MODEL PEMBELAJARAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson, kemampuan yang perlu dicapai siswa tidak hanya LOTS (Lower Order Thinking Skills), yaitu C1 (mengetahui) dan C-2 (memahami), MOTS (Middle Order Thinking Skills). ), yaitu C3 (menerapkan) dan C-4 (menganalisis), tetapi juga harus ada peningkatan HOTS (Higher Order Thinking Skills), yaitu C-5 (mengevaluasi), dan C-6 (mencipta) Memasuki pengembangan teknologi informasi dan revolusi industri 4.0 di abad 21, maka pembelajaran di abad 21 juga harus disesuaikan agar hasil pembelajaran dapat memberikan keterampilan abad 21 kepada siswa yaitu 4C yang meliputi: 1) Komunikasi, 2) Kolaborasi, 3) Berpikir Kritis dan pemecahan masalah, dan 4) Kreatif dan Inovatif (Wena, 2020: 19).
TANTANGAN UTAMA IMPLEMENTASI KURIKULUM BERORIENTASI 4.0
- Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, bisa dibayangkan masih terdapat kesenjangan di berbagai bidang, jangankan infrastruktur infrastruktur ICT/TIK, untuk kebutuhan listrik saja masih terkendala di beberapa pulau atau wilayah di Indonesia
- Ada keengganan tentunya karena perhitungan bisnis, bagi provider membuka jaringannya hingga ke pelosok desa apalagi daerah terpencil yang mendiami pulau dengan populasi penduduk sedikit. Sekalipun dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan, ditekankan bahwa setiap daerah harus menjamin ketersediaan aksesebilitas, sebagai pendukung penuh hak untuk memperoleh pendidikan sekalipun menurut perhitungan memerlukan cost yang besar. Tetapi ini amanat konstitusi dan Undang-Undang.
- Siswa Indonesia di jajaran nilai terendah terhadap pengukuran membaca, matematika, dan sains. Pada kategori kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat ke-6 dari bawah (74) dengan skor rata-rata 371. Turun dari peringkat 64 pada tahun 2015. Apa bisa dijamin mereka menggunakan peralatan gadgetnya untuk belajar atau malah untuk keperluan lain?
- Saya rasa tiga hal itu dulu yang terpenting, masih ada faktor lainnya namun nanti kepanjangan pembahasannya
**
Nah, atas dasar pemaparan dan analisis pribadi, saya pribadi berpikir untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menentukan kurikulumnya sendiri. Apa mungkin? Ya bisa saja. Apa kita mau menunggu agar infrastruktur dan pemerataan pendidikan secara cepat terlaksana? Secara jangka pendek dimungkinkan adalah menghasilkan kelulusan yang dapat mengelola wilayahnya, bukan melakukan urbanisasi ke kota besar.
Dengan basis kurikulum otomi sesuai karakteristik daerah masing-masing, tentu tetap dibawah pengawasan pusat diharapkan. Kelulusan  di tingkat pendidikan apapun, dapat menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Sembari perlahan-lahan meng-upgrade pendidikan dan pengetahuannya ketika infrastruktur pendidikan 4.0 sudah terpenuhi.  Tetapi secara off-line sudah dapat dipersiapkan dengan perangkat yang memadai dan sistem digital library yang terus diupdate. Siswa bisa diajarkan mempraktekan beberapa aspek dalam materi inovatif Revoluisi 4.0, yaiyu menciptakan terbosan baru baik dalam bentuk software atau hardware
Kalau ditanya apakah kurikulum protitpe bisa ditawarkan ? Boleh saja. Namun menjadi kewenangan provinsi dan kabutaen/kota terkait.
OTONOMISASI KURIKULUM PENDIDIKAN
Jika benar-benar pemerintah serius kan menempuh kebijakan, yang nantinya sebelum kurikulum nasional dievaluasi tahun 2024, satuan pendidikan diberikan beberapa pilihan kurikulum untuk diterapkan di sekolah. Saya sepakat dengan pemikiran ini.
Dari pemikiran ini, saya ambil intinya saja dari beberapa sumber, antara lain dari Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, yang ditulis oleh Naning Yuliani, dengan judul Otonomi Pendidikan Dan Kurikulum Berbasis Kompetensi Sebagai Jawaban Atas Realitas Kekinian
Menurutnya, Otonomi pendidikan nasional diwujudkan dengan MBS (manajemen berbasis sekolah). Dalam MBS sekolah diberi wewenang untuk merancang keuangan, pengembangan kurikulum, termasuk tujuan dan sasaran pendidikan, alokasi waktu, serta pemanfaatan media, sumber, instrumen dan teknologi bagi pendidikan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas yang optimal. Konsep manajemen berbasis sekolah adalah pengelolaan sekolah dengan pelimpahan wewenang tertentu, tetapi tetap dalam kerangka kebijakan nasional.