Lalu apa yang terjadi setekah pidato Presiden tersebut? Memang terjadi perombakan kabinet, yang diumumkan presiden  Jokowi (22/12/2020). Pada perombakan kabinet ini terjadi pergantian enam menteri.
Jadi belum setahun, jadi apa dasarnya lagi dilakukan perombakan kabinet? Mau setiap bulan, itu hak presiden. Jadi boleh saja! Tapi urgensinya apa?
Eh tapi tunggu dulu, apa presiden hanya sekali "marah-marah" saat itu. Itu yang diketahui publik, tapi menurut saya, peringatan dan teguran keras pasti terjadi dalam rapat kabinet terbatas atau paripurna atau jenis rapat koordinasi lainnya. Apakah pertanda beliau kecewa? Wajar lah, kalau laporan dan pengamatan langsung beliau di lapangan gak sesuai dengan arahan Beliau yang sudah menjadi tugas pembantunya untuk mengeksekusi di lapangan. Atau paling gak beliau menegur ketika ada menteri yang membuat blunder di masyarakat.
Ok, untuk melihat kemungkinan Resuffle, mungkin kita lihat dan analisa dulu hasil survey beberapa lembaga survey terkait tingkat kepuasaan terhadap pemerintahn Jokowi yang tentunya penilaian masyarakat tersebut gak terlepas dari kinereja para menteri Jokowi.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Â - (Mei 2021)
Berdasarkan hasil survey SMRC mayoritas responden merasa puas terhadap kinerja Presiden Joko Widodo secara umum. Sebanyak 12,6 persen responden mengaku sangat puas, sedangkan 63,0 persen cukup puas, jadi digabung 74,5 % Puas. Â Pada periode tersebut, responden yang merasa sangat puas pada kinerja Jokowi secara umum sebesar 16,5 persen. (kompas.com 13 Juli 2021)
Lembaga Survei Indonesia (LSI) -- Juni 2021
Berdasarkan hasil temuan LSI sebanyak 59.6 persen responden merasa sangat atau cukup puas dengan kerja Presiden Joko Widodo dalam menangani wabah virus Corona (COVID-19). Â Namun, terdapat 37.1 persen responden yang tidak puas (tribunnews 18 Juli 2021)
Charta Politika  (Agustus 2021)
Menunjukan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah turun dari 65,3 persen di Maret 2021 menjadi 62,4 persen. (CNN Indonesia 12/08/2021)
Tingkat kepuasan terendah ada di wilayah Maluku dan Papua dengan angkanya 45 persen, Kalimantan 47,7 persen dan Sumatera di angka 55,2 persen (liputan6.com 26 Agustus 2016)