Saya sengaja menggunakan kutipan Memprovokasi, tetapi jangan berburuk sangka dulu dengan petikan kata "dapat Memprovokasi" yang berasal dari kata dasar provokasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan, provokasi/pro*vo*ka*si/ adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan. Jadi bukan hanya menimbulkan kemarahan tapi dapat diartikan juga sebagai "pancingan", yang dalam KBBI diartikan sebagai "teknik penyajian awal cerita rekaan untuk memancing minat pembaca", dalam hal ini parpol dan tentu menimbulkan reaksi nantinya.
Provokasi oleh sebagian besar orang diartikan secara negatif. Tapi sadar ataupun tidak dalam keadaan tertentu, komentator, debater, pemberitaan mediapun jika didalami dengan benar ada juga yang mengandung unsur provokasi, minimal sebuah pancingan bahkan memanas-manasi. Sehingga dalam prespektif positif dapat diartikan Parpol didorong untuk perlomba-lomba untuk lolos Abang Batas. Nah upaya yang dilakukan oleh parpol ini bila dilakukan dengan cara-cara yang salah atau melanggar hukum (minimal UU Pemilu) bagi saya adalah buah dari Provokasi. Dapat juga sehari-hari banyak yang mengartikannya secara harafiah sebagai tindakan memans-manasi. (Lihat lagi Judul dibalik Foto di atas)
Saya mengajak anda melihat kembali spanduk dibalik foto di atas, jelas frasa yang digunakan dapat menyinggung Parpol yang ada. Apakah tulisan tersebut dapat diterima secara etika, dan menurut hemat saya bukankah suatu tindakan Provokasi?
Anda boleh tidak sepakat atau sepakat untuk untuk tidak bersepakat. Terserah anda. Silahkan bang Denny CS, boleh juga berpendapat yang sama atau bisa saja menuduh justru saya sebaliknya yang memanas-manasi alias sama saja melakukan tulisan provokasi. Dalam pemahaman saya, hasil survei LSI tersebut sebuah pancingan dan pasti menimbulkan reaksi langsung atau tidak, untuk bertindak dalam koridor positif namun juga dapat melewati batasan aturan dalam undang-undang pemilu.
Menjelang Pemilu 2024, sudah dipastikan semua PARPOL dapat dan bahkan akan menggunakan segala cara, bahkan bisa terpleset dalam skenario yang melanggar peraturan perundang-undangan denga tujuan agar Parpolnya lolos Abang Batas Parlemen, tau terwakili di DPRD I dan II.Â
Parliamentary threshold yaitu syarat minimal perolehan suara agar sebuah partai politik bisa diikutkan dalam penentuan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).
Saya tidak tahu tujuannya, hanya Bang Denny dan Tim yang tahu latar belakang dari tujuan survei tersebut, namun saya cukup yakin sudah dipertimbangkan secara benar sesuai kaedah ilmiah dan unsur lainnya. Sehingga tidak melanggar Pasal 449 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu seperti yang sempat diutarakan Bawaslu bahwa bahwa ayat tersebut menyatakan proses survei yang dilakukan di luar metode ilmiah tidak diperkenankan. Â Saya sudah baca Pasal 449 ayat 2 undang-undang tersebut, malah menyebutkan bahwa Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang. Begitupun dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Jika memang ada, mohon maaf, jika saya luput karena kelewat. Tetapi silahkan download dan membaca sendiri UU Pemilu tersebut. Namun bila memang ada, maka frasa batasan lain tidak disebutkan, sehingga kriteria memenuhi unsur kaedah ilmiah sudah aman bagi tujuan survey LSI tersebut. Akan tetapi saya tidak tahu frasa "Kaedah Lainnya" yang jelas.
Pada Bab XVII tentang Partisipasi Masyarakat, disebutkan pada pasal 448 disebutkan pada ayat 1 bahwa Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat. Sedangkan pada ayat 2 terdapat 4 "butir" yang dimaksud sebagai partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
- Sosialisasi Pemilu;
- Pendidikan politik bagi Pemilih;
- Survei atau jajak pendapat tentang Pemilu; dan
- Penghitungan cepat hasil Pemilu.
Ketentuan terkait ke 4 butir pada pasal 2, tertuang dalam ayat 3 pasal yang sama, dimana disebutkan bahwa Bentuk partisipasi masyarakat sebegaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan:
- tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu;
- tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu;
- bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan
- mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi Penyelenggaraan Pemilu yang afiran, damai, tertib, dan lancar.