Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ganjarlah Orangnya! Capres Kode Manuver Politik Jokowi

4 Desember 2022   03:12 Diperbarui: 4 Desember 2022   03:34 11087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perlu saya sampaikan, pemimpin yang mikirin rakyat itu kelihatan. Dari mukanya itu kelihatan. Dari penampilannya itu kelihatan. Banyak kerutan di wajahnya karena mikirin rakyat. Ada juga. Ada juga yang mikirin rakyat sampai rambutnya putih semua. Ada. Ada Itu," - Jokowi -

Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang ciri pemimpin yang memikirkan rakyatnya. Hal itu diungkapkan Jokowi saat menghadiri silaturahmi relawan Jokowi bertajuk Nusantara Bersatu di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (26/11/2022). Yang sudah banyak diberitakan media.

Dapat dimengerti jika dibaca atau di degar dari pernyataan Presiden tersebut, menimbulkan banyak spekulasi dikalanagan pengamat politik, partai politik, budayawan bahkan masyarakat awam.

Apabila terdapat  kritikan bahwa Presiden tidak tepat atau etis melakukan manuver persoalan politik khususnya terkait siapa calon pengantinya. Saya anggap wajar-wajar saja. Tapi sesungguhnya siapa yang bisa menjawab apakah pernyataan itu menandakan dukungan Presiden terhadap capres tertentu? Nanti dulu. Anda punya presepsi dan spekulasi tersendiri, saya pun demikian.

Bagi saya Presiden Jokowi adalah sosok berdarah jawa dan masih melestarikan petuah dan filosofi jawa yang sarat dengan makana. Sosok beliau yang boleh dianalogikan, masih bisa diterima oleh di akal sehat saya bahwa sebagian besar orang jawa beliau merupakan sosok seorang "Raja"

Saya memang sengaja menulis dengan mengambil prespektif filsafat jawa, karena seorang Jokowilah yang saya pandang memiliki warisan filosfis jawa yang diwejewantahkan secara  Nasional dalam visi dan misinya selama memerintah. Sehingga adanya sentimen negatif terhadap dominasi orang jawa di Indonesia, dapat ditepis dan diterima oleh sebagian besar suku bangsa di negara  kesatuan Republik Indonesia.

Oleh beberapa penulis dan pemerhati budaya, menilai bahwa nilai-nilai kearifan lokal (kepemimpinan) Jawa tergambar didalam berbagai hasil karya budaya, seperti babad, wulang, wayang, suluk, dan sebagainnya. Sebagian besar karya budaya tersebut menguraikan tentang hubungan antara raja dengan rakyat dan raja dengan Tuhan. Sebagai contoh: adegan pertama (jejeran) pada petunjuk wayang kulit purwa. 

Dikisahkan bahwa raja (pemimpin) yang utama (terpuji dan berderajat tinggi) jika memiliki dan mengimplementasikan sifat berbudi (memberi hadiah/ ganjaran dan memberi penghargaan bagi yang berjasa bagi bangsa dan negara) bawaleksana (segala sesuatu yang diucapkan/ diperintahkan tidak dapat ditarik/ diubah harus dapat dilaksanakan sebaik-baiknya).

Ungkapan yang mengandung filosofi moralitas kepemimpinan juga terdapat pada sabda pandhita ratu tan kena wola-wali, secara harfiah artinya adalah ucapan pendeta dan raja tidak boleh diulang-ulang.

Maknanya adalah bahwa seorang pemimpin haruslah konsekwen untuk melaksanakan atau mewujudkan apa yang telah diucapkannya, apapun akibatnya. Dalam khasanah bahasa Indonesia sebenarnya kita pun memiliki ungkapan semacam itu, yaitu satunya kata dan perbuatan (Sujamto, 1992: 21; G. Moedjanto, 1987: 35; Sunoto, 1987: 42).

Apakah Presiden mengilhami hal ini? Saya rasa ya, dan ada yang dilanggarnya dengan melihat kondisi politik bangsa dan negara. Dan bukan ini saja. Dan apakah sosok pilihan Jokowi mewarisinya? Ya, menurut saya.

Dalam pandangan lain, Nilai kearifan lokal Jawa yang berprinsip pada nilai kepemimpinan tergambar pula di dalam ajaran Ki Hajar Dewantara (1889-1959), seorang pendiri Taman Siswa di Yogyakarta, yaitu: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tutwuri handayani. 

Seorang pemimpin jika berada di depan seyogyanya memberi contoh/ keteladanan yang baik, utama, terpuji, sehingga rakyat tidak terombang-ambingkan oleh ketidakpastian oleh keadaan; jika di tengah mampu menggerakan motivasi, inisiatif, kreatif dan inovatif, sehingga rakyat memiliki kehendak untuk menggapai sesuatu; dan jika di belakang maka pemimpin memberikan kekuatan, semangat, dan kesentosaan batin rakyat.

Apakah Presiden menjalankan Keraifan lokal ini? Terlepas dari presepsi anda, saya merasa yakin bahwa beliau memahaminnya. Maka tak heran, dari seorang walikota Solo. Bila kita menilik sebentar hasil pilkada kedua Kota Solo Dalam pilkada tersebut diikuti 393.703 pemilih tetap dengan angka partisipasi 71.80%. Jumlah suara yang didapat Jokowi-Rudy adalah 248.243 suara atau dengan persentase 90,09 persen. Angka yang fantastis, dari kepercayaan rakyat,

Track Record (Maaf) orang sederhana dan dari solo hampir tidak diperhitungkan ketika direstui untuk maju menjadi Gubernur Jakarta apalagi dipasangkan dengan  Basuki Tjahaja Purnama, yang juga berasal (Maaf) dari  daerah yang tidak banyak dipehitungkan. Baginya ini adalah sebagai "loncatan" tak terduga  untuk maju sebagai akil Gubernur Jakarta.

Hasilnya? Tak ada yang menduka, pada 29 September 2012, KPUD DKI Jakarta menetapkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI yang baru untuk masa bakti 2012-2017 menggantikan Fauzi Bowo -- Prijanto

Bagi saya kemenangan di Pilgub DKI Jakarta, tak terlepas dari sosok Jokowi. Yang dimata sebagian besar rakyat adalah pemimpin yang tepat.

Tak menuntaskan kepemimpinannnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Pada Pilpres 2014, dan saya yakin atas dukungan rakyat partai pengusung memilihnya sebagai calon Presiden. Akhiynya Seorang putra jawa dari kota kecil. "Loncat Kelas" sejak tanggal 20 Oktober 2014. Terpilih dalam Pemilu Presiden 2014,

Perlu dicatat, Jokowi menjadi presiden Indonesia pertama yang bukan berasal dari elite politik atau militer Indonesia. Dia terpilih bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan kembali terpilih bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam Pemilu Presiden 2019.

Menjadi Pemimpin Daerah, apalagi Nasional, tentu wajar bakal dihujani kritik pedas, hujatan bahkan upaya melengserkannya. Tapi ia tegar dan tidak berubah, sekalipun bangsa Ini dihadapkan  pada "hantam badai" baik global maupun kondisi di dalam Negeri. Saya harus jujur akan hal ini, sekalipun pembantu-pembantunya ada yang mengecewakan rakyat dan terutama bagi  dirinya sendiri dalam berbagai kasus.

Dimana letak kekuatannya? Selain bangsa telah belajar dari pengalaman masa lalu, sumber dukungan dan kekuatannya berasal dari Rakyat. Dan hasil kerja, karakter, karirirnya akan dicatat oleh dunia sebagai Presiden yang benar-benar berasal dari pilihan rakyat. Dan lagi-lagi sosok pilihan jokowi, saya rasa pas.

Saya jadi ingat pepatah jawa, "Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa." (Jangan jadi orang yang merasa bisa dan merasa pintar tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa).  Pepatah ini cocok bagi saya untuk menilai sosok Presiden Jokowi juga Ganjar.

Seperti di singgung di atas tentang "Sabda Pendeta Ratu". Sebelumnya, saya pun memahami, bahwa persyaratan tersebut dalam filosofi jawa sangat mengikat khusunya dalam tertarik Berita yang diterbitkan detik.com (31 Mei 2021) dengan judul, Matinya "Sabda Pandita Ratu" Seorang Presiden" . Dalam ulasan berita dijelaskan bahwa

Falsafah tersebut bermakna bahwa seorang raja atau seorang pemimpin (presiden) tidak boleh berganti ucapan atau keputusan, karena keputusan seorang pemimpin sekali diucapkan, maka ucapannya akan menjadi pedoman, sumber rujukan semua orang, baik bagi pejabat negara yang menjalankan roda pemerintahan maupun kepada rakyat sebagai warga negara. Hal ini sudah saya singgung diatas, bahwa filosofi ini ada yang Ia langgar, tapi apakah tidak ada alasan dibalik pegeseran ini? Tentu saja ada.

Lebih lanjut, artinya dapat dimaknai bahwa seorang presiden ditempatkan sebagai tokoh utama dan paling strategis dan harus jalankan oleh para pembantu-pembantu presiden. 

Dalam konteks keindonesiaan, falsafah tersebut telah diadopsi dalam bingkai ketatanegaraan, yakni dalam kesepakatan menganut sistem presidensial. Jika ada yang mengatakan enak benar jadi presiden, ya memang begitulah konsekuensi pilihan negara yang sepakat untuk menguatkan sistem presidensial. Konsekuensi logisnya adalah menempatkan presiden sebagai tokoh utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan, sehingga keputusan dan arahan presiden harus dijalankan oleh bawahannya.

Di sinilah yang perlu di pahami betul, adakalanya filosofi yang saya yakin, dipahami presiden. Perlu disesuikan dengan kondisi dari bangsa dan negara. Sehingga kadang, pernyataann-pernyataanya dianggap berubah-ubah. Terlebih, sabdanya tidak dengan sepenuh hati dijalankan oleh para pembantunya, ya ini politik dan sistem ketatanegaraan kita. Sehingga tidak mutak sang presiden harus bersikukuh dengan "otoriter" mempertahankan prisipnya.

Saya rasa aggapan di atas dapat saya menduga cara pandang sang presiden, sebai cara pandang orang jawa.
"Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangestuti" adalah ajaran yang menekankan "Segala sifat keras hati, picik, angkara murka hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar" . Lagi-Lagi, ada kecocokannya.

Jika dilanjutkan, sebagai seorang perantau yang hidup di tengah-tengah masyarakat jawa. Mungkin akan memahami tak seberapa, ada kalanya hanya kecil saja yang saya pahami dari filsafat jawa tersebut, namun dalam kenyataannya. Sebagai manusia yang bebas dalam berpikir dan mengeluarkan pendapat, atau kadang diam. Paling tidak dapat memahaminya secara benar, tanpa mencederai dan melukai perasaan dan nama baik orang lain.

Sampai di sini, sekalipun saya gunakan saja kata "Petuah" sang Presiden yang bernuansa filsafat jawa. Saya menyoroti gaya bahasanya. Paling tidak ada dua.

Penyataan Presiden menggunakan gaya bahasa Metafora, adalah gaya bahasa yang digunakan sebagai kiasan yang secara eksplisit mewakili suatu maksud lain berdasarkan persamaan atau perbandingan, yang selanjutnya perlu dimaknai baik dapat disimpulkan secara langsung oleh para pengikutnya, siapa sosok yang dimaksud.

Berikuynya, Presiden menggunakan gaya bahasa Simbolik, adalah gaya bahasa dengan ungkapan yang membandingkan antara manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya.

Dengan menggambungkan atau irisan dari dua gaya bahasa tersebut, ada isyarat gambaran fisik penggantinya. Paling tidak, ia sudah mengetahui bahwa pengikutnya sudah memiliki pilihannya saat ini yang tak lain dan kurang lebih hampir sama dengan sifat dan karakter kepemimpinannya. Serta diterima sebagian besar rakyat.

Jokowi mungkin wajahnya  tidak terlihat jelas banyak kerutan namun tidak memutih rambutnya, inilah sosok yang yang dia arahkan kepada para pengikutnya, lagi-lagi telah ketahui siapa sebenarnya sosok pengantinya yang dikehendaki rakyat.

Tapi dari uraian saya di atas, anda sudah menangkap sosoknya yang sudah terang-terangan saya tulisakan di judul tulisan saya ini.

Sekalipun,  Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melontarkan sindiran keras kepada relawan Presiden Joko Widodo yang menggelar acara di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Sabtu (26/11). Seperti diberitakan cnnindonesia (28/11/2022).

Dengan dalih yang dapat dibaca, seolah-olah menjaga kewibawaan Presiden, Menurut Hasto, gerakan relawan yang mengatasnamakan diri Gerakan Nusantara Bersatu itu hanya ingin mengambil keuntungan tanpa melihat dampaknya bagi Presiden.

"Akibatnya kehebatan kepemimpinan Presiden Jokowi di acara G20 yang membanggakan di dunia, dan rakyat Indonesia, lalu dikerdilkan hanya urusan gegap gempita di GBK," kata Hasto dalam keterangannya, Minggu (27/11).

Bagi saya, boleh-boleh saja mengkritik, karena sedang dalam pertapaan menentukan siapa capres dan atau cawapres yang akan diberikan "tiket" maju ke Pilpres nanti. Namun sepantasnya, bijak. Bila gagasan acara di GBPK tersebut, bukan bertujuan mendesak PDIP secara langsung, sekalipun memang ada indikasinya. Namun biarlah Presiden bertemu langsung dengan para pendukungnya untuk mendengarkan petuah dan arahan jujungannya.

Pada akhitnya saya harus beropini, sebagai penutup. Siapa sosok dimaksud? Dalam hal ini saya sepakat dengan, pernyataan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin.

"Saya rasa Ganjar tidak akan menyatakan siap jadi capres jika tidak punya dukungan dari individu atau sosok atau tokoh tertentu yang kuat. Bisa saja dorongan itu berangkat dari Jokowi. Ya selama ini kan Ganjar kekuatannya ada di situ, ada pada dorongan Jokowi," ujar Ujang saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (19/10/2022).

Dia menilai, pernyataan Gubernur Jawa Tengah tersebut sama dengan melawan perintah PDI Perjuangan (PDIP). PDIP, menurut Ujang, lebih condong mengusung Puan Maharani daripada Ganjar.

Anda punya pilihan lain? Monggo... nunaikan Hak Konstitusi anda.

Oleh sebab itu, dia mengatakan Ganjar tak akan berani menyatakan siap jadi capres 2024 jika tak ada dukungan tokoh seperti Jokowi

Pada akhirnya saya secara pribadi berkesimpulan, yang dimaksud Presiden adalah  Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Ini opini saya, salah ataupun benar apakah dalam mekanisme Pemilu nanti, Gajar dijegal prtainya sendiri. Namun Sosok Ganjar merupakan pilihan rakyat yang digambarkan Presiden Jokowi yang terbuka untuk dipinang oleh partai lain.

Sata tidak perlu ragu lagi karakter dan komitmennya, kepatuhan tegak lurus sebagai seorang Nasonalis, menjalankan, mempertahankan dan melestarikan dasar negara pacasila, menjalankan serta mematuhi hukum dan amanat konstitusi Undang-undang dasar 1945 serta mempertahankan keutuhan NKRI dengan moto atau semboyan Negara Bhinneka Tunggal Ika.

Track Record kedua tokoh bangsa ini, dapat ditelusuri oleh siapa saja, bersih, tegas dan merakyat. Sehingga bagi saya, Wajar jika Ganjarlah menjadi pilihan pribadi jokowi yang secara langsung diegaskan ke padada para pendukung yang mencintainya di seluruh pelosok negeri, untuk melanjutkan cita-citanya di dalam membangun Indonesia yang bersih, kokoh dan maju serta memberi dasar dan jaminan terhadap kelangsungan bangsa dan negara yang adil, makmur dan merata.

Tinggal rakyatlah yang menentukan dibilik suara. Dan sekalipun terlampau dini saya simpulkan, jika tidak ada kendala politik Ganjarlah bukan saja pilihan terbaik Jokowi tapi oleh kita semua. Tanpa mengesampingkan putra-putri terbaik bangsa ini yang memiliki peluang yang sama, semoga kedepan dapat bersinergi dan saling menopang satu dengan lainnya dalam sistem ketatanageraan dimana mereka dilibatkan,

So.. Mas Hasto, biarkan saja rakyat menentukan pilihannya, yang sebagian besar adalah kader dan militan Partai anda. Urusan Birokrasi dan Mekanisme yang mengusung Frasa "DEMOKRASI PERJUANGAN". Maka jujunglah demokrasi itu dan tidak terlepas pada istilah yang anda yakini Vox populi, vox dei.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun