan efektif demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak; serta keaneka ragaman aspirasi, nilai dan norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan untuk pengutan sistem pendidikan nasional.

Sebagaimana amanat konstitusi yang datur lebi lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. BAB II tentang Dasar, Fungsi, Dan Tujuan tepatnya pada pasal 2 dan 3 dimana disebutkan bahwa,
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Serta Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Sedangkan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan pada pasal 4, dijabarkan pada ayat yang

  • Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
  • Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
  • Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
  • Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
  • Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
  • Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan

Jika semua itu belum sesungguhnya terwujud, termasuk dalam penerapan kurikulum. Maka dapat dipahami hanya sebatas regulasi atau kebijakan yang belum sepenuhnya diterapkan, sehingga wajar juga bila ada yang mengartikannya sebatas wacana oleh beberapa pihak karena dalam penerapan masih banyak menemui kendala. Dengan demikian, apa yang mendasari pertimbangan Gubernur sebenarnya tidak menjadi masalah karena ada "masalah" namun jangan menimbulkan masalah baru. Sehingga perlu mengevaluasi secara jujur konsekwensi logis yang jdapat terjadi yang justu menjadi hambatan sebagaimana beberapa hal yang telah saya singgung sebelumnya.

Dalam kurikulum 2013 maupun Kurikulum merdeka, menempatkan otonomi pendidikan semakin diperkuat dan memberikan kelonggaran atau kemudahan bagi daerah untuk melakukan evaluasi atau assessment, sehingga dapat melakukan penyesuaian dalam penerapan pencapaian peningkatan kualitas pendidikan di daerah lewat berbagai pilihan metode bahkan bila dimungkinkan melakukan penyesuaian dalam penerapan berbagai mata pelajaran yang tertuang di dalam kurikulum agar sesuai dengan kondisi daerah tanpa meniadakan  esensi dari  materi kurikulum itu sendiri,  sangatlah dimungkinkan.

Akan tetapi semua itu perlu didukung dengan alokasi anggaran yang memadai baik itu yang berasal dari APBD, APBN, da dana alokasi dalam berbagai kategori yang dapat digelontorkan pemerintah pusat yang dipergunakan dengan semaksimalnya dan tepat sasaran, sehingga infrastruktur.

Khususnya persoalan sumber daya manusia (pendidik/guru) harus dapat didorong untuk memiliki kompetensi yang beragam dan berkualitas dengan usaha secara maksimal untuk menjadi motor dan penentu di tengah-tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat, dimana ilmu penetahuan dapat diperoleh dengan cepat dan belum tentu benar dipahami oleh peserta didik. Akibatnya justeru terjadi penyimpangan perilaku, kemerosotan karakter,  plagiat, follower forever, pencontek yang buruk yang kehilangan arahan pendidik yang berkualitas menjadi tantangan tersendiri.

Dengan demikian, sesungguhnya bukan jam sekolah yang ditambahkan sebagai solusi jangka pendek, namun penerapan kurikulum yang memberikan kelonggaran kepada pemerintah daerah perlu dimanfaatkan sebaik mungkin selain tersedianya tenaga ajar/pendidik yang bermutu. Metode, penyesuain materi atau bahan ajar, serta infratsruktur pendukung lainnya, maka peran masyarakat, orang tua dan tentunya kesadaran akan tanggung jawab penuh peserta didik haruslah terpadu dengan apa yang diupayakan institusi pendidkan bersama pemerintah daerah. Untuk mewujudkan tujuan yang dikemukakan kepala dinas pendidikan, dimana tujuan utama diberlakukannya pertauran tersebut untuk membentuk kedisplinan belajar serta pembentukan karakter serta mengejar ketertinggalan pengukuran kualitas pendidikan.

Sebagai catatan lain dari evaluasi, sepertinya dengan alokasi anggaran pendidikan hingga mencapai 50% dari anggaran pemerintah menurut gubernur, (tidak disebutkan sumber alokasinya). Hal ini justeru terkesan ada sesuatu yang salah dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di daerah. Sehingga sekali lagi pembebanan atau penambahan jam belajar, yang mengharuskan siswa masuk sekolah pada pukul 5 subuh bukanlah solusi yang tepat.

Karena jika jam belajar yang berlaku rata-rata di indonesia, dan jam sekolah diterapkan pada pukul 5 subuh. Sepulang sekolah mereka mungkin disibukkan oleh rentetan kegiatan ekstrakurikuler, seperti klub olahraga atau Dari Kecil Sudah Ikut Les atau Kursus entah sempat menyempatkan diri bersosialisasi dengan masyarakat dan teman sebaya, Apakah semua itu, baik untuk Perkembangan Anak? Jika mereka mungkin pulang larut malam. Dan Ironisnya, nilai yang ditunjukkan anak Indonesia setelah melalui 8 jam lebih belajar nonstop tetap terbukti tidak memiliki dampak positif, justru menimbulkan persoalan baru pada bebera faktor kepribadian, karakter dan kesehatan anak itu sendiri. Dan bila tumbuh kembang, perlindungan dan keselamatan anak yang diamanatkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan dibawahnya, jelas sekali dilanggar dengan kebijakan ini.  

Jangankan jam sekolah pukul 5 subuh. Ketika DKI jakarta menetapkan jam sekolah di mulai jam 6.30 mendapat reaksi dari Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) yang mengatakan bahwa jam masuk sekolah yang terlalu tinggi merupakan pelanggaran hak anak. Jam belajar yang terlalu pagi juga meningkatkan risiko gangguan pencernaan karena kebanyakan anak sekolah tidak sempat makan dalam waktu lama.

Ditambah lagi, pola masuk sekolah yang memaksa anak untuk tidur larut malam dan bangun pagi buta, berdampak pada kualitas tidur mereka. Tak sedikit penelitian yang sudah membuktikan bahwa kekurangan tidur akan berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental anak sekolah.

Perlu diingat juga, bahwa mempertimbakan undang-undang dan turunannya dalam menekankan pada perlindungan anak yang didalamnya sejalan dengan amanat konstitusi setelah Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 memasukkan Pasal 28B Ayat (2) yang berbunyi "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi"

Dalam frasa berkembang, seperti dibertitakan helath.kompas.com (07/09/2016), "Bagi anak-anak, jumlah jam tidur sangat memengaruhi kesehatan fisik, suasana hati, kesehatan mental, hingga perkembangan kognitif, dengan cara yang positif. Menetapkan jam tidur yang sesuai dengan usia, memungkinkan anak untuk mendapatkan jam tidur sesuai kebutuhannya," menurut Dr. Sumit Bhargava, profesor klinis pediatri di Stanford University School of Medicine dan dokter tidur di Rumah Sakit Anak Lucile Packard.

Lebih lanjut menurutnya,  mengatur waktu tidur yang tepat berdasarkan jumlah jam tidur anak sebaiknya diterapkan oleh orangtua. Kemudian, orang tua perlu konsisten dengan itu, bahkan pada akhir pekan. Pasalnya, tidur sama pentingnya bagi kehidupan manusia seperti makan dan bernapas. Kita menghabiskan hampir sepertiga dari hidup kita dengan tidur.

Namun terlepas dari itu semua, saya rasanya pak Gubernur diberi kesempatan saja menerapkan inovasi ini namun tidak diharapkan tidak terapkan di setiap hari sekolah dan berlaku untuk semua SMA atau SMK secara luas di NTT, yang nantinya dikemudian hari dapat  dievaluasi  sebagai kajian lebih lanjut untuk menemukan jawaban dari akar permasalahan yang ada.

Saya akhiri tulisan ini, dengan mengulang sepenggal cerita yang sempat viral, dimana salah satu sejawat dan atasan yang saya nilai cerdas bukan karena menyandang gelar profesor saja namun kecerdasannya diakui dunia. Ketika itu masalah sederhana terkait matematika. Saya justru berada dipihak lain, dimana masalahnya hanya persoalan apakah 4x6 sama dengan 6x4? Saya ingat benar tanggapan sang profesor Iwan dimana saya berpihak pada jalan pemikirannya.  

Dalam penjelasan tentang cara mengekspresikan 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 dalam perkalian, Yohanes Surya memberi sebuah soal sederhana. Ada dua kotak yang berisi empat buah jeruk. Berapa total jumlah jeruk?

Menurut Prof Yohanes, dari situ, bila diminta mengekspresikan 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 dalam perkalian, maka jawabannya adalah 6 x 4. Itu bukan soal benar salah, melainkan kesepakatan dalam mengekspresikan penjumlahan berulang dalam perkalian.

Pada saat diketahui oleh profesor Iwan, iapun menanggapi profesor Yohanes. bahwa 4 x 6 dan 6 x 4 sebenarnya sama saja. Jawaban bahwa 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6 tidak bisa serta-merta disalahkan. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan lainnya, bahwa "Itu ilmu alam, bukan matematika jadinya. Di ilmu alam, kita mengamati alam, lalu berteori. Di matematika, kita berteori dan bernalar dengannya, menjelajah berbagai inferensinya.  jika mendefinisikan perkalian dengan situasi di alam atau kejadian di kenyataan, perkalian jadi gagasan yang tergantung alam. "Math is not like that," ujar Profesor Iwan.

Kemudian ia melanjutkan lagi melalui twitter, bahwa dalam ilmu alam, bila teori berbeda dengan kenyataan, maka teori gugur. Namun, dalam Matematika, bila pernyataan berbeda dengan kenyataan, tak serta-merta salah. "Math is not about the nature," ungkapnya.

"Secara becanda, matematikawan akan berkata bahwa karena alam/semesta yg tak ideal, akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam. Yang salah itu alam/semesta, bukan salah matematikanya karena matematika lebih ideal dari kenyataan/alam. Persamaan/pernyataan matematika itu kekal. Lebih kekal dari alam," pungkas pak Iwan. Seperti di tuliskan atau diberitakan melalui https://nationalgeographic.grid.id (25/09/2014)

Dari penutup cerita ini, mungkin Pak Gubernur beserta staf serta guru serta anggota institusi pendidikan di NTT dapat mengartikiannya.

Semoga bermanfaat, dan dapat menerapkan berbagai kebijakan yang diimplementasikan dalam metode pendidikan dapat diterapkan dengan tepat,

Sebagaimana sama persis ketika hanya berjarak satu tahun, agar terjadi pemerataan pemenerimaan mahasiswa baru yang mengakomodir seluruh putra putri calon mahasiswa dari seluruh Indonesia. Sang menteri mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri. Antara lain, yang saya high light adalah adanya perbedaan skema penerimaan mahasiswa baru tahun 2023 dibandingkan tahun 2022.

Skema jalur SBMPTN 2022

Calon mahasiswa yang ikut SBMPTN 2022 harus mengikuti Tes Potensi Skolastik (TPS) dengan subtes berupa: penalaran umum, pemahaman bacaan dan menulis, pengetahuan dan juga pemahaman umum serta pemahaman seputar kuantitatif.

Selanjutnya juga ada Tes Kemampuan Akademik, seperti Fisika, Biologi, Geografi, Ekonomi dan sejumlah mata pelajaran lain yang akan ditentukan berdasarkan dengan kelompok tes yang dipilih yakni Saintek atau Soshum.

Skema jalur SBMPTN 2023

Sementara, terdapat perubahan besar jalur SBMPTN 2023 yaitu tidak ada Tes Kemampuan Akademik. SBMPTN 2023 hanya dilakikan dengan Tes Skolastik, yaitu Tes Potensi Skolastik (TPS) adalah tes yang mengukur kemampuan kognitif yang mencakup penalaran umum, pemahaman bacaan dan tulisan, pengetahuan dan pemahaman umum, serta pengetahuan kuantitatif yang mengukur:

*Potensi kognitif

*Penalaran matematika

*Literasi dalam bahasa Indonesia

*Literasi dalam bahasa Inggris

Jelas dapat dipahami bahwa masalah pendidikan masih menjadi tantangan dari sang menteri dengan mencari formla atau solusi yang tepat di dalam merumuskan kurikulum pendidikan yang tak lain berasal dari kemerosotan pada sistem kita sendiri.

Hal inilah yang melatarbelkangi kurikulum merdeka dirumuskan, dimana Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa Indonesia berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.

So kesimpulannya,  tantangan yang perlu dipecahkan bukan dalam hitungan 1 atau 2 tahun saja. Sehingga untuk kesekian kali, penambahan jam sekolah dengan masuk sekolah pada jam 5 subuh bukanlah jawaban dari permasalahan yang sedang dihadapi bersama. Karena bukan disitu inti persoalannya.

Semoga menjadi perenungan bersama...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun