Mengenai apa sih itu "Bushido" dan kaitannya dengan Kursi Menteri segala? ya yang sabar ya..  Tapi disclaimer  dulu, ini adalah opini pribadi saya, sehingga saya bertanggung jawab atas semua yang saya tulis.Â
Â
Sebenarnya saya gak terlalu suka masalah politik, tapi sadar atau gak dalam kehidupan sehari-hari saya ikut berpolitik, paling gak berdasarkan defenisi Teori Klasik Aristoteles, Â yaitu usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Â Saya juga non partisan dan sempat mengambil keputusan untuk menjadi golput dalam pesta demokrasi.
Selaku masyarakat, tentu saya mengidolakan beberapa politisi dan mengaggumi sepak terjang dan jalan pikirannya. Jika di sebut ada beberapa, yang pertama pasti presiden pertama kita Ir. Soekarno, sekalipun beliau gak sempurna sebagai manusia, namun jasanya untuk berjuang menghantar bangsa ini menuju Kemerdekaan dapat kita rasakan hingga sekarang. Banyak pemikirannya cukup melekat dalam pikiran, tulisan, ucapan hingga tindak tanduk saya.
Sama halnya dengan presiden lainya, saya juga sangat menaruh hormat kepada mereka, sekalipun semua memiliki kekurangannya masing-masing. Peran mereka haruslah dihargai untuk memimpin bangsa yang besar, kaya raya dan beraneka ragam suku, ras, budaya dan agama, bukan sesuatu yang mudah. Sehingga sampai hari ini, bangsa ini masih untuh sebagai NKRI. Â
Begitu juga dengan Presiden kita saat ini, Bapak Jokowo Widodo (Jokowi), beliau melalui dua periode kepeimpinannya bukan dengan mudah, karena terlalu cepat melejit dengan lingkup persoalan yang berbeda. Â
Beliau juga sama seperti halnya, juga punya kekurangan namun saya yakin seperti presiden lainnya, memiliki persoalan yang peru diprioritaskan, ketika masalah yang dihadapi mungkin berbeda. Namun yang pasti,  menjaga keutuhan bangsa dan negara  ini dan berusaha mewujudukan rasa aman, kestabilan ekonomi  dan kesejahteraan sosial yang adil dan merata bagi rakyatnya  menjadi tugas utama semua presiden yang pernah menjabat.
Oleh karena itu, kali ini bukan sekedar menulis. Sekalipun "buta politik", secara kaca mata bathin, saya sungguh merasa sangat prihatin dan kasihan terhadap keberadaan presiden Jokowi baik secara pribadi maupun sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan.
Saya bukan peramal, tetapi Secara fisik dan penampilan dalam beberapa moment yang saya perhatikan, sepertinya beliau memikul beban yang sangat berat pada periode kedua ini. Bahkan harus menghadapi dengan rendah hati, cacian dan makian sesuka hati oleh banyak orang tanpa ampun. Sungguh berat beban beliau menurut saya.
Seharusnya, beban yang beliau pikul sebagai pemimpin, secara logika dapat dituntaskan secara maksimal dalam berbagai persoalan  oleh para pembantunya yang kita sebut Bapak Menteri yang Terhormat. Bukan saja hal pekerjaan, persoalan pribadi yang menyangkut kinereja kabinet dapat terganggu.
***
Seperti yang kita ketahui bersama,. belakangan ini, mencuat adanya desakan masyarakat untuk memecat salah satu menteri jokowi meramikan jagat maya aka medsos. Â Meyusul Kelompok Jokowi Mania (JoMan) bersikukuh mendesak sejumlah nama menteri yang disebut terafiliasi dengan bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun Antigen untuk mengundurkan diri dari jabatannya (Suara.com 4/10/2021)
Kemudian disusul lagi, dua hari yang lalu, tepatnya 6 November 2021, yang disuarakan oleh Sekjen DPP relawan Pro Jokowi melalui kompas TV.
Untuk sepengetahuan bersama, terakhir Presiden Jokowi, melakukan perombakan kabinet yang ke 5 selama dua periode kepemimpinannya pada 22 Desember 2012.
Kalo saya, jika terjadi perombakan kabinet entah dirotasi atau diganti, menunjukan adanya persoalan menteri terkait dalam memimpin kementeriannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebaik mungkin sesuai dengan visi dan misi Presiden. Untuk penggunaan istilah "diganti" saya sinonimkan dengan kata "dipecat", ini opini saya ya.
Oleh karena itu, gak ada salahnya bila adanya tuntutan dari masyarakat untuk merombak kabinet. Maka terkait dengan desakan ini, sekalipun menjadi hak prerogative presiden yang seharusnya gak ada beban politik yang berarti setelah berakhir kepemimpinan kedua nanti. Gak ada salahnya bila ada, ya.. termasuk saya. Mengajukan suatu wacana atau kasarannya tantangan juga bolehlah.
***
Sebagai bangsa timur, yang kaya akan norma dan budaya yang baik dan dilestarikan secara turun temurun, masak gak ada satupun dipegang teguh hingga ketika menduduki posisi penting di republik ini.
Gak ada salahnya bertolak dari hal ini saja, para pembantu presiden dapat mengundurkan diri tanpa menunggu "dipecat" dari kursi menteri.Â
Sikap ini bukanlah cela, jika memang gak melakukan cela. Jika merasa diri gak sanggup atau masalah pribadinya menganggu jalannya pemerintahan secara baik. Bagi saya adalah sikap yang patut dihargai, kejujuran yang lahir dari hati sanubari, tanpa memikirkan segala tete bengek dampak politik dan penilaian sinis sebagian masyarakat.
Nah, jika memang Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet, bagi saya lho ini.. alangkah elegannya dan terhormat bagi menteri yang merasa diri gagal dan tersangkut masalah untuk mengundurkan diri daripada dipecat.
Masak gak ada yang berani? Takut? Malu? Yang mengundurkan diri itu adalah menteri yang tersangkut masalah korupsi dan yang lainnya bertujuan untuk ikut berkontestasi dalam pilkada dan jabatan dalam legeslatif.
Masak di Negara yang kaya raya bukan saja hasil bumi namun dengan budaya yang luhur, gak ada norma satupun yang mengajarkan kita bersikap seperi bangsa Jepang yang memegang teguh norma Bushid.
***
Melalui Kasaya Kazuhiko (June 12, 2019) berjudul "Bushid: An Ethical and Spiritual Foundation in Japan".  Yang dipublikasikan situs Nippon.com menjelaskan Bushido atau dinamakan juga "jalan prajurit" adalah kode moral samurai terkait sikap, perilaku dan gaya hidup.  Hal ini dapat di analogikan secara bebas  dengan konsep ksatria Eropa .
Ada beberapa jenis Bushido yang berkembang secara signifikan sepanjang sejarah. Â Bentuk kontemporer bushido masih digunakan dalam organisasi sosial dan ekonomi Jepang. Â Bushido paling baik digunakan sebagai istilah menyeluruh untuk semua kode, praktik, filosofi, dan prinsip budaya samurai.
Dalam buku Thomas Cleary  "Training the Samurai Mind: A Bushido Sourcebook Shambhala" (Mei 2008) menyebutkan Bushido melestarikan nilai-nilai moral dan kode etik samurai sebelumnya, yang paling sering menekankan kombinasi ketulusan, berhemat, kesetiaan, penguasaan seni bela diri dan kehormatan sampai mati.
Istilah Bushido  juga ditulis oleh Inaz Nitobe yang mengeksplorasi jalan samurai Itu diterbitkan pada tahun 1899. Dengan judul Bushido: The Soul of Japan.  Dia menemukan bahwa Bushido adalah Jalan Prajurit  yang sumber dari tujuh kebajikan yang paling dikagumi oleh rakyatnya yaitu  kejujuran , keberanian , kebajikan, kesopanan , ketulusan , kehormatan dan kesetiaan
Oleh sebab itu, gak salah jika Boye Lafayette De Mente dalam bukunya Japan's Cultural Code Words: 233 Key Terms That Explain the Attitudes and Behavior of the Japanese"(2004:49) mengungkapkan hingga saat ini nilai-nilai dalam konsep Bushido masih dipraktikkan oleh pemimpin dan penduduk Jepang. Salah satu nilai dalam Bushido adalah Meiyo, yakni nilai dalam menjaga nama baik atau menjaga harga diri dengan memiliki perilaku yang terhormat. Maka, tak heran jika banyak pemimpin Jepang banyak lebih memilih mundur terhormat.
Misalnya Pada tahun 2010 Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama mengundurkan diri karena merasa gagal dalam memenuhi janjinya saat kampanye pemilu yang menurut sebagian besar orang yang dimaksudkan dengan kegagalan itu adalah memindahkan sebuah pangkalan militer Amerika Serikat keluar dari wilayah Okinawa.
Begitu juga pada Tahun 2020, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abeyang  menjabat perdana menteri Jepang yang paling lama menjabat sejak dilantik pada 2012, mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Menurutnya, ia tak mau penyakitnya mengganggu pekerjaan, tentu untuk menenuaikan tugasnya sebagai kepala pemerintahan.
Yang Terbaru, pada bulan September 2021, Â Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengundurkan diri, setelah menjabat kurang lebih satu tahun lebih, hal ini dikaitkan pada dua hal, yang pertama kesehatannya dan yang mengemuka adalah karena kegagagalannya menangani pandemi korona di jepang
Saya cukup kagum dengan budaya yang mereka pegang, sehingga tanpa malu dan berpikir jelimet untuk mengundurkan diri.
Apa bedanya kesatria? Dalam kamus besar bahasa Indonesia mengartikan orang (prajurit, perwira) yang gagah berani  atau pemberani.Â
Oleh Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi Mantan Aster Kasad, melalui tulisannya  yang di muat oleh kompas.com (18/07/2014) dengan judul Kesatria dalam Demokrasi, mengartikan Kesatria sebagai sikap dan watak yang berani tampil terdepan membela kepentingan rakyat, bangsa, dan negara; berani mengakui kesalahan diri; serta menghormati kelebihan atau keunggulan orang lain.
***
Dari apa yang di uraikan di sini, yang tentu merupakan opini saya pribadi. Paling gak ada dua hal yang dapat digaris bahwai yaitu yang pertama adalah perubahan sikap melalui evaluasi diri dan kinerejanya sebagai menteri dan kemampuanya membenahi bawahan hingga mampu atrau tidak menyelesaikan program kerjanya sesuai visi dan misi presiden. ya, Seperti norma Bushido yang didalamnya termasuk nilai Meiyo, yakni nilai dalam menjaga nama baik atau menjaga harga diri dengan memiliki perilaku yang terhormat.
Sedangkan yang kedua, sekalipun dianggap mengada-ada, bahkan mimpi di siang bolong, juga gak papa. Â silahkan saja... Â yaitu masih terkait dengan semangat "Bushido", apakah ada menteri yang berani mengambil sikap tanpa menunggu adanya perombakan kabinet? Â Tentu dengan pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan.Â
Ya, bagi saya, minimal bisa menjadi budaya baru yang bisa diperlihatkan kepada masyarakat, sebagaimana pernah juga dilakukan di pimpinan daerah.
Ya begitulah  opini saya, yang mungkin kelewatan kalo yaa... boleh dong kita berbeda?
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H