Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memperoleh Perlakuan (Hak) Istimewa Sosial, Tanpa Diskriminasi

17 Januari 2022   02:04 Diperbarui: 21 Januari 2022   13:30 3592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya jadi ingat pertanyaan wartawan yang dilontarkan kepada tentang privilege kepada Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka karena putra seorang Presiden.

Ketika itu ia menampik ada privilege atau perlakuan istimewa dari pemerintah pusat karena dia anak dan  putra sulung  dari Presiden Joko Widodo sehingga program kerjanya sebagai wali kota cepat terlaksan, lebih lanjut menurutnya jika ada privilage yang diuntungkan bukan dirinya tapi warga solo. 

Sebaliknya adiknya Kaesang Pangarep setelah dituding Korupsi, ia mengakui manfaatkan Privilege Anak Presiden Untuk Berbisnis "Duitnya Halal Kok" (democrazy.id 12/01/2022)

Kejujuran dari kedua anak presiden ini, saya patut apresiasi. Karena dalam budaya kita, bahkan berlaku juga di dunia. 

Apalagi di Indonesia, jangankan anak presiden, hingga anak kepala desa (ada yang masih disebutkan raja) memiliki hak Istimewa pula. Belum juga dalam kasta, anak bahkan keluarga tokoh masyarakat atau agama. Kerap juga mendapa privilege.

Privilege, menurut kamus Oxford, berarti : a special right, advantage, or immunity granted or available only to a particular person or group.

"Hak khusus, keuntungan, atau kekebalan yang diberikan atau tersedia hanya untuk orang atau kelompok tertentu". Hampir sepadan dengan pengertian Social Privileges, suatu perlakuan  khusus atau hak khusus.

Sekalipun hak atau perlakuan istimewa dalam pelakuannya dapat berbeda-beda cakupannya. Namun pada dasarnya banyak dari kita memiliki hak tersebut, entah berasal dari mana datangnya. 

Bisa saja karena kepercayaan bos di kantor, seolah-olah kita mendapat hak istimewa, misalnya saat markir mobil di kantor atau mendapat layanan khusus oleh OB.

Perlu disadari bahwa sebagian besar dari kita memiliki semacam hak istimewa biasa —yaitu, kemampuan untuk melupakan aspek siapa kita karena mewakili mayoritas demografi suatu suku bangsa atau organisasi. 

Tapi alih-alih ada yang merasa kurang nyaman tentang hal itu, kita harus menggunakannya secara bijaksana, dan secara arif mendahuli mereka yang lebih membutuhkan hak atau perlakuan istimewa itu dibandingkan kita dan berbagai kasus.

Menurut, Black, Linda L.; Stone, David (2005). Dalam artikel "Expanding the Definition of Privilege: The Concept of Social Privilege". Sebuah Journal dari Multicultural Counseling dan Development", dan  pendapat  Twine, France Winddance (2013). Dalam buku "Geographies of Privilege".  Terbitan Routledge. Halaman . 8--10.

Social Privilege atau  Hak istimewa sosial adalah teori keuntungan atau hak khusus, yang digunakan untuk keuntungan sendiri dan/atau merugikan orang lain. 

Kelompok istimewa dapat diuntungkan berdasarkan kelas sosial , kasta , usia , tinggi badan , kebangsaan , kecacatan , kategori etnis atau ras , jenis kelamin , identitas gender , neurologi , orientasi seksual , daya tarik fisik, dan agama . 

Ini umumnya dianggap sebagai konsep teoretis yang digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan sering dikaitkan dengan ketidaksetaraan sosial. 

Privilege juga terkait dengan bentuk kekuasaan sosial dan budaya. Ini dimulai sebagai konsep akademis, tetapi sejak itu telah dibahas secara lebih luas, di luar akademisi.

Subjek ini didasarkan pada interaksi berbagai bentuk hak istimewa dalam situasi tertentu. Lebih jauh, itu harus dipahami sebagai kebalikan dari ketidaksetaraan sosial.

Dalam hal ini berfokus pada bagaimana struktur kekuasaan dalam masyarakat membantu orang-orang yang memiliki hak istimewa secara sosial, sebagai lawan dari bagaimana struktur itu menindas orang lain.

Berikutnya, menurut beberapa pandangan sosiolog atau ahli antara lain, oleh O'Brien, Jodi A. (2008). Yang pemikirannya dituangkan dalam "Encyclopedia of Gender and Society". dan diterbitkan SAGE Publications halaman 418, 

Juga oleh Kimmel, Michael (17 April 2018). dalam bukunya "Revised edition of Privilege" yang diterbitkan Routledge. halaman 1--11. Berikut pendapat Sweet, Holly Barlow (2012). 

Dalam buku atau jurnal berseri dengan judul "Gender in the Therapy Hour: Voices of Female"  yang diterbitkan Routledge. halaman 71 dan yang terakhir adalah Sorrells, Kathryn (2012). Dengan judul artikel "Intercultural Communication: Globalization and Social Justice" terbitan SAGE Publications. halaman 63

Mengemukakan bahwa, Secara historis, studi akademis tentang ketidaksetaraan sosial berfokus terutama pada cara-cara di mana kelompok-kelompok minoritas didiskriminasi, dan mengabaikan hak-hak istimewa yang diberikan kepada kelompok-kelompok sosial yang dominan. Itu berubah pada akhir 1980-an, ketika para peneliti mulai mempelajari konsep tentang hak istimewa.

Hak istimewa, sebagaimana dipahami dan dijelaskan oleh para peneliti, adalah fungsi dari beberapa variabel dengan kepentingan yang berbeda-beda, seperti ras , usia , jenis kelamin , orientasi seksual , identitas gender , neurologi , kewarganegaraan , agama , kemampuan fisik , kesehatan, tingkat pendidikan , dan lain-lain.

Ras dan jenis kelamin cenderung memiliki dampak tertinggi mengingat seseorang dilahirkan dengan karakteristik ini dan langsung terlihat. Namun, agama, seksualitas dan kemampuan fisik juga sangat relevan.

Beberapa diantaranya seperti kelas sosial relatif stabil dan lainnya, seperti usia, kekayaan, agama dan daya tarik, akan atau mungkin berubah seiring waktu.  

Beberapa atribut hak istimewa setidaknya sebagian ditentukan oleh individu, seperti tingkat pendidikan, sedangkan yang lain seperti ras atau latar belakang kelas sepenuhnya tidak disengaja.

Sosiolog Amerika Michael S. Kimmel menggunakan sebuah metafora angin untuk menjelaskan konsep tersebut. 

Dia menjelaskan bahwa ketika Anda berjalan ke arah angin, Anda harus berjuang untuk setiap langkah yang Anda ambil. Ketika Anda berjalan dengan angin, Anda tidak merasakan angin sama sekali tetapi Anda masih bergerak lebih cepat dari yang seharusnya. 

Angin adalah hak istimewa sosial dan jika itu mengalir bersama Anda, itu hanya mendorong Anda maju dengan sedikit usaha Anda sendiri.

Dalam konteks teori, orang-orang yang memiliki hak istimewa dianggap sebagai "norma", dan, dengan demikian, mendapatkan ketidakterlihatan dan kemudahan dalam masyarakat, dengan yang lain dianggap sebagai varian yang lebih rendah.

shutterstock.com
shutterstock.com

Orang-orang istimewa melihat diri mereka tercermin di seluruh masyarakat baik di media massa dan tatap muka dalam pertemuan mereka dengan guru, manajer tempat kerja dan otoritas lainnya.

Menurut para peneliti mengarah pada rasa berhak dan asumsi bahwa orang yang memiliki hak istimewa akan berhasil dalam kehidupan, serta melindungi orang yang memiliki hak istimewa dari kekhawatiran bahwa mereka mungkin menghadapi diskriminasi dari orang-orang yang memiliki posisi otoritas.

Banyak profesi sudah saya lalui, kedudukan dalam berbagai organisasi. Namun sekarang saya bertahan sebagai seorang konsultan juga seorang pekerja sosial. 

Berdasarkan pekerjaan yang saya lakoni bertahun-tahun. Namun, saya tidak berpikir tentang hak istimewa sosial tersebut sekalipun gak sekelas anak presiden, telah saya peroleh karena faktor keluarga pejabat, memiliki strata ekonomi maupun sosial yang berbeda, dan kasta yang dianggap lebih tinggi secara adad istiadat dan keturunan serta sebagian adalah penghargaan orang terhadap jasa keluarga besar saya. 

Namun itu sejatinya bukan milik saya, saya hanya kecipratan seperti halnya yang dialami oleh kedua putra presiden. Dan hal ini wajar saja. Kecuali hak tersebut diperoleh diluar cantolan tersebut, yaitu dari keberadaan kita sendiri.

Namun berbeda dalam memanfaatkan hak istimewa tersebut, jika mereka jelas, seluruh orang di Indonesia, bahkan minimal negara di asia mengenal siapa mereka. 

Sehingga sekalpun gak melakukan korupsi, hak istimewa sosial dalam berusaha dengan sendirinya menghampiri mereka dengan segala kemudahan. Dan ini gak bisa dipungkiri oleh semua anak dan keluarga pejabat dimanapun.

Jika hak istimewa sosial itu bukan berasal dari faktor bawaan yang disebutkan di atas bila berasal dari prestasi dan kepribadian serta pengabdian kepada banyak orang dengan tulus melayani. 

Mau dikatakan budaya, ya bisa juga. Karena toh bentuk penghormatan melalaui perlakuan istimewa yang tulus, dan mereka gak memiliki tujuan apapun. Maka saya yakin mereka gak mengharapkan imbalan apapun.

Masih terkait dengan hak istimewa sosial bawaan, ketika berhadapan dengan orang dengan penuh rasanya kepura-puraan, seolah-olah para penjilat sedang menanamkan sesuatu dibenak kita. 

Bahwa jangan melupakan mereka, ketika mereka suatu saat memerlukan pertolongan kita. Ini yang dapat kelihatan jelas namun pada umumnya hanya dapat melalui terkaan dari komunikasi yang terjalin. Tapi ada pula yang terang-terangan.

Sekalipun sulit melepaskan faktor hak istimewa sosial bawaan yang melekat pada diri saya. Saya tetap harus melalui semua proses hidup dengan tujuan hidup saya, tidak mencari keuntungan dan merugikan orang lain.

Semua itu agar menjadi nyaman dan terbuka untuk mengakui, mengkritik, dan menerima hak istimewa saya sendiri dan karena faktor pribadi sendiri boleh dikatakan hal mudah terlepas dari hak istimewa bawaan tadi. Semua itu tidak terjadi sekaligus.

Saya harus menjadi diri saya sendiri adalah cara terbaik untuk membantu saya untuk memahami hak istimewa sosial saya sendiri. Minimal sehubungan dengan pekerjaan saya dengan klien yang saya  layani dan dunia pada umumnya. 

Rasanya hak istimewa sosial dapat saya rasakan melalui penghargaan, penghormatan, ucapan terima kasih yang tulus dan perlakuan yang sedikit istimewa, semua oleh karena prestasi, usaha, sikap dan perilaku serta tutur kata  untuk memberikan yang terbaik bagi orang lain.

Memikirkan hak istimewa sosial ketika berada di lingkungan diluar mereka yang mengenal saya dan diluar bidang pekerjaan dan layanan saya. Tentu saya gak harus menuntut lebih, siapa sih saya? 

Boleh jadi di tempat dimana saya berkarya, asal daerah saya, saya mendapat perlakuan hak istimewa sosial tersebut. Sehingga perlu kesadaran diri. 

Kadang saya bersama teman saya yang adalah mantan anak pejabat di republik ini, masih mempertahankan kebiasaan untuk lebih dulu dilayani dibandingkan orang lain. Minimal misalnya antri. 

Karena pintar bersilat lidah, entah gimana caranya, ia mampu bnerbuat curang, merugikan orang lain dan menguntungkan diri sendiri. Ini tantangan! Bukan saja datang dari diri teman saya tersebut, tapi pelayan publik yang didekatinya. Entah dengan amplop dibawa meja, saya gak tahu. Tapi saya tahu ia pintar dalam berdiplomasi.

Hak istimewa sosial bagi saya sebenarnya gak terpikirkan, saya patuh pada aturan apapun di publik area. Sekalipun ke rumah sakit dalam keadaan sempoyongan. 

Saya harus tetap antri, entah di UGD maupun di poli. Jika dibayangkan di daerah asal saya, yang nota bene keluarga saya kebanyakan dokter dan pejabat. So pasti langsung ditangani cepat dan meyingkirkan orang yang lebih dulu dari saya. Apakah itu adil?

Lalu bila saya di daerah lain, bisa disebutkan asing. Bagaimana saya harus mengkedepankan hak istimewa sosial saya? Ini keseimbangan hidup dan saya sudah harus belajar, sebuah tantangan adalah latihan yang berkelanjutan.

Itu adalah sesuatu yang telah menjadi bagian dari kesadaran saya sehari-hari. Tapi itu adalah konsep yang sulit untuk dihadapi - dan yang tidak saya dapatkan dengan mudah. 

Saya terus-menerus belajar untuk menantang posisi saya di kehidupan ini, dan memahami ketidakseimbangan kekuatan yang menjadi bagian saya.

Bagaimana dengan persaingan bisnis? Ya saya harus jujur, ketika mencoba untuk menggarap beberapa proyek dimana saya menjadi penasehat walikota dan wakil gubernur. 

Bim sala bim, sekalipun mengikuti tender (tapi kebanyakan penunjukan), saya memperoleh proyek dengan sangat mudah.  Ini praktek KKN bukan sih? Karena semua sudah disetting oleh ASN yang diperintahkan. 

Kebanyakan saya tanda tangan, dan hadir sesuai petunjuk, presentasi, mengirimkan orang atau mencari proyek pengadaan sesuai spek yang ditentukan. Semua berjalan lancar. Tapi jangan salah, upeti juga dipungut. Hahaha. 

Jadi ini bukan persaingan bisnis karena hak istimewa sosial, tetapi rekayasa KKN. Dan saya turut terlibat di dalamnya, sekalipun hasil pengerjaan proyek bisa dinilai banyak orang sangat memuaskan.

Karena masyarakat pada umumnya tidak memberikan pelajaran tentang bagaimana memerangi dan berbicara tentang hak istimewa, hal itu menempatkan tanggung jawab pada kita, warga dunia, untuk mengatasi ketidakseimbangan. Sementara hak istimewa sosial adalah topik yang rumit untuk dibicarakan, dan dapat memicu kesalahpahaman.

Dari cerita dan paparan saya di ata  saya mengajak kita semua berpikir tentang pemahaman ini. Selain dari pengalamaman hidup saya, juga dikolaborasikan  dengan pendapat seorang kolumnis, Kathleen Ebbitt dari globalcitizen-org

Tumbuhkan Empati, Dapatkan pemahaman tentang pengalaman individu.

Saya menemukan bahwa bagian dari masalah dalam membahas hak istimewa, adalah bahwa bahkan individu yang memiliki BANYAK hak istimewa ingin diakui atas kesulitan mereka. Ini masuk akal - kita semua menginginkan empati terhadap tantangan hidup kita.

Ketika saya pertama kali berkecimpung katakanlah  begitu dengan hak istimewa sosial saya, saya mulai dengan bertany-bertanya  tentang bagaimana caranya atau penyebabnya seseorang  tidak memiliki hak istimewa sosial. 

Sesuatu hal yang gak mungkin di negara yang menjamin hak asasi manusia dan perlindungan pada masayarakatnya. Tapi dalam kenyataanya mereka harus mengalah terhadap orang lain.

Ini membantu saya untuk lebih memahami orang tersebut, tetapi juga memperluas empati.

Dan mata saya terbuka, kenapa begitu tak jujur kehidupan ini. Pemerintah mungkin tak salah dengan aturan dan perundang-undangannya, pelaksana dan bahkan masyarakat yang melihat suatu prebedaan yang menyebabkan mereka menjadi seperti warga kelas nomer sekian di republik ini. Sunguh kejam realita yang saya alami melihat kenyataan tersebut.

Memahami relativitas hak istimewa

Misalnya, anda seorang yang kidal, dan pada gilirannya, tidak pernah dipaksa untuk menulis di meja yang tidak cocok untuk anda. Ini adalah hak istimewa yang anda miliki berdasarkan kelahiran anda. 

Tapi bukan berarti hak istimewa sosial  tangan kanan anda memiliki tanggung jawab sosial yang sama dengan hak istimewa itu, yaitu warna kulit putih, kekayaan, dan orientasi seksual anda. Poin penting yang perlu di catat adalah bahwa identitas kita sangat bernuansa dan saling bersilangan.

Saya menjadi ingat, beberapa teman dekat saya akan bersikap defensif ketika membahas hak istimewa sosial karena mereka takut diskusi tidak akan berbicara tentang cara-cara ampuh di mana mereka tidak memiliki hak istimewa sosial tersebut, dan sebagai pembelaan, mereka mengalihkan pembicaraan hanya untuk hal-hal ini.

Penting untuk dipahami,  hanya karena anda seolah-olah gak memiliki hak istimewa sosial tertentu, bukan berarti anda tidak mendapat manfaat dari jenis hak istimewa lainnya. 

Jika anda menyadari hal ini, akan lebih mudah untuk bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki hak istimewa yang sama dengan anda dan mereka akan menciptakan dunia yang lebih baik dan setara.

Ketidakadilan yang sistematis tidak baik untuk siapa pun

Sebagai ilustrasi, coba pertimbangkan hak istimewa kulit putih - Misalnya, di AS hak istimewa kulit putih adalah konstruksi yang dibuat oleh orang Eropa kaya yang ingin menggabungkan kekayaan mereka dengan mengadu domba orang Eropa yang miskin dengan penduduk asli dan Afrika yang bekerja sebagai budak.

Orang kulit putih yang malang dibuat merasa bahwa mereka lebih unggul dari ras lain, dan diberi hak lebih kecil atas orang kulit berwarna untuk menciptakan pengalihan. 

Maksudnya adalah bahwa orang kulit putih yang miskin harus lebih unggul dari orang kulit hitam, tetapi tetap tidak setara dengan orang kulit putih yang kaya. 

Pada akhirnya, hak istimewa ini tidak menciptakan keuntungan bagi sebagian besar penduduk, dan selanjutnya, pembagian ini menciptakan ketidakadilan --dan itu buruk.

Demikian pula, kebanyakan laki-laki memiliki hak istimewa sosial dan ekonomi atas perempuan. Ini tercipta dari patriarki yang mengakar yang mengutamakan laki-laki daripada perempuan. Hak istimewa pria dalam beberapa kasus tidak membantu siapa pun pada akhirnya.  

Tidak membantu keluarga di mana memberi kesempatan kepada seorang istrinya menghasilkan lebih sedikit darinya, dan itu tidak menguntungkan bagi wanita dalam membantu memajukan bidang sains, matematika, teknologi, jurnalisme, keuangan, dan teknik. 

Kita semua kalah ketika orang diperlakukan tidak adil dan tidak berdasarkan kebaikan orang tersebut.

Pada akhirnya, untuk bergerak dari ruang marginalisasi, orang perlu menghadapi hak istimewa sosial mereka dan menyadari bahwa ketidaksetaraan tidak membantu siapa pun. 

Sebagai warga dunia, kita memiliki kemampuan revolusioner untuk mengubah lingkungan politik, ekonomi, dan sosial dengan mengakui bahwa ketidakadilan menciptakan ketidakseimbangan sosial yang berdampak negatif bagi semua orang.

Kita tidak perlu merasa bersalah atau defensif saat membahas hak istimewa

Salah satu pelajaran hidup terbaik yang diajarkan ayah saya adalah bahwa rasa bersalah adalah emosi yang tidak berguna. Dan bagi saya ada benarnya, bahwa rasa bersalah adalah perasaan yang pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa dalam membawa perubahan. 

Saya mencoba menggunakan konsep ini ketika saya berbicara dengan teman tentang hak istimewanya. Banyak waktu, orang akan merespons dengan defensif, atau rasa bersalah. 

Saya memiliki bagian yang adil dari percakapan di mana seseorang akan secara harfiah mengangkat tangan mereka dan berkata, "Ini tidak adil, tentu saja! Tapi apa yang akan saya lakukan?"

Untuk ini saya menanggapi dengan mengingatkan bahwa kita masing-masing dapat merusak sistem penindasan dengan menolak untuk hidup dengan hak istimewa yang tidak terkendali atau tidak diakui. 

Cukup dengan merefleksikan dan menantang hak istimewa kita, dan bekerja untuk mengubah sistem diskriminasi melalui diskusi langsung, kita dapat membantu mengubah status quo.

Pertimbangkan cara untuk menyamakan presepsi dan mengumpulkan kekuatan

Untuk membuat perubahan, penting untuk membingkai diskusi tentang hak istimewa setiap orang yang harusnya dalam berbagai hal setara, tentu dengan tindakan. 

Karena itu, percakapan tidak boleh berupa, "Periksa hak istimewa anda!" melainkan, "Bagaimana kita dapat bekerja untuk memastikan bahwa kita memahami dan meruntuhkan sistem penindasan dan hak istimewa yang menyakiti kita semua?"

Dengan membingkai dialog tentang tindakan, dan langkah-langkah menuju pembebasan, percakapan menjadi lebih mudah diakses dan bertenaga. Misalnya, tanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan seperti, "Dapatkah saya, jika saya mau, mengatur untuk berada di tengah-tengah orang-orang dari ras saya yang berbeda atau terasa asing sepanjang waktu?" 

Jika jawaban atas pertanyaan ini adalah ya, tantang diri Anda untuk menjawab mengapa demikian. Apakah ini semata-mata karena demografi, atau apakah demografi itu dibentuk oleh diskriminasi historis?

Untuk perubahan yang lebih dapat ditindaklanjuti, hubungi orang-orang yang berpikiran sama dalam komunitas Anda.  Bukan berarti memberontak dan melwan hukum ya? 

Karena Negara ini merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020.  

Dengan kelompok etnik, sekitar 1.340 suku bangsa. Sebagian besar penduduk merupakan keturunan Bangsa Austronesia  dan terdapat juga kelompok-kelompok suku Melanesia, serta kemungkinan Polinesia dan Mikronesia, terutama di Indonesia bagian timur. 

Banyak penduduk Indonesia yang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah.

Kondisi ini adalah salah satu faktor ketika kita berbicara hak istimewa sosial, dan rentan pada ketidakadilan dan hingga bisa mengarah pada perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Ini adalah akar persoalan, semua warga indonesia harus memperjuangkan dan berusaha memiliki hak istimewa sosial tersebut, sekalipun dalam prakteknya sulit dilakukan. 

Akan tetapi dapat dirasakan di setiap daerah dimana mereka bermukim, sekalipun terdapat perbedaan ahk istimewa juga namun mereka akan merasa nyaman. 

Lalu bagaimana dengan percampuran, urbanisasi dimana kita sudah kawin campur dan bergaul satu dengan lainnya tanpa menyinggung perbedaaan dari mana asal kita, suku kita, warna kulit kita dan sangat bahagia tidak perlu melihat perbedaan agama dan kepercayaan.

Saya mendorong semua warga dunia untuk merenungkan hak istimewa yang anda miliki, dan hak istimewa yang tidak Anda miliki. Sampaikan percakapan ini kepada teman dan anggota keluarga Anda untuk membangun dunia yang berfokus pada kesetaraan dan keadilan. 

Kepada layanan publik, wakil anda di legislatif, atau pihak berwenang lainnya. Jika anda mengalami diskriminasi oleh karena Hak istimewa Sosial.

Untuk menghancurkan sistem penindasan dalam masyarakat kita, penting untuk secara sengaja menyisihkan waktu untuk berpikir tentang keadilan, dan apakah nilai-nilai kita selaras dengan cara kita menjalani hidup kita atau tidak.

Apa pendapat Anda tentang hak istimewa, kesetaraan, keadilan, pemerataan dan mungkin diskriminasi? Apakah itu topik yang Anda kenal? 

Cobalah renungkan, namun bukan melemahkan anda, namun agar anda memahami hak istimewa anda, dan berusaha untuk memperjuangkannya. 

Hal ini berlaku bagi siapa saja di republik ini dengan tarar belakang yang berbeda. Agar persatuan tetap terjaga, jangan karena perbedaan hak istimewa sosial kita tercabik-cabik dan terpecah.

Semoga.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun