Aduh telat ngucapin,
Selamat Hari Guru Nasional, buat Bapak dan Ibu Guru yang Terhormat tanpa terkecuali. Khususnya para mantan guru-guru saya yang berjasa dalam perjalanan pendidikan dasar hingga tinggi. Keberadaan mereka membekas di hati saya. Itulah ukuran saya, jika bagi guru yang luar biasa dedikasinya.
Pada hari guru ini, saya ingin merefleksi sedikit ke belakang dan ingin menyajikan sebuah fakta bagaimana guru diperlakukan oleh siswa dan orang tua siswa. Saya gak akan sebutkan secara spesifik, tapi percayalah kasusnya fakta. Saya gak akan mengambil dari curhatan orang lain dan mungkin ada berita yang senada, sehingga fenomena penghargaan terhadap guru saat ini cukup memprihatinkan.
O ya istilah guru zaman now, saya definisikan sendir ya. Guru di atas tahun 1990-an, Kalo guru jadul dibawah itu deh. Ini defenisi saya. Ada alasannya, tapi aggap saja saya menggunakan periode tersebut dalam tulisan berikut ini.Â
Jika bicara soal jasa guru dahulu, belon adanya internet, guru memerlukan effort tersendiri. Baik materi ajar, cara mengajar dan mendidik (beda ya kedua hal ini) serta bersikap yang tegas sebagai guru yang patut dicontoh. Jasa mereka besar menurut saya, apalagi yang senang untuk menjawab pertanyaan siswa dan meladeni diskusi dikalangan siswa.
Jika berbicara saat dulu sekolah, adal guru favorit ada juga yang membosankan, garang, sangar, killer, Â cerewet dan gak segan-segan menghukum siswanya dengan tugas atau hukuman lain (ada yang fisaikk) Â yang cukup mempermalukan diri siswa itu sendiri.
Dalam pengalaman, saya karena menempuh sekolah di dua daerah yang berbeda kultur dan budayanya. Tentu akan lain penilaiannya. Nanti deh tergambar dalam tulisan ini.
Bukannya sombong dan tinggi hati, tapi sejak SD (TK udah lupa), hingga sekolah menegah atas. Saya adalah teman dekat guru, tapi gak semua. Dan pernah jadi siwa "emas" alias kesayangan guru tertntu untuk mata pelajaran tertentu pula.Â
Jadi secara pribadi gak ada konflik pribadi bersama guru, yang ada saya memang kadang ditegur karena kelewat batas usul dan "pecicilan", gak bisa diam. Mungkin ngerasa "pinter" kali ya. Tapi ya kena marah juga, sekalipun disayang, Â Itu di sekolah saya.
Nah karena tadi saya mengatakan bahwa  saya menempuh pendidikan dasar dan menegah serta atas  di dua daerah dengan kultur budaya yang berbeda, maka beda pula karakter gurunya.