Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Efek Jokowi, Mampu Menempatkan Ganjar sebagai Capres dari PDI-P

27 Januari 2023   06:32 Diperbarui: 27 Januari 2023   06:45 12498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Presiden Jokowi, Megawati dan Ganjar Pranowo.-Setpres/PDIP/Syaiful Amri/Disway.id-Disway.id

Sekalipun Megawati Soekarno Putri, sang penentu belum juga mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, namun tidak berlebihan jika Jokowi Efek (Jokowi Effect) yang sudah dikenal luas istilahnya diakui maupun tidak akan berpengaruh dan mendorong desakan akar rumput, kader dan loyalitas partai pada penetapan Calon Presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).  Apalagi Jokowi, secara tidak langsung sudah memberikan sinyal politik kepada Ganjar Pranowo sebagai penerus (penganti) dirinya.

Hal ini bukan berarti elit PDI-P berani secara terang-terangan mengamini pilihan Jokowi, mendahului Ketua Umumnya. Kelihatannya masih ada yang berkelit, menentang dan malu-malu untuk berterus terang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akar rumput, pengikut atau pendukung Jokowi dan tentunya kader dan loyalitas PDI-P dapat dipastikan mendukung pilihan Jokowi kepada Ganjar Pranowo sebagi penganti sosok dirinya. Hal ini dimungkinkan, desakan kepada Megawati akan terulang kembali seperti Pilpres 2014 dan 2019.

Bila Megawati tak ragu lagi, maka kemenangan Jokowi pada Pemilu Presiden 2014 dan 2019 akan terulang kembali Bila Ganjar Pranowo ditetapkan sebagai Calon Presiden pada Pilpres 2024 nanti dan secara signifikan berpengaruh pada perolehan suara PDI-P secara Nasional, sebagai partai pemenang pemilu. Sekalipun jumlah partai peserta Pemilu 2024 kini bertambah menjadi 17 partai.

Bila kita kilas balik, keberadaan sosok Jokowi, yang tadinya tidak diperhitungkan menjadi seorang Gubernur DKI Jakrta bahkan Presiden. Sering dicela oleh berbagai pihak, namun "Wong Deso" yang beranjak dari walikota solo, sebagai calon Gubernur yang "dianggap enteng" lawannya ini, belum juga menyelesaikan kepimpinannya di periode kedua sebagai Walikota Solo. Berhasil memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012.  Hal ini tak jauh berbeda bila kita melihat dari sosok Ganjar Pranowo pada Pilkada Jawa Tengah dua periode.

Seorang Jokowi, yang tidak diperhitungkan, namun kharisma "Wong Deso" sang "Tukang Kayu", track record-nya, baik kinerja, reformasi  nyata yang ia lakukan, serta tentunya karakter yang dikenal dekat dengan rakyat. Dia mampu merubah iklim politik Indonesia. Dan hal ini, dapat dimaknai, bukan semata-mata karena keberhasilan partai namun terlebih merupakan upaya bersama para pendukungnya, yang mampu memikat kepercayaan penuh sebagian besar rakyat.

Belum juga menyelesaikan tugas dan kewajibannya sebagai Gubernur Jakarta, ia dicalonkan oleh partainya, PDI-P, sebagai Capres 2014. Dan ia pun memenangkan pertarungan. Hal ini terulang kembali ketika ia dicalonkan Partainya pada pemilu Presiden 2019, atas dasar kepercayaan rakyat dan perjuangan semua elemen pendukung Jokowi mengulang kemenangannya sebagai Presiden.

Diakui atau tidak, keinginan Trah Soekarno dalam Pilpres 2014 dan 2019, saya yakin masih menguat pada periode tersebut, namun Megawati Soekarno Putri "terpaksa" mengambil keputusan yang ternyata tepat, mampu menahan diri dan mengikuti keinginan kader Partai, simpatisan dan pendukung Jokowi, baik langsung dapat terbaca dari survei elektabilitas maupun tekanan dari dalam kubu partai sendiri.

Suatu prestasi dan karir politik seorang Presiden yang boleh dikatakan baru pertama kali terjadi di Indonesia. Apalagi ia bukan berasal dari golongan Priyayi, Akademisi Tepandang,  atau dari kalangan militer yang moncer prestasinya. Seorang "tukang kayu" yang berasal dari rakyat biasa, mampu mematahkan anggapan pemimpin Nasional haruslah berasal dari golongan terpandang dan memiliki pengaruh luas secara Nasional.

Di sinilah, kedaulatan rakyat yang sesungguhnya secara nyata dapat kita rasakan, mampu merubah iklim politik Indonesia. Sehingga kemenangan seorang calon presiden, seharusnya dapat dimaknai secara mendalam, bahwa sekalipun harus dicalonkan oleh partai politik namun dalam penentuan kemenangan, selain sosok yang dianggap tepat dan layak oleh rakyat,  banyak pihak turut berperan untuk mememengkannya bukan semata-mata partai pengusung.

Kemenangan Jokowi, ditentukan oleh loyalitas lintas partai dan non partisan, baik itu kader dan simpatisannya. Sehingga kemenangan jokowi sesungguhnya kemenangan bagi mayoritas rakyat Indonesia bukan semata-mata kemenangan bagi Megawati yang merasa berperan penting pada kemenangan Jokowi, apalagi sering menjuluki sang "jawara" sebagai Petugas Partai.

Saat menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi mendapat sorotan dari media internasional seperti media India bernama The Hindu yang meliput fenomena Jokowi ala India, media Amerika Serikat bernama The New York Times yang meliput fenomena kepemimpinan turun ke bawah, media Australia bernama The Sydney Morning Herald, media Thailand bernama Bangkok Post, serta media Jepang bernama Asahi Shimbun.

Joko Widodo mendapatkan berbagai julukan dari berbagai media internasional seperti Obama dari Jakarta oleh BBC, Mr. Fix oleh The Economist, dan The Man of Madras Shirt oleh TIME.

Kepimpinan dan Prestasinya mereformasi pemerintahan dan tatanan sosial, kharismanya yang masih melekat dihati rakyat, sekalipun dicaci maki dan difitnah. Seorang yang rendah hati ini, dapat menerima kritikan dan memaafkan mereka yang sering memojokannya, bahkan dengan cara-cara yang kurang pantas sebagai bangsa yang berbudaya luhur.

Bila mendalami statement Megawati dalam Pidatonya pada ulang tahun PDIP beberapa waktu lalu, karena belum juga mengumumkan pasangan calon PDI-P, "Saiki nungguin. Gak ada, ini urusan gue," Di satu sisi dapat diterima, karena menurut mekanisme partainya Megawatilah yang menentukan pasangan Capres dan Cawapres 2024.  Dan kebetulan hanya PDI-P lah yang dapat secara langsung menentukan pasangan calon dibandingkan partai lain yang harus berkoalisi agar memenuhi syarat untuk mencalonkan pasangan Capres dan Cawapres.

Namun di sisi lain, isi pidatonya tersebut dinilai berbagai pihak memojokan Jokowi, menyentil Ganjar dan menyinggung perasaan para simpatisan dan pendukung Jokowi. Sosok Megawati dapat dianggap Arogan untuk menunjukan sejauh mana kekuasaannya untuk mengendalikan seluruh kader partai dan simpatisan dan desakan dari luar PDI-P.

Sehingga boleh saja, saat ini Megawati belum mengumumkan paslon dari PDI-P karena sedang membaca situasi politik dan sepak terjang partai yang lain. Namun saya cukup yakin, Nama Ganjar sudah dikantonginya. Namun apakah Mega legowo melepaskan kesempatan trah Seokarno seperti menentukan Jokowi selama dua Periode Pemilu Presiden? Bisa saja keberadaan putrinya menjadi pertimbangan tersendiri. Sekalipun belakangan, beberapa survei yang dipublikasi, menunjukan penolakan responden dalam pencalonan Puan.

Apakah mungkin kedua-duanya dari kader PDI-P? Dalam perhitungan politik apabila jalan ini ditempuh, "maaf" sangat konyol. Karena berdampak luas pada kemenangan paslon PDI-P dan kehilangan partai koalisi yang dapat mendukung pemerintahan nantinya, termasuk di DPR RI, dan yang menyedihkan dapat berdampak dalam penurunan suara PDI-P sebagaai "jagoan" partai pemenang pemilu.

Jadi kembali, bila tidak berkeras hati. Menepiskan sosok yang jelas-jelas secara akumulatif, dari sekian survei untuk dicalonkan sebagai Capres, dalam Hal ini Ganjar, adalah (maaf) kekonyolan dan "gol bunuh diri" bagi dirinya dan partai yang dibesarkannya.

Ganjar Pranowo, bagi saya, mungkin juga sama dengan keinginan sebagian besar rakyat adalah capres yang tepat sebagai penerus kepemimpinan sosok jokowi. Dan hal ini sudah dapat terbaca bahwa Ganjarlah, pilihan Jokowi, baik dikemukakan secara tak langsung dengan istilah "ramput putih", ini merupakan sinyal kepada para pendukungnya, termasuk partainya dan rakyat yang mencintainya.

Mengapa Harus Ganjar?

Hal pertama yang perlu kita sadari bersama, seperti halnya Jokowi, berasal dari  suku jawa dengan berlatar belakang kalngan rakyat biasa,  bukan priyai sekalipun sekarang menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah dua periode. Ganjar Pranowo dilahirkan dari keluarga sederhana di sebuah desa di lereng Gunung Lawu, Karanganyar, 28 Oktober 1968. Kini ia berusia 54 Tahun.

Tahun 1996, ketika PDI dilanda konflik internal antara pendukung Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri sebagai representasi trah Bung Karno. Ganjar ikut mendukung Megawati, meskipun ayahnya adalah seorang polisi sedangkan kakaknya seorang hakim yang oleh Orba seluruh pejabat publik dilarang berpolitik dan harus mendukung Golkar sepenuhnya.

Karir politiknya sebagai kader PDIP, terpilih menjadi anggota DPR-RI pada 2004 dan 2009. Sehingga kematangannya dalam politik memiliki bekal yang cukup ditambah pengalamannya dalam mereformasi pemerintahan Jawa Tengah lewat kebijakan-kebijakannya, membuahkan banyak pujian.

Sekalipun sempat dikaitkan dengan Kasus Kasus aliran dana BI dan Kasus korupsi E-KTP, dan menjalani serangkaian pemeriksaan dan persidangan sebagai saksi. Ia terbebas dari tuduhan dan jeratan hukum, tak lain karena kebenaran dan kejujurannya.

Nenjadi pengagum Soekarno dan Kader PDI-P, ia cukup patuh pada kebijakan partai yang membesarkannya. Dan diakui ataupun tidak,  Ia adalah salah satu kader PDI-P terbaik seperti halnya Jokowi sekalipun asam garam dunia politik jauh lebih dalam dibandingkan Jokowi karena sempat melalang buana sebagai anggota DPR dan menduduki posisi penting diberbagai organisasi seperti halnya GMNI.  

Namun, dilihat dari karakter kedua tokoh ini boleh dikatakan kurang lebih ada kemiripannya. Kedekatan dengan rakyat bahkan hinga menjangkau kaum milenial dalam menyerap aspirasi mereka. Sederhana, tegas dan bersih, santun sebagai orang jawa serta tentu  rekam jejak laiinya yang dapat dinilai sendiri oleh Jokowi, merupakan modal dasar mengapa Jokowi menaruh harapan kepada Ganjar sebagai calon pengantinya untuk dapat melanjutkan visi dan misi serta cita-citanya dalam melanjutkan pembangunan Indonesia yang telah dirintisnya.

Kepercayaan Jokowi kepada Ganjar, dibuktikan pula dengan akumulasi berbagai suveri elektabilitas yang menempatkan dirinya pada urutan teratas. Saya rasa hal ini tak luput dari pandangan dan penilaian rakyat (reponden) sebagai tokoh yang kurang lebih mirip dengan jokowi, yang dimata sebagaian besar masyarakat masih mencintai dan mendukungnya, bila tidak dibatasi konstitusi kemungkinan besar Jokowi akan terpilih lagi dalam periode berikutnya. Nah sebagai rakyat dan pendukung Jokowi yang patuh akan konstitusi dapat menaruh harapan pada Ganjar sebagai kelanjutan kepempimpinan Jokowi.

Sebelum masuk pada akhir dari opini ini, mari kita lihat hasil perolehan suara jokowi dalam dua periode pemilihan presiden dibawah ini, yang mencirikan bahwa pentokohannya dipilih bahkan diluar kantong-kantong loyalitas PDI-P

Sumber: pemilu2019.kpu.go.id
Sumber: pemilu2019.kpu.go.id

Hasil pemilu Presiden 2014 memperlihatkan kandidat dengan mayoritas suara di masing-masing 33 provinsi di Indonesia. Prabowo-Hatta: emas tua (Akumulasi Pemilih Nasional dan Luar Negeri  46,85%); Jokowi-JK: merah (Akumulasi Pemilih Nasional dan Luar Negeri 53,15%) sumber: pemilu2019.kpu.go.id

Sumber: pemilu2019.kpu.go.id
Sumber: pemilu2019.kpu.go.id

Hasil rekaputilasi penghitungan suara dalam negeri. Pilpres 2019. Jokowi-Amin: merah (Akumulasi Pemilih Nasional dan Luar Negeri  55,5%); Prabowo-Sandi: emas tua (Akumulasi Pemilih Nasional dan Luar Negeri 44,5%). sumber : pemilu2019.kpu.go.id

Perlu ditambahkan lagi, dengan kehadiran sosok Jokowi sebagai capres tahun 2019, sanggup menurunkan angka golput atau menaikan jumlah partisipasi pemilu. Jumlah Golput menurun hingga 18,03% di Tahun 2019. Tak jauh dari perkiraan hitung cepat LSI dengan 100% sampel, data golput pada Pilpres 2019 mencapai 19,24%. Namun perlu dicatat pada pilpres 2019, sempat diprediksi golput dari kelompok milenial dapat mencapai 40% menurut perdiksi Jeune & Raccord Communication pada sat itu. 

Jika bertolak dari pemilih pemula atau kelompok milenial yang diprediksi tinggi di pilpres 2019, dapat saya yakini untuk 2024, kelompok ini cendrerung akan menurun bila Capresnya adalah Ganjar.

Saatnya kembali kepada Ibu Megawati di dalam menentukan Ganjar sebagai calon Presiden atau tidak? Karena partai lainnyapun telah melirik dan menjagokannya. Jangan sampai poros koalisi baru yang menjadikan Ganjar sebagai Capres dan Cawapres yang tepat mengakomodir kolisi berbagai partai. Sekalipun kemungkinan besar Ganjar akan tetap tunduk pada keputusan Megawati, namun politik dapat saja berubah apalagi didukung oleh jokowi dan para pendukung dan simpatisannya, demi Indonesia hal ini dapat saja terjadi.

Jadi karena semuanya "urusan gue" Megawati Soekarno Putri, kita tunggu saja manuvernya di penghujung batas waktu pencalonan. Sementara itu, Ganjar harus menahan diri untuk dipinang oleh partai lain kecuali Megawati sendiri terlalu lama memainkan kartu politiknya, maka demi Indonesia Ganjar memiliki hak penuh sebagai warga negara untuk dipilih demi masa depan Indonesia dengan mengambil sikap yang berbeda dan saya yakin akan didukung oleh Jokowi.

Selanjutnya, esuk dele sore tempe.  Wallahualam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun