Jika Negara meratifikasi konvensi tersebut maka ada sejumlah kebijakan yang harus dibuat seperti strategi untuk mencegah dan mengpaus kekerasan seksual, peraturan tentang adanya sanksi dan tentu saja dapat memastiakan adanya akases untuk pemulihan dan pendampingan pada korban
Baca deh Hasil Convesi ILO 190 tentang kekerasan dan pelecehan dan rekomendasi nomor 206 yang menyertainya. Serta hasil Konferensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, yang telah diselenggarakan di Jenewa oleh Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional, dan telah bertemu dalam Sesi ke-108 (Seratus Tahun) pada 10 Juni 2019.
Baca semua deh, kalo entar diratifikasi berarti pemerintah wajib menjalankannya. Ini yang saya  pikir pak menteri keduluan sebelum ratifikasi, sekalipun sudah sejalan dengan Undang-Undang lain di atasnya.
Kelihatan kok, dalam Pemendikbudristek tersebut tepatnya pasal 1 disebutkan bahwa Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
Nih saya kasih bonus lainnya, buat informasi dan boleh jadi pengetahuan,
Berdasarkan catatan Konsep -- International Expert Group Meeting on Combating violence against indigenous women and girls: article 22 of the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples". United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues. 20 January 2012.  Sebagi bagian dari Declaration on the Elimination of Violence Against Women atau Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (disingkat DEVAW ) yang diadopsi  oleh Majelis Umum PBB di 48/104 sebagai resolusi 20 Desember 1993.
Pertemuan Kelompok Pakar Internasional tentang Pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan adat pada Pasal 1 dan 2 DEVAW memberikan "definisi kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang paling banyak digunakan"; Â klaim ini diamini oleh Jacqui True
Pasal Satu:
Untuk maksud Deklarasi ini, istilah " kekerasan terhadap perempuan " berarti setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.
Pasal Dua:
Kekerasan terhadap perempuan harus dipahami mencakup, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal berikut:
- Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan , pelecehan seksual terhadap anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terkait mas kawin, pemerkosaan dalam perkawinan , mutilasi alat kelamin perempuan dan praktik tradisional lainnya yang berbahaya bagi perempuan, kekerasan non-suami dan kekerasan yang berkaitan dengan eksploitasi ;
- Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat umum, termasuk pemerkosaan , pelecehan seksual , pelecehan dan intimidasi seksual di tempat kerja, di lembaga pendidikan dan di tempat lain, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa
- Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibiarkan oleh Negara, dimanapun itu terjadi.